Kata Pengantar Buku Paradigma Puasa Yang Hilang

PARADIGMA PUASA YANG HILANG – Di jalan raya banyak pengendara sepeda motor dan mobil saling menyalip. Karena dulu sejak kecil mereka dididik untuk menjadi lebih cepat, bukan menjadi lebih sabar. Mereka dididik untuk menjadi yang terdepan dan bukan yang tersopan.

Di jalanan, pengendara motor lebih suka menambah kecepatan saat ada orang yang ingin menyeberang jalan. Karena dulu sejak kecil, setiap hari diburu dengan waktu, dibentak untuk bergerak lebih cepat dan gesit, bukan dilatih untuk mengatur waktu dengan sebaiknya dan dibuat lebih sabar serta peduli.

Hampir setiap instansi pemerintah dan swasta banyak pekerja yang suka korupsi. Karena dulu sejak kecil, mereka dididik untuk berpenghasilan tinggi dan hidup dengan kemewahan, bukan diajarkan untuk hidup lebih sederhana, ikhlas dan bangga kesederhanaan.

Hampir setiap tempat kita mendapati orang yang mudah marah dan merasa paling benar. Karena dulu sejak kecil, mereka sering dimarahi oleh orangtua dan guru, bukan diberi pengertian serta kasih sayang.

Hampir setiap sudut kota kita temukan orang yang tidak peduli pada lingkungan atau orang lain. Karena sejak kecil mereka dididik untuk saling berlomba menjadi juara dan bukan saling menolong untuk membantu yang lemah.

Jadi, potret dunia dan kehidupan saat ini adalah hasil dari paradigma yang kita buat. Semua berakar dari paradigma atau cara pandang yang salah, termasuk paradigma berpuasa, ada perbedaan antara konsep dan realita yang ada.

Ketika Ramadan, seseorang rela menerobos jalanan macet, menyalip kiri-kanan seraya membunyikan klakson panjang, membentak pengendara lain sambil berapologi bahwa dia sedang berpuasa, aku mau berbuka puasa di rumah bersama keluarga, buka jalan buatku! Ini perilaku orang yang pura-pura puasa karena tidak mampu mengendalikan diri dan menahan emosi. Terbentu karena pemahaman keagamaan kita dalam nuansa budaya atau religion understanding by culture, mengikuti kata orang lain, tanpa mengetahui konsep Islam sebenarnya.

Baca juga:   Rumah Terbakar di Desa Adipuro

Ini menunjukkan pentingnya ilmu sebelum beribadah, sebelum berpuasa dan sebelum masuk bulan Ramadan.

Kata ‘yang hilang’ dalam frasa ‘Paradigma Puasa yang Hilang’ menunjukkan ia sebenarnya ada dan telah difahami generasi awal Islam. Masa demi masa berlalu, membawa kita semakin jauh dari era generasi terbaik yaitu generasi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihiwasallam dan para Sahabat.

Perkara yang hilang ini kita menyadarinya, namun karena kebiasaan dan paradigma yang ada membuat kita tidak menyadarinya.

Buku ini dirajut berupa kumpulan tulisan yang mengajak untuk merenung Paradigma yang hilang dalam puasa, Sebagian besar adalah ilmu yang saya rangkum dari kajian dan ceramah dari guru dan mentor saya, Ust. Arifin Jayadiningrat. Cara pandang beliau yang dalam dan berbeda dari yang lain membuat saya ingin membagikannya kepada orang lain lewat tulisan. Tentu saja, di tempat yang terbatas ini tidak cukup, silakan mengunjungi laman Youtube Aksi Peduli Bangsa untuk menyimak kajian-kajian beliau.

Di buku ini, saya juga ketengahkan beberapa tulisan dari web pribadi di ahmadbinhanbal.com, sharing pengalaman ketika dulu mengajar Tahfidz Al-Quran dan mendidik anak-anak yang luar biasa, di antara mereka ada yang mampu menghafal Al—Quran meskipun menderita down syndrome dan epilesi (baca: Semangat menghafal Al-Quran meski down syndrome dan Epilepsi) dan juga artikel hasil penelitian saya tentang religiusitas pemuda Islam (baca: Sejaumana Refleksi ibadah kita).

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan bisa menjadi teman mengarungi madrasah Ramadan.

Selamat membaca!

Sumber: Buku Paradigma Puasa yang Hilang. Buku dapat dibeli di Deepublish Store

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *