Disfungsi Keluarga

Keluarga yang disfungsi adalah keluarga yang gagal dalam menerapkan fungsi yang diberikan oleh Allah swt bagi keluarga. Hubungan antara anggota keluarga pun cenderung tegang dan tidak normal. Keluarga tidak lagi bisa menjadi tempat yang mengayomi, merawat dan memberi teladan bagi anggotanya, tapi malah menjadi horor dan contoh buruk bagi anak. Orang tua mengkonsumsi miras dan pecandu narkoba. Anak-anak jadi korban ketidakmampuan hadapi stress.

Disfungsi keluarga semakin banyak terjadi seiring modernitas dan kehidupan berbasis demokrasi. Nilai HAM membuat keluarga individualis, tak mau mendengar nasihat lingkungan dan sebagainya. Negara juga sangat lemah memberantas hal-hal yang mempengaruhi lahirnya disfungsi keluarga. Misal, negara lemah dan membiarkan tontonan porno, kekerasan, juga produksi miras dan peredaran narkoba dan lain-lain.

Negara juga sangat lemah memberantas hal-hal yang mempengaruhi lahirnya disfungsi keluarga. Misal, negara lemah dan membiarkan tontonan porno,kekerasan, juga produksi miras dan peredaran narkoba. Ini bukti sistem pendidikan nasional menghasilkan orang yang cakap ilmu, tapi bobrok perilaku keahlian.  Dari kasus ini semestinya ada evaluasi mendasar terhadap peran negara dalam mewujudkan keluarga yang mampu melakukan fungsinya secara memadai.

Psikolog Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul Psikopat, Paranoid dan Gangguan Kepribadian Lainnya hal. 18-21 menyebutkan beberapa contoh disfungsi keluarga yang menggambarkan terganggunya hubungan antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) dengan resiko gangguan kepribadian dan penyimpangan perilaku anak, antara lain sebagai berikut:

  • Kematian orang tua (broken home by death): kematian ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan resiko sama 17%; kematian ayah pada anak laki-laki resiko 35%, pada anak perempuan resiko 14%.
  • Kedua orang tua bercerai atau berpisah (broken home by divorce or separation): resiko pada anak laki-laki 50%, pada anak perempuan 20%.
  • Hubungan kedua orang tua (ayah dan ibu) tidak harmonis (poor marriage): resiko padan anak laki-laki 40%, pada anak perempuan 15%.
  • Hubungan antara orang tua dan anak tidak harmonis (poor parent-child relationship): resiko pada anak laki-laki 25%, pada anak perempuan 10%.
  • Suasana rumah tangga yang tegang (high tension): resiko pada anak laki-laki 50%, pada anak perempuan 20%.
  • Suasana rumah tangga tanpa kehangatan (low warm): resiko pada anak laki-laki 40%, pada anak perempuan 15%.
  • Orang tua sibuk dan jarang di rumah (absence), bila ayah jarang di rumah pada anak laki-laki resiko 35%, pada anak perempuan 15%; bila ibu jarang di rumah resiko anak laki-laki 24%, pada anak perempuan 22%.
  • Orang tua mempunyai kelainan kepribadian (personality disorder): resiko pada anak laki-laki 80%, pada anak perempuan 40%.
Baca juga:   Menjadi Musuh Diri Sendiri

Dadang Hawari dalam penelitiaannya terhadap 150 responden laki-laki yang terdiri dari 75 kasus penyalahguna/ketergantungan NAZA dan 75 kasus bukan penyalahguna NAZA, mendapatkan persentase resiko penyalahguna NAZA akibat suasana keluarga yang tidak kondusif sebagai berikut:

  1. Ketidak-utuhan keluarga (broken home by death) mempunyai pengaruh 26,7% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  2. Kesibukan dan ketidakberadaan ayah di rumah mempunyai pengaruh 38,7% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  3. Kesibukan dan ketidakberadaan ibu di rumah mempunyai pengaruh 30,6% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  4. Hubungan interpersonal (antar pribadi) antara ayah dan ibu yang tidak baik mempunyai pengaruh 22,6% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  5. Hubungan interpersonal (antar pribadi) antara ayah dan anak yang tidak baik mempunyai pengaruh 53.3% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  6. Hubungan interpersonal (antar pribadi) antar ibu dan anak yang tidak baik mempunyai pengaruh 24,1% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.
  7. Hubungan interpersonal (antar pribadi) antara anak dan sesama saudara sekandungnya yang tidak baik (sibling rivalry) mempunyai pengaruh 34,2% pada anak/remaja terlibat penyalahgunaan/ketergantungan NAZA.

**************

Anda ingin tahu bagaimana membangun paradigma keluarga sakinah? Membangun dialog konstruktif antar anggota keluarga? Paradigma akhlak sebagai pilar rumah tangga?

Ikutilah seminar parenting gratis1000 Suami Istri Membangun Rumahku Surgaku di gedung BPPT Jl. Thamrin tanggal 02 Juni 2015 dengan pembicara Arifin Jayadiningrat dengan tema “Interaksi Konstruktif Antar Anggota Keluarga Untuk  Pembangunan Karakter Dalam Rumah tangga”

Silahkan daftar ke saya di nomer berikut: 0857 1964 7457 dengan format nama suami istri/ no hp/ dan usia pernikahan.

image
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *