Hukum Mandi Bersama

Mandi adalah mengalirkan air pada sesuatu secara mutlak, adapun alghislu artinya adalah yang digunakan untuk mencuci seperti pasta,sabun,sampo dan lain sebagainya.

Secara istilah adalah mengguyurkan atau menyiramkan air yang bersih keseluruh sisi badan dengan cara yang khusus.

Dalam masalah mandi timbul permasalahan antar ulama, apakah yang dimaksud mandi hanya sekedar menguyurkan air kebadan atau harus dibasuhkan sebagai mana dalam wudlu. Adapun sebab perselisihan mereka karena adanya  dua hadist yang bertentangan ,yaitu hadist mandi yang menyebutkan dengan menggosok dan hadist Aisyah dan Maimunah,yang tidak disebutkan menggosokkan.

Maka timbul perselisihan tersebut antara yang memegang dhoir hadist dan yang mengambil qiyas.

Menurut malikiyah adalah menyiramkan air keseluruh badan dengan berniat,dan disertai menggosoknya agar sholatnya mewnjadi sah. Yyaitu membersihkan seluruh badan kecuali hal-hal yang sulit seperti kedua mata,karena dengan mencucinya bisa membahayakan.

Tujuan mandi ini adalah memperbarui semangat hidup dan membangkitkan kesemangatan, karena berjima’ itu mempengaruhi seluruh bagian dari badan, dan pengaruh itu bisa hilang dengaan mandi. Dan mandinya tersebut berpahala karena termasuk melaksanakan salah satu perintah Allah .

 Hukum Mandi Bersama

Tidak ada dalil khushus yang melarang mandi bersama atau biasa diistilahkan dengan mandi kebo baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, akan tetapi belum tentu mandi bersama itu diperbolehkan dan belum tentu juga dilarang.

Untuk membahas bab ini kami akan membagi menjadi tiga bagian:

Pertama, Bila yang mandi tersebut suami istri maka hukumnya boleh.

Berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِلَانَا جُنُبٌ وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَيَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ

Baca juga:   Apakah Malam Ganjil di Malam Jumat di 10 Malam Terakhir Sudah Pasti Lailatul Qadar?

Dari Aisyah ia berkata: Saaaya mandi bersama Rosulullah SAW dalam satu bejana , sedangkan kami dalam keadaan junub. (HR. Bukhori no 299)

Kedua, bila yang mandi tersebut adalah: laki-laki bersama laki-laki atau perempuan sama perempuaan.

Maka hukumnya tergantung dari dua hal: 

Bila mandi dengan membuka aurat (telanjang) maka hukumnyaa haram berdasar hadits berikut:

عن عبد الرحمن ابن أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.[ رواه مسلم ]

“ Dari Abi Said Al Khudri, dari ayahnya, sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: Tidak boleh laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan tidak boleh seorang perempuan melihat aurat perempuan lain “. (HR. Muslim no 338)

Dan Aurat artinya: Setiap apa yang harus ditutup atau yang haram dilihat.[3]

 Penjelasan hadits:

Diharamkan seorang laki-laki melihat aurat kawannya, dan wanita melihat aurat wanita lainnya dan ini tidak ada perselisihan  diantara para ulama .

Begitu juga laki-laki melihat aurat wanita, dan wanita melihat aurat laki-laki  adalah haram hukumnya merurut ijma’.

Sedangkan suami isteri maka diperbolehkan melihat aurat keduanya secara keseluruhan kecuali farj ( kemaluan ), melihat  farj ( kemaluan ) ada tiga hukum:

  • Makruh melihatnya tanpa adanya hajah dan tidak haram.
  • Haram melihatnya.
  • Diharamkan bagi laki-laki dan makruh bagi wanita.

Melihat perut kemaluan (باطن فرجها ) sangat dimakruhkan dan mendekati keharaman.[4]

Bila mandi dengan menutup aurat (berpakaian) maka hukumnya boleh.

Bila yang mandi tersebut perempuan bersama laki-laki selain suami istri, maka jelas haram hukumnya. Karena hal itu masuk dalam masalah iktilat. Tidak boleh seseorang lelaki berduaan bersama perempuan kecuali perempuan tadi ditemani oleh mahramnya.

Baca juga:   Haruskah Membuat Hijab Ketika Resepsi Pernikahan??

Dari hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ تَغْتَسِلَ الْمَرْأَةُ بِفَضْلِ الرَّجُلِ أَوْ يَغْتَسِلَ الرَّجُلُ بِفَضْلِ الْمَرْأَةِ وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang perempuan mandi dari sisa laki-laki atau seorang laki-laki mandi dari sisa perempuan. Namun hendaklah mereka mandi berbarengan (lewat wadah yang sama).” (HR. Abu Daud no. 81 dan An Nasai no. 239. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Beberapa faedah dari hadits di atas:

  1. Didikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat bagus karena seorang suami atau istri tidak baik jika mandi sendiri ketika junub, lalu datang pasangannya setelah itu. Namun yang lebih bagus ketika mereka mandi junub bisa berbarengan.
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki pada sesuatu yang lebih maslahat oleh umatnya walau mungkin sebagian malu untuk menceritakan.
  3. Antara suami istri boleh memandang satu dan lainnya, tidak ada batasan aurat antara keduanya. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa aurat antara suami istri adalah kemaluan, sehingga tidak boleh suami atau istri memandang kemaluan pasangannya. Ini adalah pendapat lemah dan terbantah dengan hadits yang sedang kita kaji.
  4. Hendaklah seorang suami juga melakukan hal yang bisa membuat keduanya semakin cinta dan berkasih sayang, serta romantis.
  5. Larangan mandi dari sisa istri yang disebutkan dalam hadits di atas adalah larangan ta’dib, bimbingan untuk melakukan yang lebih baik. Jadi bukan maksudnya adalah larangan haram. Karena dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari sisa istrinya, seperti dari bekas mandi Maimunah. Sebagiamana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, di mana Ibnu ‘Abbas berkata,
Baca juga:   Resume Fatwa MUI No 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dari sisa mandi Maimunah.” (HR. Muslim no. 323).

Dalam kitab sunan disebutkan,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى جَفْنَةٍ فَجَاءَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِيَتَوَضَّأَ مِنْهَا – أَوْ يَغْتَسِلَ – فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى كُنْتُ جُنُبًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمَاءَ لاَ يَجْنُبُ ».

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku, pen). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: Sesungguhnya air itu tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu Majah no. 370. Tirmidzi menshahihkan hadits ini).

Demikian sekilas penjelasan tentang hukum mandi bersama atau mandi kebo yang hari ini mulai banyak merebak terutama di kalangan kawula muda; semoga keterangan ini berguna untuk mengingatkan mereka dari perilaku buruk tersebut.

Maroji’:

  1. Jami’un Ahkamin Nisa’(1/25-26)
  2. Fathul bari bisyarhi shahih buhari, Ibnu Hajar al-Asqalani
  3. Shohih Muslim (1/164)
  4. Syarh Shahih Muslim, Imam An Nawawi.
  5. Dr. Wahbah Az-Zuhaily Wahbah Az Zuhaily,Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuhu, Darul Fikr, Beirut, Cet IV, 1418 H / 1997 M, Juz 1 hal 512
  6. Al Fiqh Al Manhaji, Dr Musthafa Al Khin dan Dr Musthafa Al Bugha.
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

  1. ass wr wb….mohon maaf…ada satu hal/permasalahan yg setelah saya cari2 belum menemukan jawabannya…. saya skrg ini menikah yg kedua kali dengan seorang Janda bawa 2 anak (dg usia 25 & 19 tahun)dari pernikahan sebelumnya….yang saya tanyakan adalah apakah benar sikap + tindakan istri yg dalam perhatian, kepedulian dan menghargai pada suaminya sering di kalahkan yg dilakukannya pada anak2nya…..trima ksh

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *