Integrasi dan Pengembangan Iptek dalam Pendidikan Islam

 Integrasi dapat dimaknai sebagai proses memadukan nilai-nilai tertentu terhadap sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang koheren dan tidak bisa dipisahkan atau proses pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi antara iptek dan pendidikan Islam esensinya adalah perpaduan antara dimensi agama dal ilmu.

Kemajuan teknologi dalam tiga dasawarsa ini telah menampakkan pengaruhnya pada setiap dan semua kehidupan individu, masyarakat dan negara. Dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang dapat menghindar dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Iptek bukan saja dirasakan individu, akan tetapi dirasakan pula oleh masyarakat, bangsa dan negara.

Sekarang yang menjadi persoalan sekaligus pertanyaan bagi kita tentunya adalah bagaimana dengan eksistensi pendidikan Islam dalam menghadapi arus perkembangan IPTEK yang sangat pesat tersebut. Bagaimanapun juga pendidikan Islam (terutama lembaganya) dituntut untuk mampu mengadaptasikan dirinya dengan kondisi yang ada. Disamping dapat mengadaptasi dirinya, pendidikan Islam juga dituntut untuk menguasai Iptek, dan kalau perlu merebutnya.

Pendidikan Islam mempunyai sesuatu kekuatan yang sangat signifikan dipertahankan atau dikembangkan. Hal ini mungkin dapat dilihat dari tataran filosofis atau konseptual dan pengalaman selama ini dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dari waktu ke waktu telah mampu tumbuh di tengah-tengah dinamika masyarakat.

  1. Motivasi kreatifitas anak didik ke arah pengembangan Iptek itu sendiri, dimana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya.
  2. Mendidik keterampilan, memanfaatkan produk Iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
  3. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan Iptek, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan yang memegang otoritas Iptek dalam bidang masing-masing.
  4. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni dan kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.

Jadi kesanalah pendidikan Islam diarahkan, agar pendidikan Islam tidak hanyut terbawa arus modernisasi dan kemajuan Iptek. Strategi tersebut merupakan sebagian solusi bagi pendidikan Islam untuk bisa lebih banyak berbuat. Kendatipun demikian, pendidikan Islam tentu saja tidak boleh lepas dari Idealitas Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berorientasikan kepada hubungan manusia dengan Allah SWT (Hablumminallah), hubungan manusia dengan sesamanya (Hablumminannas) dan dengan alam sekitarnya.

Baca juga:   Teach or Educate

Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan, dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi.

  1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ).
  2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
  3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
  4. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.

Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.

Dalam merencanakan program ini kita perlu mengidentifikasikan delapan masalah pokok.

  1. Apakah ajaran islam memberikan ruang lingkup berfikir kreatif manuia dan sejauhmana ruang lingkup tersebut diberikan kepada manusia.
  2. Potensi psikologis apasajakah yang menjadi sasaran pendidikan islamterutama dalam kaitan nya dengan kreatifitasyang berhubungan dengan perkembangan iptek.
  3. Bagaimana sistem metode pendidikan yang tepat guna dalam proses kependidikan islam yang kontekstual dengan iptek tersebut.
  4. Keterampilan-keterampilan apa saja kah yangdiperlukan anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan iptek modren sehingga dapat menyejahterakan kehidupan manusia, khusus nya umat islam.
  5. Sampai seberapa jauh anak didik diharapkan mampu mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negatif dari iptek.
  6. Sebalik nya, apakah nilai moral dan sosial keagamaan mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan iptek modren tersebut.
  7. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan yang dapat diandalkan untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan iptek tersebut.
  8. Gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan kembali dalamerencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek.
Baca juga:   Pengetahuan Metakognitif dalam Kurikulum 2013

Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan sosok guru professional yang mampu membuat sebuah ramuan perencanaan pembelajaran berbasis agama dan Iptek. Prasyaratnya guru ideal yang diharapkan dapat mendukung proses integrasi tersebut dapat mengacu kepada prinsip profesionalitas guru yang telah ditetapkan dalam UU No 14 tahun 2005 bab III pasal 7 sebagai berikut:

  1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
  2. Memiliki komitment untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwanaan dan akhlak mulia.
  3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
  4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
  5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
  6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai prestasi kerja.
  7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
  8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
  9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Adapun PP No 74 tahan 2008 tentang guru pasal 3 ayat 2 serta Permendiknas No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru menyebutkan bahwa terdapat empat kompetensi utama yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalisme keguruannya, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.

Sebagai seorang professional, dalam melaksanakan tugasnya guru harus mengacu kepada UU No 14 tahun 2005 pasal 20 yang mengungkapkan bawah guru berkewajiban untuk:

  1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
  2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan, teknologi dan seni.
  3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
  4. Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika.
  5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Baca juga:   Resume Launching Buku Online “Curriculum Renewal for Islamic Education: Critical Perspectives on Teaching Islam in Primary and Secondary Schools”

Berdasarkan kewajiban tersebut di atas, maka dalam prakteknya, proses integrasi ilmu dan agama melalui pembelajaran akan sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam meramu sebuah perencaan pembelajaran, karena ramuan rencana pembelajaran memang merupakan kewajiban pokok seorang guru sebelum dia melakukan interaksi pembelajaran bersama peserta didiknya.

Selain diperlukan sosok guru ideal yang mampu membuat ramuan perencanaan pembelajaran berbasis IMTAK dan IPTEK, dukungan iklim dan budaya sekolah pun akan sangat menentukan hasil dari proses integrasi.

Demikian halnya dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Peran kepemimpinan dari seorang kepala sekolah akan sangat menentukan hal tersebut dapat terwujud. Disamping peran serta yang optimal dari seluruh perangkat sekolah.

Dari uraian diatas, dapat kita ambil sedikit kesimpulan bahwa tantangan pendidikan islam sangatlah berat dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sebab itu pendidikan agama islam harus bisa memfilter budaya-budaya yang masuk melalui perkembangan iptek tersebut.

Kebijakan pendidikan Islam di Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh faktor-faktor telah dijelaskan diatas (dengan tanpa faktor politik pemerintahan), dan konsep pendidikan Islam yang kita harapkan adalah sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits serta sesuai dengan fitrah manusia. []

*Makalah presentasi materi Sistem Pendidikan Islam di STIT INSIDA Jakarta

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *