doa

Ketika Doa Terasa Buntu: 3 Bentuk Pengabulan Doa dalam Islam

Home » Ketika Doa Terasa Buntu: 3 Bentuk Pengabulan Doa dalam Islam

Seringkali, seorang hamba melalui masa-masa penuh ujian dalam hidup. Dalam penantian panjang setelah menunaikan berbagai amal kebaikan dan memanjatkan doa yang tak terhitung, ia mungkin merasa lelah, seolah-olah hanya kegelapan yang menjadi jawaban.

Khususnya ketika persoalan rezeki dan kesulitan hidup tak kunjung membaik, bahkan terasa semakin menjerat, munculah rasa kecewa yang mendalam. Ia merasa telah banyak berbuat berbagai hal, tetapi rizqi tetap tidak berubah, malah terpelanting memungut sengsara.

Perasaan ini, jika tidak disikapi dengan benar, dapat menyeret seseorang pada jurang prasangka buruk (su’udzon) kepada Tuhan, cenderung menyalahkan Tuhan, bahkan melihat Tuhan tidak adil. Karena ia mengira, Tuhan tidak lagi mau mendengar keluh kesahnya, tidak juga menyambut ratap tangisnya, malah tidak menghargai segala amal baiknya.

Padahal, sebagai seorang Muslim, kita memiliki landasan keyakinan yang kokoh untuk menepis keputusasaan tersebut. Allah SWT telah memberikan janji yang pasti dalam firman-Nya: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al Baqarah: 186). Dengan firman-Nya ini, Allah berjanji akan mengabulkan siapa saja yang berdoa kepada-Nya. Allah tidak mungkin menyalahi janji-Nya (QS 3: 9).

Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya, ”Siapa pun di antara orang Islam yang berdoa kepada Allah SWT dengan doa tidak untuk tujuan berbuat dosa dan tidak untuk memutuskan hubungan silaturahim, maka Allah pasti memberinya dengan salah satu dari tiga perkara: diberinya segera apa yang dimintanya dalam doa; ditangguhkannya untuk diberikan di akhirat (pahala); atau diselamatkannya dari keburukan yang setimpal.” (HR Bukhari).

Kunci untuk memahami mengapa doa seakan “terlambat” dikabulkan atau tidak sesuai dengan yang diminta terletak pada kebijaksanaan dan kasih sayang Allah yang melampaui batas pandangan manusia. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa setiap doa yang dipanjatkan oleh seorang Muslim—selama doa itu bukan untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturahim—pasti akan diberikan salah satu dari tiga bentuk pengabulan:

  1. Diberi segera apa yang diminta dalam doanya (dikabulkan sesuai permohonan).
  2. Ditangguhkan untuk diberikan di akhirat sebagai pahala yang besar, yang nilainya mungkin jauh melebihi apa yang diminta di dunia.
  3. Diselamatkan dari keburukan atau musibah yang setimpal dengan doa yang ia panjatkan.
Baca juga:   Baca Doa ini agar Tidak ada lagi Keinginan Bermaksiat

Dengan memahami konsep ini, seorang hamba sejatinya tidak akan pernah rugi dalam berdoa. Setiap lantunan doa, meski hasilnya tidak terlihat instan di dunia, telah menjadi investasi kebaikan dan perlindungan yang sangat berharga di sisi Allah.

Bahkan, terhindar dari sikap menyalahkan Allah, bahwa Allah sudah tidak peduli lagi dengan doanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. ”Seorang hamba doanya akan senantiasa dikabulkan selama tidak berdoa untuk perbuatan dosa, atau memutuskan silaturahim, serta selama tidak tergesa-gesa.”

Beliau ditanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa?” Rasulullah menjawab, ”Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi aku belum melihat doaku dikabulkan. Lantas ia merasa kecewa dengan hal itu, sehingga ia pun tidak mau lagi berdoa.” (HR Muslim).

Oleh karena itu, sikap yang paling berbahaya dan harus dihindari adalah tergesa-gesa dalam menilai pengabulan doa.

Inilah titik kritis yang membedakan hamba yang sabar dan berprasangka baik (husnudzon) dengan yang berputus asa. Berhenti berdoa karena merasa kecewa atau menyalahkan Tuhan adalah bentuk kesombongan yang tidak disadari, seolah-olah hamba mengatur waktu terbaik bagi Tuhannya.

Doa adalah Inti Ibadah

Sebaliknya, seorang Muslim harus senantiasa memelihara semangat berdoa. Doa, dalam Islam, bukan sekadar sarana meminta kebutuhan duniawi, melainkan inti (otak) dari ibadah (HR at-Tirmidzi). Ia adalah manifestasi ketundukan, pengakuan atas kelemahan diri, dan bukti keimanan yang paling tulus kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Keyakinan penuh adalah ruh dalam berdoa. Rasulullah SAW bersabda, “Berdoalah kepada Allah dan bersama itu kalian merasa yakin akan dikabulkan.” (HR Ahmad).

Maka, ketika kesulitan hidup datang, dan rezeki terasa berat, seorang hamba yang beriman akan menjadikan keadaan tersebut sebagai momentum untuk:

  1. Meningkatkan kualitas ibadah dan amal saleh (sebagai syarat terkabulnya doa).
  2. Memperkuat keyakinan (husnudzon) bahwa Allah sedang menyiapkan yang terbaik, entah dalam bentuk pengabulan, pahala akhirat, atau perlindungan dari musibah.
  3. Terus memohon dengan sabar dan tidak putus asa, karena terus berdoa adalah ibadah yang sangat dicintai-Nya, dan merupakan tanda keteguhan iman.
Baca juga:   Doa Meminta Anak Yang Shalih

Intinya, seorang hamba tidak perlu merasa lelah apalagi kecewa. Pungutan sengsara yang dirasakan di dunia adalah ladang pahala dan penggugur dosa. Selama ia terus berdoa, ia sedang menjalankan ibadah mulia dan dijamin mendapat kebaikan dari Allah SWT. Tugasnya hanyalah berusaha, berdoa, dan yakin sepenuhnya pada janji serta waktu terbaik dari Sang Maha Pengabul.

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

dukungan media dakwah jumal ahmad
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Nawala

Masukkan email Anda di bawah ini dan berlangganan nawala kami

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *