Ringkasan Buku Islam dan Sekulerisme: Dilema Kaum Muslimin

Kajian ini membahas inti dari buku ‘Islam dan Sekulerisme’ oleh Syed Al-Attas, jika bab 1 dan 2 menjelaskan latar belakang masalah, bab ke-3 membedakan mana Islam dan mana Barat, maka bab ke-4 ini membahas akar masalah umat Islam. Tujuan buku ‘Islam dan Sekulerisme’ sebenarnya bukan membahas sekulerisme dan pandangan Islam terhadap konsep Barat, namun misinya adalah bagaimana umat Islam bisa keluar dari kemelut, yang disebut Syed Al-Attas sebagai ‘Dilema Muslim’.

Pada bagian awal bab ini, Syed Al-Attas mengajak kita untuk menelusuri sebab-sebab munculnya masalah besar dan kemunduran umat Islam saat ini. Menurutnya ada dua sebab, pertama, sebab dari luar berupa pertembungan antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam. Adapun sebab kedua adalah dari dalam umat Islam sendiri dan sejarah intelektualnya.

Sebab Kemunduran Islam dari Luar

Dalam bahasan sebab kemunduran Islam dari luar ini, bisa kita bagi pembahasan Al-Attas ke dalam beberapa poin berikut:

  • Clash of worldview
  • Gagasan Agama universal dari Islam bukan Kristen
  • Kriten bukan agama universal tetapi agama budaya

Al-Attas memulai dengan menjelaskan sebab dari luar yaitu konfrontasi antara Barat dengan Islam sejak perang Salib abad pertengahan. Perang ini memunculkan perebutan dominasi dari segi kebudayaan, ekonomi, dan kekuatan militer.

Pertentangan dan kebencian Barat terhadap Islam telah ada sejak  zaman awal pembentukan Kristen, sebelum kedatangan Islam. Agama Kristen merupakan bagian penting dalam peradaban Barat khususnya dari aspek asal usul serta kemunculannya.

Walaupun telah ada beberapa agama pada waktu itu, tetapi belum ada satu agama universal. Oleh karena itu, Kristen dilihat mampu mencapai status sebagai agama universal. Agama yang telah ada  saat itu terikat dan tidak dapat keluar dari batas-batas bangsa, kebudayaan dan dunianya sendiri. Yahudi contohnya, merupakan agama etnik, yaitu agama khusus untuk bangsa Yahudi dan tidak menerima bangsa lain untuk menganut agamanya.  Hindu dan Budha juga punyai sifat dan batas-batas yang menjadi hambatan untuk menjadi suatu agama yang universal.

Kristen tidak punya kekangan itu, maka ia berhasrat untuk menjadi agama universal. Kristen mendakwa bahwa agama mereka adalah agama universal dan harapan tersebut telah disematkan ketika awal agama itu dibentuk oleh pemuka-pemuka agama tersebut. Agama Kristen mencoba mengajak dan menyeru seluruh bangsa manusia. Namun, berdasarkan hakikat dan sejarah, agama Kristen tidak bisa menjawab persoalan universal seperti kewujudan, kebenaran dan bagaimana Tuhan itu ada.

Pemuka-pemuka Kristen mendapatkan informasi akan munculnya agama universal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Isa tentang akan datangnya seorang Nabi yang akan membangunkan agama universal- yaitu agama untuk seluruh umat manusia. Artinya bahwa agama dan syariat yang diturunkan kepada Nabi Isa dan juga Nabi Musa bukan untuk seluruh umat manusia. Tetapi akan datang pada akhir zaman nanti seorang Nabi yang diutus untuk seluruh umat manusia untuk menyempurnakan agama universal yang telah diturunkan oleh Allah pada umat manusia sebelumnya.

Baca juga:   New Directions in Islamic Education - Abdullah Sahin - Introduction & Book Review

Nabi Isa ‘alayhi salam menyampaikan dan menerangkan kepada para pengikutnya apa yang telah diwahyukan oleh Allah Ta‘ālā, tetapi mereka kemudian mengubah isi pokok ajarannya. Mereka mengambil gagasan agama universal dari ucapan-ucapan Nabi Isa dan menerapkannya pada agama ciptaan baru mereka yang dinamakan sebagai Kristen. Di sinilah puncak pertentangan antara Islam dan Barat karena mereka menginginkan agama mereka yang universal.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ṣallalāhu ‘alayhi wa sallam merupakan agama universal yang sejati. Islam, sejak awal  menyeru kepada seluruh umat manusia serta mengikat tali persaudaraan yang erat antara anggota umatnya dari berbagai bangsa yang tidak pernah dan tidak akan berlaku dalam agama lain. Ukhuwwah yang dibawa agama Islam ini adalah sesuatu yang istimewa. Kemunculan Islam telah mengubah dunia dan perubahan itu telah memberi kesan kepada Barat karena ia tersebar luas hingga sampai ke tanah mereka sendiri dan juga peradaban mereka. Dengan datangnya Islam, peradaban mereka semakin kecil, darisinilah muncul bibit-bibit permusuhan terhadap Islam.

Menurut Henry Pirenne, seorang tokoh besar dalam sejarah Eropah, kedatangan Islam telah menyebabkan kemunduran dalam sejarah Barat, bahkan peradaban mereka juga telah dipengaruhi oleh peradaban Islam. Mereka pada ketika itu berada di zaman kegelapan. Dengan adanya pusat-pusat Pendidikan Islam di Barat, maka Islam telah mendorong semangat Renaissance dalam masyarakat Barat. Pusat-pusat pendidikan ini memancarkan ilmu ke dunia Barat dan dengan ilmu tersebut para pemikir serta cendekiawan Barat memperoleh kembali warisan inteletual dan peradaban kuno mereka yang hilang.

Islam memainkan peran penting dan berpengaruh besar dalam membentuk sejarah dunia sejak kemunculannya sehingga selama sekitar seribu tahun sebelum terjadinya serang balik Eropa sejak era Revolusi Sains secara pada abad ke-13. Dengan berbekal ilmu yang mereka ambil dari Islam melalui penterjemahan buku-buku dan karya seperti Ibn Khaldun, Imam Ghazali dan lain-lain ke dalam Bahasa latin, telah menciptakan zaman Renaissance. Kekuatan intelektual ini telah mereka hasilkan setelah setelah mereka belajar dari umat Islam.

Pada abad ke-16 dunia Islam mengalami kemunduran, khususnya dalam aspek ekonomi. Dengan berlakunya penjajahan pada abad ke-17 maka berlakulah titik hitam dalam sejarah tamadun Islam. Serangan tidak lagi dalam bentuk ekonomi dan politik tetapi yang lebih bahaya lagi iaitu serangan intelektual serta menguasai umat Islam dari segi pemikiran yang menyebabkan berlakunya deislamisasi pemikiran orang Islam. Akibatnya, Barat berjaya memancarkan pandangan alamnya terhadap pemikiran orang Islam.

Masuknya unsur-unsur asing pemikiran hellenisme di Barat dan mistisisme di Timur turut mencemari pengamalan keIslaman umat pada masa itu. Hal ini menjadi semakin parah ketika bangsa-bangsa muslim mulai mundur dan dirundung penjajahan Barat mulai abad 17. Dari sini fikiran umat Islam yang mulai rusak kemudian merembet pada aspek-aspek lainnya.

Baca juga:   Mengatasi citation/bibliography is wrongly placed in index area di Mendeley

Sebab Kemunduran Islam dari Dalam

Meski kita telah mengalami tragedi seperti yang telah disebutkan di atas namun kita jumpai juga sebab-sebab internal dilemma pada umat Islam sekarang ini. Di sini Syed Naquib menunjuk pada hilangnya tiga disiplin yaitu raga, fikiran, dan jiwa (Jasadi, ‘Aqli dan Rohani) atau yand sering disebut sebagai keruntuhan adab (loss of adab).

Disiplin ini menuntut akan pengenalan dan pengakuan: (1) atas tempat yang tepat bagi seseorang yang dalam hubungannya dengan diri, masyarakat dan umatnya, (2) atas tempat yang tepat bagi seseorang yang dalam hubungannya dengan kemampuan dan kekuatan jasmani; intelektual dan rohaniah seseorang;  (3) atas hakikat bahwa ilmu dan wujud itu tersusun secara hierarki. Setiap yang wujud, baik manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan ada tingkatannya, ada hierarki yang tersusun.  Pengenalan dan pengakuan tentang tempat sesuatu ini semakin menjadi kabur dalam diri umat islam.

Disiplin diri memainkan peranan yang sesuai dengan pengenalan dan pengakuan itu lalu terjadilah adab pada diri seseorang dan masyarakat yang mencerminkan keadaan keadilan. Dengan adanya adab (yang memerlukan pengenalan dan pengakuan), maka natijahnya adalah keadilan. Tanpa adab, maka sesuatu itu ditempatkan bukan pada tempatnya, sehingga muncul ketidak adilan dan seterusnya memunculkan kekeliruan dalam ilmu tentang Islam dan pandangan alam Islam. Dari kekeliruan itu pula muncul pemimpin-pemimpin yang menzahirkan ketidak adilan.

Jadi bisa kita lukiskan permasalahan umat ini bermula dari (1) Kebingungan dan kekeliruan dalam pengetahuan, yang menyebabkan; (2) Hilangnya adab dalam ummat dan mengakibatkan; (3) Munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak cakap, tidak memiliki standar moral, intelektual dan spiritual dan melestarikan kondisi semacam ini.

Cara menangani masalah kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu adalah dengan menyelesaikan terlebih dahulu masalah keruntuhan adab karena tidak akan ada ilmu yang benar yang boleh diperolehi tanpa pra syarat adab pada diri penuntutnya. Ilmu yang benar itu hanya datang dan diperolehi oleh manusia yang beradab. Manakala manusia yang tidak beradab itu tidak akan mendapatkan ilmu yang benar. 

Hilangnya adab telah menyebabkan umat memperlakukan ilmu dan agama sekehendak nafsunya. Dalam tahap berikutnya setelah muncul pemimpin-pemimpin atau otoritas-otoritas palsu yang merusak agama, muncul ilmuwan-ilmuwan Islam yang terpengaruh oleh cara berfikir Barat dalam memahami, bersikap dan berbicara menggenai masalah agama.

Syed Naquib merujuk pada kaum modernis atau reformis didikan Barat pada waktu itu yang telah berani mencela sahabat nabi dan ulama-ulama terdahulu diantaranya ulama tasawuf yang dinilai sebagai klenik. Menurut Syed Naquib, tasawwuf bukanlah klenik tetapi merupakan usaha atau jalan untuk mendisiplinkan pikiran, jiwa, dan raga dalam rangka beribadah memperoleh ridha Ilahi.

Baca juga:   Ringkasan Buku Islam dan Sekulerisme: Pengantar oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud

Selain mencela ulama dan menggugat otoritas keilmuan Islam tradisonal mereka kaum reformis ini juga meletakkan sahabat Rasul dan para ulama ini hanya sejajar dengan manusia biasa dan menganggap agama hanya sebagai obyek yang dapat dibedah sekehendak hati. Hal ini diperparah oleh perilaku kaum tradisionis yang telah banya melakukan hal-hal yang kontraproduktif. Hilangnya adab terhadap ilmu dan pelecehan terhadap otoritas keilmuan Islam yang sah telah merusakkan peradaban Islam.

Sistem keilmuan Islam menurut Syed Naquib tidak dapat disandingkan dengan konsep-konsep Barat semacam kapitalisme, sosialisme, liberalisme dan lain-lain. Konsep-konsep Barat tersebut bahkan istilah-istilah dari konsep tersebut sangat tidak kompatibel untuk digunakan dalam Islam yang telah memiliki konsep dan sistematika yang mapan dan menghendaki istilah-istilah yang lahir dari bahasa Islam sendiri yakni bahasa Al Qur’an.

Konsep tambal sulam yang diusung oleh kaum reformis telah membawa racun-racun pemikiran yang telah melekat atau inheren dengan konsep Barat. Sebab konsep-konsep Barat memiliki proses lahir yang secara spiritual tidak bersih. Akhirnya Syed Naquib menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu bukan sekedar pelabelan istilah-istilah Islam pada konsep Barat atau mengambil yang sesuai dengan Islam dan membuang yang tidak sesuai dengan Islam. Islamisasi ilmu adalah Islamisasi Worldview dan adab terhadap ilmu sehingga lahirlah disiplin ilmu yang memiliki goal sesuai dengan kehendak spirit Islam.

Masalah yang mendasar adalah masalah pendidikan (ta’dib) di mana telah hilangnya pertimbangan yang betul antara ilmu farḍ ‘ayn dan farḍ kifāyah bahkan menyamaratakan ilmu keduanya. Oleh itu dalam bab selanjutnya (Dewesternisasi Ilmu)  Al-Attas ada menerangkan bagaimana pendidikan Islam yang telah dirosakkan akibat daripada faham-faham modernisma serta golongan sekular dan modernis ini dapat dipulihkan kembali sepertiyang diwariskan dan disepakati oleh ulama besar berdasarkan ajaran Rasūlullāh ṣallalāhu ‘alayhi wa sallam.

Ringkasan bab-bab lainnya dapat dibaca di tautan berikut:

  1. Islam dan Sekulerisme: Pendahuluan (disini)
  2. Islam dan Sekulerisme: Latar Belakang Kristen Barat (disini)
  3. Islam dan Sekulerisme: Sekular-Sekularisasi-Sekularisme (disini)
  4. Islam dan Sekulerisme: Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak (disini)
  5. Islam dan Sekulerisme: Dilema Muslim (disini)
  6. Islam dan Sekulerisme: Dewesternisasi Ilmu (disini)

Link terkair dari blog/web lain;

Sumber:

  • Kajian berseri Buku “Islam dan Sekulerisme” bersama Dr. Khalif Muammar A. Harris di At-Taqwa College dalam Program Perkuliahan Pemikiran Imam Al-Ghazali dan Syed Al-Attas.
  • Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh Khalif Muammad A. Haris, Cet ke 2 Bahasa Melayu, 2021 oleh RZS-CASIS, Malaysia

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *