Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata,
مَا صَدَقَ اللهَ عَبْدٌ أَحَبَّ الشُّهْرَةَ
“Tidaklah jujur kepada Allah, seorang hamba yang mencintai ketenaran.”
Demikian halnya Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata secara mu’allaq:
“Saya katakan,
عَلاَمَةُ المُخْلِصِ الَّذِي قَدْ يُحِبُّ شُهْرَةً، وَلاَ يَشْعُرُ بِهَا أَنَّهُ إِذَا عُوتِبَ فِي ذَلِكَ لاَ يَحْرَدُ (أَيْ: لاَ يَغْضَبُ) وَلاَ يُبَرِّئُ نَفْسَهُ
“Tanda seorang yang ikhlas tetapi tanpa dia sadari mencintai ketenaran adalah jika ia ditegur dalam hal itu, ia tidak marah dan tidak menganggap dirinya bebas dari hal itu.
Ia justru menyadari (kekurangannya) dan berkata,”
رَحِمَ اللهُ مَنْ أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي،
“Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku.”
وَلاَ يَكُنْ مُعْجَبًا بِنَفْسِهِ؛ لاَ يَشْعُرُ بِعُيُوبِهَا، بَلْ لاَ يَشْعُرُ أَنَّهُ لاَ يَشْعُرُ، فَإِنَّ هَذَا دَاءٌ مُزْمِنٌ
“Janganlah dia menjadi orang yang merasa ujub (bangga), tidak menyadari aib-aibnya, bahkan tidak sadar bahwa dirinya tidak menyadari aib-aibnya. Ini adalah penyakit yang kronis”.
(Siyar A’lam an-Nubala karya adz-Dzahabi, 7/393)
Hakikat pujian adalah ujian, karena fitnah (ujian) itu bisa berupa ujian kebaikan maupun keburukan.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
ﻭَﻧَﺒْﻠُﻮﻛُﻢ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﺘْﻨَﺔً ﻭَﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan”.
(QS. Al-Anbiya’: 35).
Saudaraku.
Sesungguhnya pujian adalah ujian berupa kebaikan.
Karena ketika kita dipuji, boleh jadi kita akan merasa sombong dan merasa takjub pada diri sendiri, bahkan kita lupa bahwa semua nikmat ini adalah dari Allah Azza wa Jalla.
Kemudian kita merasa hebat dan sombong serta lupa bersyukur. Kagum terhadap diri sendiri merupakan suatu sifat yang bisa membinasakan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
Saudaraku.
Sesungguhnya kita lebih memerlukan doa daripada pujian, karena biasanya pujian dapat menipu dan menyesatkan diri kita.
Sufyan bin Uyainah berkata,
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ : ﻻ ﻳَﻐُﺮُّ ﺍﻟﻤَﺪﺡُ ﻣَﻦ ﻋَﺮَﻑَ ﻧﻔﺴَﻪُ
“Para ulama mengatakan, bahwa pujian orang tidak akan menipu orang yang tahu diri (tahu bahwa ia tidak sebaik itu dan banyak aib serta dosa).”
Saudaraku.
Karena itulah kita dilarangan untuk memuji dengan berlebihan.
Karena Allah Azza wa Jalla tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan…
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa bersikap tawadhu’ (rendah hati), tidak haus ketenaran dan lapar pujian untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb.
Saya suka perkataan berbahasa Arab ini.
كم من معروف في الأرض مجهول في السماء
وكم من مجهول في الأرض معروف في السماء
“How many people are famous on this earth but unknown in the heavens,
and how many are unknown on this earth but famous in the heavens.”
Wallahua’lam bishawab.
Oleh: Islamic Character Development
Masya Allah
Alhamdulillah..
Terima kasih kunjungannya