Kepekaan Sosial Selama Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah bagi umat Islam dan diharapkan dapat menjadi berkah bagi umat lainnya. Di bulan Ramadhan umat Islam memiliki kewajiban menjalankan ibadah puasa. Saat berpuasa ini, selain berusaha meningkatkan keimanan kepada Allah SWT yang sifatnya vertikal, juga harus meningkatkan relasi yang baik dengan sesama manusia. Relasi yang baik dengan sesama manusia menunjukkan relasi yang sifatnya horizontal. Relasi yang baik ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kepekaan sosial.

Ibadah puasa memiliki tujuan salah satunya ikut merasakan kesusahan yang dialami oleh orang-orang yang tidak mampu. Kalau kita biasanya sehari-hari menanyakan kepada diri kita sendiri dengan ”besok kita makan apa?” biasanya orang yang tidak mampu akan bertanya kepada diri sendiri ”besok apa makan?”. Dua pertanyaan yang menunjukkan kondisi yang berbeda. Saat puasa, janganlah berlebihan untuk berbuka puasa. Maksudnya, memang seharian berpuasa dan janganlah alasan berpuasa ini membuat kita berbuka dengan berlebihan. Biasanya yang tidak ada menjadi diada-adakan untuk berbuka. Kalau ini terjadi maka bukan belajar empati merasakan kondisi orang tidak mampu tetapi malah menjadi konsumtif dan pemborosan. Kalau seperti ini, dan orang miskin mengetahuinya bagaimana perasaan mereka.

Mungkin kita yang mampu akan makan dengan nikmat tetapi yang miskin tetap saja seperti biasanya buka seadanya kalau ada yang dipakai berbuka, namun kalau tidak ada yang dibuat berbuka yang tidak makan. Inikah kepekaan sosial yang diajarkan di dalam bulan Ramadhan?. Bukan jawabnya.

Kepekaan sosial dapat dilatih dengan tidak berlebihan saat buka dan berbagi dengan yang membutuhkan dengan acara buka bersama atau berbagi makanan untuk berbuka.

Orang yang berpuasa juga dilatih untuk memiliki kepekaan sosial terhadap orang yang tidak berpuasa. Saat orang yang tidak berpuasa akan makan atau minum harus toleransi karena itu kebutuhan hidup. Jangan merasa itu sebagai bentuk ejekan atau kesengajaan. Memang ada yang sengaja, namun jadikanlah itu sebagai bentuk pelatihan diri sehingga ibadah puasa yang dijalankan terlihat perjuangan dan kebermaknaannya.

Terkait dengan perilaku Israf atau pemborosan, saya mengutip ceramah Dr. Faizah yang merupakan salah satu ahli edukasi di Ummul Qura yang saya ambil dari blog Sinta Yudisia . Beliau suatu hari memberikan ceramah di hadapan para mahasiswa Arab, Indonesia, dan mahasiswa berbagai belahan dunia yang lain.

Baca juga:   Pengaruh Al-Quran Terhadap Jiwa

“Dahulu, kafilah haji Indonesia adalah kafilah terkaya. Tidak ada peziarah yang lebih kaya dari kafilah Indonesia. Mereka memakai alat tukar emas! Setiap kali bertransaksi, orang-orang Indonesia menggunakan emas,” jelas duktur Faizah. “Tetapi sekarang lihatlah, orang Indonesia menjadi pembantu di negeri kita. Wahai kalian mahasiswa Arab, belajarlah dari Indonesia!

Kalau kalian tidak belajar, bisa jadi anak cucu kalian akan berbalik, menjadi pembantu di Indonesia. Apakah kalian tahu, apa yang menyebabkan Indonesia bangkrut seperti sekarang?”

Para mahasiswa menanti dengan tegang, tenang, hening, hanyut dalam irama nasihat duktur Faizah.

Duktur Faizah melanjutkan, “Israf. Bersikap berlebih-lebihan. Itulah yang membuat Indonesia bangkrut. Lihat orang Arab sekarang, beli baju satu, lalu dibuang tak dipakai lagi.”

Mengutip nasihat Said Nursi dalam buku Ramadan, Iqtishad dan Syukur bahwa Israf melahirkan sifat tidak qana’ah dan tamak. Tamak mampu memadamkan semangat dan kesungguhan berbuat baik dan mencampakkan seseorang dalam sifat malas dan bernanti nanti, membuka pintu keluh kesah dan kekecewaan dalam kehidupan. Dan Qana’ah akan membangkitkan semangat berusaha dan bekerja.

Mungkin video pendek yang saya buat tentang ‘Allah Bersama Orang yang Susah’ berikut bisa menyadarkan kita, ada saudara kita yang layak dibantu.

Mari kita kurangi konsumsi berlebih (Israf), bukan karena kita tidak berdaya, bukan karena tidak punya, tapi karena kita mampu mengendalikan diri kita sendiri.

Twitter: @JumalAhmad

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

4 Comments

  1. Amiin.
    Puasa menjadi Madrasah pelatihan agar semakin peka dengan orang sekitar terutama yang membutuhkan.

    Terima kasih atensinya di blog sederhana saya. Salam hormat atas komentarnya selama ini.🙏😊

  2. Haha…alinea terakhirnya…
    Syukurlah, klau sy stiap kli slsai bca blog yg sy follow sllu sy komen. Jd sntai sja, sy akn komen mski sadikit :))

    Btw, keren ya bln puasa bg muslim; mlatih kepekaan sosial. Tp bkn berhenti pd kepekaan sja kli ya, hrs diamalkan langsung, biar lbh kuat psannya. Btul gak?

    Smoga berkah sllu di bln ini dan di bln2 yg lain jg; ttp peka mksudnya 🙂

  3. Ok, sip. Sama2 mas. Slain krn emang udah difollow sih, sy emang suka bca2 kok mas. Blog yg sy follow, apapun kontennya spnjang bkn yg menyesatkan, psti sy usahakan bca dan tinggalkan komen, gitu mas klau sy. :))

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *