Besok hari umat Islam akan merayakan hari raya Idulfitri, satu bulan sudah umat Islam digembleng dalam madrasah Ramadan lewat shalat, membaca Al-Quran dan amal ibadah lainnya.
Dalam memaknai hari raya Idulfitri, penulis ingin sedikit berbagi ilmu terkait beberapa kesalahan yang penulis amati ketika umat Islam menyambut akhir Ramadan dan memasuki hari raya.
Semoga bermanfaat.
1. Tidak Semangat di Akhir Ramadan
Ada perbedaan antara umat Islam dahulu dan sekarang dalam menyambut detik detik perpisahan dengan Ramadan.
Dahulu, umat Islam bersungguh-sungguh menggunakan akhir waktu Ramadan dengan mengencangkan ikat pinggang menggapai amalan utama Ramadan.
Ibnul Jauzi mengibaratkan dengan orang yang berlomba pacu kuda, semakin dekat finish, semakin bersemangat dan mempercepat laju kuda lari.
Umat Islam saat ini ketika akhir Ramadan ibarat lomba maraton, di awal lomba, ratusan bahkan ribuan peserta ikut lari, dipertengahan sudah mulai berguguran dan sampai finish hanya tiga orang saja yang menang.
2. Hari Kemenangan
Banyak televisi, radio dan media elektronik menyambut Idul Fitri dengan menyebutkan ‘Hari Kemenangan’. Sejatinya bukan kemenangan, tetapi ‘Pura Pura Menang’.
Sudahkah kita menang jika di Ramadan didik untuk menahan nafsu, kemudian di awal Idulfitri malah kita seakan akan balas dendam dengan memakan segala yang ada di depan mata, berpegangan tangan dengan yang bukan mahram atau pergi ke tempat tempat maksiat?
Pantaskah disebut menang jika selama Ramadan kita didik untuk Salat tepat waktu dan mengerjakan Salat malam/tarawih, dan di awal Idulfitri kita melalaikan Salat lima waktu dengan alasan silaturahmi ke sanak famili dan ketika malam meninggalkan Salat malam yang sudah dibiasakan selama Ramadan?
Sudahkah kita menang jika di Ramadan didik untuk menahan nafsu, kemudian di awal Idul Fitri malah kita seakan akan balas dendam dengan memakan segala yang ada di depan mata, berpegangan tangan dengan yang bukan mahram atau pergi ke tempat tempat maksiat?
Jika umat Islam dahulu was was dan khawatir amalan Ramadan mereka tidak diterima, sekarang kita merasa percaya diri puasa dan shalat diterima Allah Subhanahu Wata’ala.
Mari muhasabah dan meneliti diri, apakah Ramadan ini hanya berjaya dari menahan lapar dan dahaga dan Salat Tarawih saja tetapi tidak ada pencapaian dari segi Ketakwaan.
Orang-orang Saleh dahulu, merasa was-was dan khawatir amalan Ramadan mereka tidak diterima, sekarang kita merasa percaya diri, Puasa dan Salat diterima Allah Subhanahu Wata’ala.
Mereka senantiasa berdoa dalam 6 bulan setelah Ramadan agar diterima ibadah puasa mereka pada bulan Ramadan itu dan mereka berdoa lagi 6 bulan sebelum Ramadan akan datang agar dipertemukan dengan Ramadan lagi.
Semoga kita mengakhiri Ramadan ini dengan kejayaan dan bertemu lagi denganya pada tahun depan untuk mengulangi kejayaan sekali lagi.
3. Idulfitri = Kembali Suci
Banyak yang menganggap Idulfitri dengan arti kembali suci, secara bahasa ini salah fatal.
Makna Ied adalah kembali artinya diulang ulang dalam satu tahun, hari raya idulfitri dan iduladha diulang ulang setiap tahun.
Makna Fitri adalah makan dan bukan suci atau fitrah, berasal dari kata afthara-yufthiru yang artinya makan.
Pada hari ini Allah Swt mengharamkan umat Islam untuk berpuasa dan mewajibkan mereka makan sebagai bentuk rasa syukur.
Dalam sebuah hadits Nabi Saw bersabda:
صومكم يوم تصومون، وفطركم يوم تفطرون
“Puasa kalian adalah ketika kalian berpuasa, dan idul fitri kalian ketika kalian makan”
Akan salah jika kata fitri pada hadits di atas diartikan dengan suci. “Puasa kalian adalah ketika kalian berpuasa, dan suci kalian ketika kalian bersuci”
Akibat kesalahan makna di atas, umat Islam menganggap bahwa dengan masuknya bulan Idul Fitri semua dosa dosa akan dihapus dan kembali suci ibarat anak kecil yang baru lahir.
Jelas sekali anggapan ini kurang tepat, karena Allah Subhanahu Wata’ala akan mengampuni dosa seorang mukmin antara Ramadan dan Ramadan selama bukan dosa besar, adapun dosa besar maka harus ada niat benar untuk bertaubat, meminta ampun pada Allah Subhanahu Wata’ala dan tidak mengulangi lagi.
Pandangan di atas adalah pandangan makna idulfitri secara etimologis, jika dipandang dari sudut pandang filosofis bisa jadi idulftiri adalah ‘kembali suci’.
Idulfitri bisa dimaknai sebagai mengikat komitmen beribadah, tunduk dan taat pada aturan Allah Subhanahu Wata’ala, seperti firman Allah dalam Surat Rum ayat 30.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Fitrah Allah Subhanahu Wata’ala saat menciptakan manusia pertama kali adalah komitmen untuk mengerjakan aturan Allah Subhanahu Wata’ala, taat beribadah.
Maka memasuki hari idulfitri, mestinya semakin dekat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, bukan hanya berubah secara penampilan atau makanan, tetapi juga komitmen untuk beribadah.
Jika pada waktu Ramadan, umat Islam dilatih untuk menunaikan ibadah Salat wajib, Salat sunnah dan ibadah lainnya, maka pada bulan Syawal, umat Islam dituntut mengimplementasikan hasil latihan. Implementasi harus lebih baik dari hasil latihan.
Kesalahan lain terkait penulisan Idulfitri adalah seringkali dipisah menjadi Idul Fitri padahal yang benar dan sesuai KBBI adalah Idulfitri. Dalam penyerapan istilah yang berasal dari bahasa asing, harus disesuaikan dengan lidah dan bahasa Indonesia. Jika diserap menjadi Idul dan Fitri seakan akan ada dua istilah, padahal satu istilah yang bersinonim dengan lebaran. Dan tulisan yang benar adalah Idulfitri tanpa spasi. (Sumber: Ivan Lanin)
Demikian juga dalam penulisan Silaturahim. Menurut artikel yang ditulis Asep Juanda, kata silaturahmi merupakan serapan dari bahasa Arab, yaitu dari kata shilah/shilat(un) yang berarti sambungan dan rohmu (rahmi)/rohim (rahim) yang berarti rahim (peranakan)/persaudaraan, atau kasih sayang. Kata (ar)rahmu apabila digabungkan menjadi frasa dengan kata shilatu(un) akan membentuk kata shilaturrohmi yang diserap dalam bahasa Indonesia menjadi silaturahmi. Jadi dapat kita mengerti bahwa silaturahmi berarti menyambungkan rahim atau persaudaraan, atau menyambungkan kasih sayang.
Dalam KBBI, kata silaturahmi berarti tali persahabatan (persaudaraan) dan bersilaturahmi berarti mengikat tali persahabatan (persaudaraan). Dengan demikian, bersilaturahmi berarti kita akan mengikat tali persaudaraan, tali kekerabatan, persahabatan, ataupun menyambungkan kasih sayang.
Semoga idulfitri ini kita bisa lebih merefleksikan diri sendiri agar menjadi lebih baik lagi dari bulan bulan sebelumnya.
Terakhir, saya selaku admin dari blog sederhana ini memohon maaf jika selama ini ada kesalahan, tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh teman blog yang bersedia berkunjung, membaca dan berkomentar di blog sederhana ini.
Taqabbalallhu minna wa minkum, semoga Allah Swt menerima amal kami dan amal kalian semua, amiin.