Umat Islam pada zaman ini mendapati dirinya berada di depan gudang informasi yang dengan mudah bisa ia dapatkan melalui saluran televisi, internet atau media massa lainnya, baik audio maupun visual.
Ia tidak mampu membedakan antara yang hak dengan yang batil, antara yang sunnah dengan yang bid’ah. Hal itu tidak lain disebabkan karena mereka berpaling dari menuntul ilmu agama, ditambah lagi perpecahan umat Islam ke dalam berbagai sekte dan golongan.
Rasulullah SAW telah menyampaikan tentang apa yang terjadi di zaman sekarang berupa perpecahan umat dan banyaknya perselisihan lewat sabdanya:
“Sesungguhnya siapa yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku nanti, maka ia akan melihat banyaknya perselisihan, maka berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Hadits ini menjadi bukti kenabian bahwa perselisihan dan perpecahan tidak terjadi di zaman Nabi SAW, tetapi baru terjadi setelah beliau wafat.
Mayoritas umat Islam sekarang tidak memahami sedikitpun tentang aliran-aliran sesat, dan tidak pula memahami tentang Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Lebih parah lagi bahwa semua aliran sesat ini menjajakan ajran bid’ahnya dan menghalangi pengikutnya dari menuntut ilmu. Pada saat yang sama, setiap aliran mengklaim bahwa mereka mengikuti Sunnah Nabi, yang semakin membuat masalah tersebut tersamar oleh banyak umat Islam.
Salah satu aliran sesat dalam Islam yang terus berkembang sampai sekarang adalah Ahli Kalam atau Filsafat yang banyak mendasarkan keyakinan kepada akal semata.
Meski demikian, banyak umat Islam yang belum mengetahui macam-macam kelompok ini, tulisan ini bermaksud menjelaskan apa hakekat ilmu kalam dan kelompok-kelompoknya yang juga kami sisipkan referensi penting untuk menelaah kelompok-kelompok tersebut.
Pengertian Ilmu Kalam
Ada beberapa pengertian dari para ulama tentang ilmu kalam. Kami sebutkan pengertian-pengertian tersebut kemudian kita diskusikan dan selanjutnya kita simpulkan pengertian yang pas dan benar tentang ilmu kalam.
- Al-Farabi mengatakan: “Ilmu yang bisa membantu manusia untuk membantah pendapat-pendapat kalangan ateis lalu menetapkan kebalikan dari hal tersebut dengan jalan perdebatan.”[1]
- Al-Jurjani mengatakan: “Ilmu yang membahas zat-zat yang nampak berdasarkan patokan-patokan Islam”.[2]
- Al-Iiji mengatakan: “Ilmu untuk menetapkan keyakinan-keyakinan agama melalui hujah dan untuk menolak syubhat”.[3]
- Ibnu Khaldun: “Ilmu yang mencakup hujah-hujah tentang keimanan berdasarkan dalil-dalil secara akal dan untuk membantah ahli bid’ah dalam masalah aqidah yang menyeleweng dari mazhab salaf dan ahlu sunnah”.[4]
Pengertian dari al-Farabi adalah yang paling bagus bahkan paling kuat. Ia membagi ilmu menjadi dua; ilmu Ilmu Ilahiyah yaitu kaidah-kaidah untuk menjaga akal agar tidak salah dalam masalah aqidah, ilmu yang kedua, ilmu yang dibuat oleh manusia, Ilmu Mantiq yaitu alat-alat yang akan menjaga akal dari kesalahan dalam ilmu filsafat.
Maka ilmu kalam menurut Al-Farabi adalah ilmu untuk menolong ilmu ilahiyah dan membantah siapa yang menyelisihinya baik itu dalam masalah aqidah atau syariah, dan ia sebutkan caranya adalah dengan jalan perdebatan.
Al-Jurjani mendefinisikan ilmu kalam sama dengan pengertian filsafat, hanya saja ia sebutkan pembeda antara keduanya dengan perkataan “berdasarkan patokan-patokan Islam” berbeda dengan filsafat secara umum yang hanya terfokus pada kaidah-kaidah akal yang bebas.
Definisi Al-Iiji dan Ibnu Khaldun hampir sama, hanya saja Ibnu Khaldun menyebutkan aqidah ahlu sunnah dan yang ia maksud adalah Asairah dan Maturidiyah dengan pengertian ini para tokoh Muktazilah keluar dari pengertian ilmu kalam, hal ini salah karena tokoh muktazilah adalah founding father dari ilmu kalam.
Maka setelah melihat pengertian-pengertian di atas kita dapat mendefinisikan ilmu kalam sebagai:
Kumpulan dari kaidah-kaidah akal, istilah-istilah Yunani dan syubhat syak wasangka yang digunakan pemiliknya sebagai hujjah dalam perdebatan ketika mereka berdalil tentang keberadaan Allah dan menetapkan keesaan-Nya, menetapkan adanya para nabi lalu kaidah akal tersebut mereka timbang dengan nash-nash al-Quran dan sunnah, jika sesuai menurut mereka, diterima dan jika bertolak belakang mereka takwil, mereka tolak atau mereka bantah yang kadarnya berbeda-beda.[5]
Materi Pembahasan Ilmu Kalam
Dr. Musthafa Muhammad Hilmi dalam bukunya Manhaj Ulama al-Hadits wa al-Sunnah fi Ushul al-Din menukil dari kitab Mafatih al-Ulum karangan al-Khawarizmi menyebutkan tujuh masalah penting yang menjadi perbincangan dalam ilmu kalam; yaitu:
- Membantah kalangan ad-Dahriyah yang mengatakan bahwa alam ini bersifat qadim[6]; maka Muktazilah menganggap bahwa huduts-nya badan sebagai bukti bahwa alam ini ada yang membuat yaitu Allah swt.
- Tanzih (penyyucian)[7] kepada Allah swt, sebagai bantahan kepada kalangan Ahli Kitab; Yahudi dan Nasrani dan Majusi. Yahudi telah menyamakan Allah swt dengan makhluk-Nya, Nasrani menganggap bahwa Allah itu tiga dalam satu (trinitas) sedang Majusi mengatakan bahwa tuhan itu ada dua yaitu tuhan cahaya dan tuhan kegelapan.
- Menetapkan bahwa Allah swt adalah zat yang Maha mengetahui, Maha menguasai, Maha hidup dan bahwa Allah adalah esa; sebagai bantahan kepada kelompok Mu’atthilah yang menolak sifat-sifat Allah swt.
- Perbincangan tentang kalamullah; apakah ia makhluk ataukah tidak.
- Perbincangan tentang Af’al al-Ibad apakah ia makhluk yang diciptakan oleh Allah swt atau seorang hamba.
- Hukum terhadap orang yang meninggal dalam keadaan melakukan dosa-dosa besar; apakah ia akan kekal di neraka ataukah ia akan mendapatkan rahmat Allah swt lalu masuk surga.
- Membuktikan adanya kenabian secara umum dan kenabian Muhammad saw secara khusus; sebagai bantahan terhadap Barahimah[8] yang meniadakan kenabian.
Sebab Penamaan Ilmu Kalam
Al-Taftazani dalam Sarh al-Aqaid al-Nasfiyah menyebutkan beberapa sebab penamaan ilmu kalam, di antara sebab tersebut adalah:
- Karena materi pembahasan mereka adalah; kalam tentang ini tentang itu
- Masalah al-kalam sangat mashur dan terdapat banyak perselisihan dan perdebatan
- Mereka mewarisi kemampuan untuk berbicara dalam menetapkan syariat seperti ilmu mantiq dan filsafat.
Sedangkan Dr. Musthafa Abul Raziq menyebutkan dua sebab:
- Karena orang-orang ilmu kalam selalu berbicara tentang asma dan sifat Allah dan tidak diam seperti diamnya sahabat dan tabi’in
- Mereka berbicara bukan pada masalah praktis, pembicaraan mereka hanya dalam logika dan lafal tidak ada kaitan dengan amal, berbeda dengan ahli fiqih yang membahas hukum-hukum praktis syariat.
Adapun sebab yang rajih atau benar menurut Dr. Abu Zaid bin Muhammad Makki, seorang dosen di Universitas Islam Ummul Qura bahwa Ilmu kalam adalah
Nama yang dibuat sebagai bentuk pujian, lawan dari ilmu mantiq, mereka mengganti kata mantiq dengan kata kalam dan mereka bedakan keduanya; jika ilmu mantiq untuk menyokong filsafat maka ilmu kalam untuk menyokong aqidah islam dan ilmu matiq berasal dari Aristoteles sedangkan ilmu kalam –menurut mereka- berdasar pada al-Quran dan sunnah. Akan tetapi hal tersebut hanya terjadi sebelum abad kelima Hijriyah, setelah masa itu ilmu mantiq dan ilmu kalam bercampur menjadi satu hingga sekarang.
Ulama salaf banyak yang mencela ilmu ini karena ia berbicara tentang Allah swt bukan berdasar pada al-Kitab dan Sunnah.
Kelompok-kelompok Ilmu Kalam
1. Jahmiyah
Sebab penamaan dan Perkembangan
Jahmiyah dinisbahkan kepada Jahm bin Shafwan karena ia adalah orang yang terkenal menyebarkan faham ini, hanya saja pendiri sebenarnya adalah al-Ja’ad bin Dirham, dimana Jahm mengambil mazhab ta’thil dari Ja’ad.
Jahmiyah berkembang disebabkan kebodohan pendirinya tentang agama Islam dan pengagungan terhadap akal, dan ketika itu mereka hidup dalam budaya yang meninggikan filsafat Yunani dan agama-agama lainnya sehingga mereka banyak melakukan perdebatan-perdebatan sengit dengan orang ateis dan zindiq.
Tokoh-tokoh
Al-Ja’ad bin Dirham
Ia adalah orang pertama yang menafikan nash-nash tentang sifat sehingga ia mengatakan bahwa sifat kalam itu tidak ada dan al-Quran adalah makhluk.
Jahm bin Shafwan
Berasal dari Khurasan di daerah Turmuz, dikenal sebagai orang yang suka berdebat dan tidak mengetahui ilmu syariat bahkan ia dikenal orang yang mudah was-was, pernah ia meninggalkan shalat selama 40 hari karena ragu tentang wujudnya Allah setelah berdebat dengan orang ateis.
Maroji tentang Jahmiyah
Bila anda ingin menambah wawasan tentang kelompok Jahmiyah silahkan membaca kitab-kitab berikut: at-Tanbih wa ar-rad karangan al-Multhi, ar-rad ala al-jahmiyah wa az-zanadiqah karangan Imam Ahmad dan al-jahmiyah wa al-muktazilah karangan Dr. Nashir al-Aql.
2. Muktazilah
Sebab penamaan dan Perkembangan
Para peneliti berbeda pendapat mengenai asal usul penamaan Muktazilah, sebagian pihak menyatakan bahwa penamaan Muktazilah berasal dari lawan mereka yaitu Ahlu Sunnah wal Jama’ah dan ada juga yang menyatakan Muktazilah lahir dengan adanya I’tizal siyasi pada masa fitnah kekhalifahan Ali ra.
Tokoh-tokoh
Washul bin Atha’
Ia belajar pada Imam Hasan al-Bashri di Bashrah, kemudian memisahkan diri dalam kasus hukum bagi pelaku dosa besar. Ia membuat dua kebidahan yaitu menyatakan bahwa pelaku dosa besar berada di manzilah antara manzilatain dan mencela keadilan sahabat dengan mengatakan bahwa salah satu pihak dalam perang Shiffin adalah fasiq.
Amru bin Ubaid
Ia lahir di Balkh, hidup di Bashrah dan berguru pada Washl bin Atha’. Bid’ah yang paling nampak adalah menolak semua hadits yang tidak sesuai dengan akal.
Abu Huzail Al-Allaf
Ia seorang pemikir dan ahli kalam Muktazilah. Lahir dan belajar di Bashrah kemudian pindah di Baghdad. Di antara pemikirannya yang menyimpang adalah kemampuan Allah itu fana. Ketika sudah fana maka Allah tidak mempunyai kemampuan sama sekali.
Ibrahim bin Sayar al-Nadham
Murid dari Al-Allaf. Ia seorang ahli kalam Muktazilah, tumbuh di Bashrah dan tinggal di Baghdad sampai meninggal. Di antara pendapatnya adalah Allah tidak mempunyai qudrah atas perbuatan jahat dan maksiat, artinya seluruh perbuatan jahat itu berasal dari manusia semata, manusialah yang menciptakannya.
Penyimpangan-penyimpangan dari Muktazilah
- Al-ushul al-khamsah (lima dasar utama) semacam rukun iman bagi mereka yaitu tauhid, al-adlu, al-wa’du wal wa’id, al-manzilah baina al-manzilatain dan amar makruf nahi mungkar.
- Mengandalkan akal secara penuh dalam masalah aqidah
- Menghujat dan mencela para sahabat
- Mengingkari hadits Mutawatir
Maroji tentang Muktazilah
Bila anda ingin menambah wawasan tentang kelompok Muktazilah silahkan membaca kitab-kitab berikut: al-milal wa an-nihal karangan asy-Syahrastani, al-Mktazilah wa Uhuluhu al-Khamsah karangan Awwad bin Abdullah al-Mu’tiq.
3. Al-Kullabiyyah
Sebab penamaan dan Perkembangan
Nama Kullabiyyah dinisbahkan kepada pendirinya, Abdullah bin Sa’id bin Kullab yang wafat tahun 240 H. Kullabiyyah sendiri berkembang untuk meng-counter ajaran Muktazilah tentang peniadaan sifat, mereka menetapkan sebagian sifat dan meniadakan sebagian yang lain.
Tokoh-tokoh
Abdullah bin Sa’id bin Kullab
Pendiri Kullabiyah, Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa ia lebih sesat dari Jahm bin Shafwan tetapi lebih dekat kepada salaf dari Abu Hasan Al-Asy’ari
Al-Harits al-Muhasibi
Disebut Muhasibi karena banyak mengoreksi diri. Imam Ahmad mengingkari perdebatannya tentang ilmu kalam. Imam Ahmad mengisolasinya di Baghdad, sampai ia mati disana dan tidak ada yang men-shalatinya kecuali empat orang saja.
Penyimpangan-penyimpangan dari Al-Kullabiyah
Dalam penetapan Asma wa Shifat mereka berbeda dengan Ahlus Sunah dalam hal sifat Istiwa’ dan Sifat Kalam Allah. Dalam keimanan mereka menetapkan bahwa iman itu dinyatakan dengan lisan, hati dan perbuatan dan pelaku dosa besar itu mukmin yang kurang imannya dan di akhirat kelak berada di bawah kekuasaan Allah SWT.
Maroji tentang Al-Kullabiyyah
Satu-satunya kitab yang membahas dengan komprehensif aqidah kelompok Kullabiyyah adalah Ara’ al-Kullabiyyah al-Aqdiyyah wa atsaruha fi al-Asariyyah karangan Hadi binti Nashir as-Sallali.
4. Al-Maturidiyyah
Sebab penamaan dan Perkembangan
Nama Maturidiyyah dinisbahkan kepada name pendirinya, Abu Mansur Almaturidi, mereka banyak menggunakan akal dan filsafat untuk membantah pandangan lawan mereka dari kalangan Muktazilah, Jahmiyah dan lainnya ketika menetapkan hakikat din dan aqidah islam.
Perkembangan kelompk ini terbagi dalam beberapa fase, tidak dikenal namanya kecuali setelah wafat pendirinya, seperti sekte Asariyah yang belum dikenal kecuali setelah meninggalnya imam Hasan Alas’ari. Dan perkembangan sekte Maturidiyah ini bisa kita bagi dalam tiga fase sebagai berikut:
Fase pertama, Fase Ta’sis yang dimulai sejak munculnya sekte ini sampai tahun 300 H, yang terkenal dengan kegigihan mereka berdebat dengan Muktazilah. Tokoh pada fase ini; Abu Mansur Almaturidi dan Ashir Abu Hasan Alasy’ari. Fase kedua, Fase Takwin dari tahun 333-500 H. Fase murid-murid Almaturidi dan pengikutnya, Fase ketiga, Ta’lif dan Ta’shil dari tahun 500-700 H. Dan Fase keempat, Tawashu’ dan Intishar dari tahun 700-1300 H
Tokoh-tokoh
Muhammad bin Mahmud al-Maturidi
Pendiri dari kelompok Maturidiyyah, mempunyai bebreapa julukan seperti Imam Mahdi, Imam Ahlu Kalam dan Pemimpin Ahlus Sunnah. Di antara buku karyanya adalah: Kitab Tauhid dan kitab tafsir: Ta’wilaat Quran, Ta’wilaat Ahlus Sunnah
Abul Mu’in an-Nasfi
Ia adalah ulama yang paling dikenal di Maturidiyyah, bukunya yang terpenting adalah Tanshiratul Adillah.
Penyimpangan-penyimpangan dari Al-Maturidiyyah
Tauhid menurut mereka hanya rububiyyah dan asma wa shifat saja. Mereka menghapus sifat wajah, tangan Allah SWT. Dalam hal iman mereka menyerupai Murjiah Fuqaha.
Maroji tentang Al-Maturidiyyah
Bila anda ingin menambah wawasan tentang kelompok Muktazilah silahkan membaca kitab-kitab berikut: Manhaj al-maturidiyyah fil aqidah karangan Muhammad bin Abdurrhman al-Khumais dan al-maturidiyyah dirasah wa taqwiman karangan Dr. Ahmad bin Audhallah al-Harbi.
5. As-‘Ariyyah
Sebab penamaan dan Perkembangan
As-‘Ariyyah dinisbahkan kepada Abu Hasan Al-Asyari, setelah ia keluar dari mazhab Muktazilah dan menganut mazhab Ibnu Kullab. Aliran ini mulai berkembang pada abad keempat hijriyah. Lahirnya aliran ini adalah untuk meng-counter mazhab Muktazilah yang menafikan semua sifat Allah SWT.
Tokoh-tokoh
Abu Hasan Al-Asyari
Ia dikenal sebagai pendiri dari aliran Asyariyah, lahir pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 330 H. Ia mengalami tiga fase pemikiran dalam kehidupannya.
Fase pertama: Fase Mutazilah, fase terpanjang dalam hidupnya, ketika itu ia pernah belajar kepada Abu Ali Al-Juba’i Al-Mukyazili.
Fase kedua: Fase Kullabiyyah, fase ketika ia keluar dari aliran Muktazilah dan menganut pemikiran dari Ibnu Kullab. Ketika inilah ia disebut sebagai pendiri dari Asy-Ariyah.
Fase ketiga: fase ketika ia mengarang buku ‘Al-Ibnah an Ushul Diyanah’ yang menjadi ‘buku putih’ dari pemikiran sebelumnya, ia mengumumkan bahwa ia mengatakan sebagaimana perkataan Imam Ahlus Sunnah, Imam Ahmad bin Hanbal.
Abu Bakar Al-Baqilani
Seorang pembesar dari ulama ilmu kalam, sebagian karangannya adalah: Al-Inshaf, Al-Istibshar, Tamhiul Awail wa Talkhisud Dalail.
Abu Hamid Al-Ghazali
Dikenal sebagai Hujjah Islam. Ia mengalami perjalanan panjang dalam ilmu kalam yang mengantarkan pada kesimpulan bahwa ilmu kalam itu haram, dan di akhir hidupnya kembali kepada keyakinan Ahlus Sunnah, ia wafat sedang Shahih Bukhari berada di atas dadanya.
Abu Ma’ali Al-Huwaini
Pembesar dari ulama ilmu kalam, mendirikan sekolah An-Nadhamiyah di tempat asalnya Naisabur sambil menyebarkan aqidah Asy-ariyah. Di akhir hidupnya ia kembali pada aqidah Ahlus Sunnah dan mengharamkan ilmu kalam.
Fakhru Raazi
Seperti Al-Huwaini yang belajar ilmu kalam selama hidupnya dan kembali kepada Ahlus Sunnah di akhirnya.
Penyimpangan-penyimpangan dari Al-Maturidiyyah
Mereka menafsirkan tauhid hanya sampai pada tataran rububiyyah dan asma wa shifat, tanpa tauhid uluhiyyah. Dalam hal iman mereka meyakini bahwa iman itu cukup dalam hati saja.
Maroji tentang Al-Maturidiyyah
Bila anda ingin menambah wawasan tentang kelompok Muktazilah silahkan membaca kitab-kitab berikut: Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah wa Manhaj Al-Asairah karya Khalid bin Abdul Latif Nur, Manhaj Al-Asaira fil Aqidah karya Dr. Safar Hawali, dan Mauqif Ibnu Taimiyyah minal Asairah karya Dr. Abdurrahman Al-Mahmud.
[1] Ihsha’ al-Ulum: 71
[2] Al-Ta’rifat: 192
[3] Al-Mawaqif: 7
[4] Al-Muqaddimah: 458
[5] Maqalat al-Firaq: 68
[6] Qadim berarti azali dan kekal, yang tidak bermula dan berakhir. Ada perbedaan makna qadim antara ahli filsafat dengan ahli bahasa, ahli bahasa mendefinisikan qadim sebagai sesuatu yang didahului meskipun baru, sedangkan ahli filsafat mengatakan bahwa qadim adalah sesuatu yang tidak didahului artinya selalu ada.lihat Muhammad bin Ali al-Husaini al-Jurjani al-Hanafi, al-Ta’rifaat, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), cet.ke-2, hal. 173 dan Abu Hilal al-Askari, al-Furuq al-Lughawiyah, Tahqiq: Muhammad Basil Uyun al-Suud, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 2000 M), cet.ke-1, hal. 71
[7] Yang dimaksud tanzih adalah menetapkan keesaan Allah swt dengan menafikan qadim-Nya sifat-sifat-Nya. Karena dalam keyakinan Muktazilah, anggapan tentang qaimnya sifat sama dengan berbilangnya zat yang qadim yang dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Maka konsep tanzih Muktazilah lahir sebagai respon atas akidah Yahudi dan trinitasnya Nasrani.
[8] Atau agama Hindu; nama Barahimah berasal dari kata Brahma salah satu sesembahan dalam agama Hindu; agama ini muncul pada abad ke-8 SM. Dan Muktazilah termasuk kelompok yang sangat keras menentang pendapat Hindu di atas, bahkan mereka menyatakan bahwa kenabian itu sebuah kewajiban, al-Safaraini menyebutkan: “dan yang benar bahwa pengutusan para nabi adalah boleh secara akal dan wajib secara syariat” lihat al-Safaraini, Lawami’ al-Anwar al-Bahiyyah wa Sawathi’ al-Asrar al-Atsariyah sarh al-Durrah al-Mudhiyyah fi Aqidah al-Firqah al-Mardhiyyah, (Damsyiq: Muasasah al-Khafiqin, 1982 M), cet. ke-2, juz II, hal. 256