Antara “Mengapa?” dan “Bagaimana?”

Ada sebuah pola pendidikan yang dapat membantu secara efektif. Jika kita menghadapi suatu masalah, baik itu masalah yang berkaita dengan orang lain atau masalah-masalah kejiwaan dan kesehatan, apa kira-kira pertanyaan terbaik yang perlu anda jawab?

Sebagai contoh, anda bisa mengajukan pertanyaan pada diri anda”

  • Mengapa masalah ini terjadi pada orang lain?
  • Mengapa saya menghadapi masalah kejiwaan seperti ini?
  • Apa yang menyebabkan saya mengalami gangguan kesehatan seperti ini?

Anda juga bisa mengajukan pertanyaan seperti ini:

  • Bagaimana masalah dengan orang lain dapat diatasi?
  • Bagaimana cara saya mengatasi gangguan kejiwaan saya?
  • Bagaiamana cara saya mengobati penyakit yang saya derita?

Kira-kira manakah pertanyaan yang lebih baik? Mengapa sesuatu bisa terjadi? Atau Bagaimana saya dapat mengatasi sesuatu yang terjadi?

Untuk menjawabnya memerlukan suatu pemahaman yang didasari oleh metode praktis berikut: Orang yang mengajukan pertanyaan Mengapa telah berpikir untuk berusaha sungguh-sungguh mengingat suatu masalah yang terjadi. Kemudian dia mencoba menghubungkan masalah antara satu dengan yang lain.

Jika dia menghadapi masalah dengan orang lain, maka dia akan mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi, mengulang-ulang kembali hal-hal yang menyebabkan masalah dengan orang lain, kemudian dia akan senantiasa berhati-hati agar tindakan yang menyebabkan masalah itu tidak terulang kembali.

Adapun pertanyaan Bagaimana? Maka seseorang yang mencoba mengungkapkan pertanyaan ini mencoba membandingkan masalah yang terjadi dengan kerugian atau keuntungan. Kemudian dia merancang serta menentukan tujuan seraya berusaha mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Biasanya menghadapi suatu masalah dengan pola Bagaimana? Disertai dengan kesabaran dan sikap toleransi, secara tidak langsung akan mengetahui Mengapa sesuatu terjadi, yang pada akhirnya setiap masalah dapat diselesaikan dan pertikaian pun akan berakhir.

Baca juga:   Hidup Optimistis

Dalam beberapa keadaan, khususnya ketika menghadapi masalah-masalah sosial dan ganguan kejiwaan, sangat baik jika kita mempelajari Bagaimana cara menghadapi dan Bagaimana cara menyelesaikannya. Kita hendaknya jangan terlalu focus kepada Mengapa semua ini terjadi. Sebaliknya kita mengidentifikasi lebih jauh bagaimana cara menyelesaikan masalah, bagaimana kita dapat merasakan ketenangan dan memberi keuntungan kepada orang-orang di sekitar kita.

Contoh Kasus 1

Seorang anak yang berumur lima belas tahun bertindak agresif dan suka menyakiti orang lain.

Jika kita menggunakan pola “Mengapa”, maka pertanyaan yang diajukan adalah Mengapa dia bertindak agresif? Mengapa dia suka memusuhi orang lain? Ini artinya, kita sedang mengkaji setiap sesuatu yang terjadi kemudian menentukan sikap.

Kita perlu mengindentifikasi sumber dan mencoba bertanggung jawab terhadap setiap masalah. Apakah masalah ini merupakan gejala pembentukan masa remaja atau masalah ini muncul akibat rasa cemburu yang dialami? Atauah ini disebabkan lingkungan, ataukah disebabkan oleh pola pendidikan keluarga? Semua ini merupakan persoalan-persoalan yang sangat penting.

Jika kita menggunakan pertanyaan Bagaimana, maka pertanyaan yang diajukan adalah Bagaimana cara saya membantu anak agar tidak lagi bertindak agresif dan bersikap memusuhi? Kita perlu mengkaji cara komunikasi terbaik yang disukai anak. Kita perlu belajar pola-pola pendidikan terbaik untuk membantu mengurangi sikap agresif. Kita juga perlu mengimbangi sikap agresif dengan aktivitas-aktivitas lain untuk menyelamatkan mereka dari belenggu tingkah laku seperti ini.

Contoh Kasus 2

Anda mengalami gangguan kesehatan.

Jika anda menggunakan pola Mengapa, pertanyaan yang dilontarkan adalah mengapa saya mengalami gangguan kesehatan? Maka anda akan melakukan usaha untuk mengingat cara-cara makan, atau berusaha untuk menghindari bakteri-bakteri tertentu. Atau mungkin tingkah laku tertentu yang menyebabkan gangguan ini muncul.

Baca juga:   Sanlat Adventure "Mengenal Allah Melalui Alam"

Jika anda menggunakan pola  Bagaimana, maka pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana cara saya mengatasi atau mengobati gangguan kesehatan ini. Maka anda akan mendiagnosa penyakit yang anda derita serta dampaknya, kemudian anda akan mencari solusi terbaik untuk menyembuhkan penyakit-penyakit ini.

Contoh Kasus 3

Ketika terjadi perselisihan Suami Istri

Identifkasi dahulu sebab masalah kemudian menentukan tanggung jawab masing-masing. Namun dalam kondisi tertentu, masalah justru semakin bertambah, sehingga suami istri terperangkap ke dalam perselisihan  tersebut melalui sikap dan reaksi.

Pencarian sebab yang sebenarnya ada pada masing-masing piha tidak dapat dilakukan, sehingga masalah-masalah yang menyakitkan perasaan pada akhirnya muncul.

Dalam keadaan seperti ini sikap toleransi adalah jalan terbaik, membuka lembaran baru lebih selamat jika dampak negatifnya lebih besar dari dampak positifnya. Terlebih lagi jika anak-anak yang akan menjadi korban oleh sikap kedua ibu bapak.

Jika suami istri bisa memandang ke depan, melihat masa depan akan lebih suram dari sekarang, maka mereka harus menghadapi gangguan dan masalah dengan meletakkan tujuan utama yaitu melanjutkan hubungan suami istri dan meletakkan pola bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah yang ada.

Sumber: Melejitkan Kerpribadian Diri, Oleh Abla Bassat Gomma

download

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

  1. Di tempat lain dijelaskan bahwa dengan pola mengapa dan bagaimana kita bisa mulai mengeksplorasi kelebihan dan kekurangan diri.

    Jelas sekali, mengeksplorasi orang lain dilarang agama karena mengundang ghibah dan adu domba.

    Namun dengan mengeksplorasi diri dan mengenali potensi kebaikan dan aib diri sangat diperlukan. Sikap ini termasuk bagian dari Mujahadatun Nafsi atau melawan nafsu diri sendri.

    Ibnu Qayyim mengajarkan kita pentingnya sikap mujahadatun nafsi. “Jagalah diri dari segala bahaya! Jika anda tidak menjaganya maka ia akan mengganggu pikiran. Jagalah pikiran! Jika anda tidak menjaganya maka ia akan menjadi syahwat. Perangilah syahwat! Jika anda tidak memeranginya maka ia akan menjadi keinginan dan kecenderungan, maka tahanlah! Jika anda tidak menahannya maka ia akan menjadi perbuatan. Maka kendalikanlah! Jika anda tidak mau mengendalikannya, maka ia akan menjadi kebiasaan dan sukar bagi anda untuk berpaling darinya”.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *