Allah SWT telah memuliakan uamt ini, dimana Dia telah menjadikan hati orang-orang yang shalih sebagai tempat pemeliharaan firman-firman-Nya dan dada-dada mereka sebagai mushaf untuk menjaga ayat-ayat-Nya. Allah SWT berfirman dalam salah satu hadits Qudsi: “Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk menguji dirimu dan Aku menguji denganmu. Dan aku telah menurunkan sebuah kitab kepadamu, yang tidak akan luntur karena air, engkau membacanya di kala tidur maupun terjaga.” (HR Muslim, 4/2197 no: 2865) yang maksudnya bahwa al-Quran ini terjaga di dalam hati kaum muslimin, tidak disapa oleh kepunahan. Bahkan ia abadi sepanjang masa.
Salah satu mukjizat dari al-Quran adalah mudah untuk dihafal dan Imam Abu Hasan al-Mawardi dalam kitab A’lam an-Nubuwahmemasukkan hal ini sebagai pertanda kekhususan Ilahi, dimana Allah mengutamakannya dari kitab-kitab selainnya.
Kedudukan dan keutamaan al-Hafiz
Pertama, memiliki derajat dan kedudukan yag lebih tinggi dari yang lain ketika di akhirat, hal ini sebagaimana hadits Nabi SAW:“Dikatakan kepada ahli al-Quran: Bacalah dan naiklah dan tartilkanlah bacaanmu sebagaimana engkau dulu membacanya secara tartil di dunia, karena sesungguhnya temoatmu terketak di akhir ayat yang engkau baca.” (HR Abu Daud, 2/73 no: 1464) at-Thiby mengomentari hadits ini mengatakan: “Bacaan al-Quran bagi mereka seumpama tasbih bagi para malaikat, dimana mereka tidak disibukkan oleh berbagai macam kelezatan dunia, karena bacaan al-Quran bagi mereka merupakan kelezatan yang terbesar.”[6]
Kedua, al-Hafiz didahulukan urusannya, baik di dunia maupun akhirat, di antaranya ia lebih berhak menjadi pemimpin, sebagai contoh Umar ra pernah menyetujui pilihan Nafi bin Abdul Harits yang mengangkat budaknya sebagai pemimpin karena ia adalah seorang hafiz, umar teringat sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya Allah SWT mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini dan menghinakan pula kaum yang lain.”(HR Muslim, 1/559 no: 817), al-Hafiz lebih berhak menjadi imam, pendapatnya lebih didahulukan dalam syura dan al-hafiz didahulukan penguburannya.
Ketiga, al-Hafiz adalah Ahlullah dan kekasih-Nya, Rasulullah SAW bersabda: “Seungguhnya Allah SWT memiliki kekasaih dari manusia, para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, siapakah mereka? Nabi menjawab: “Mereka adalah ahlu al-Quran, mereka menjadi Ahlullah dan kekasih-Nya.” (HR Ibnu Majah, 1/78 no: 215)
Keempat, Jasad seorang hafiz tidak dapat tersentuh api neraka,Rasulullah SAW bersabda: “Kalau sekiranya al-Quran itu berada di atas kulit, niscaya ia tidak akan termakan api.” (HR Ahmad, 4/155)maksud dari api dalam hadits ini adalah api neraka dan orang yang selalu menghafal dan membaca al-Quran tidak akan dijlat oleh api neraka.
Kelima, Seorang hafidz adalah orang yang arif di surga, Rasulullah SAW bersabda: “Para qari’-qari’ah itu adalah orang yang arif di surga”. (HR Ibnu Jami’ dalam kitab Al-Mu’jam)
Keenam, Seorang hafidz adalah pembawa panji-panji Islam, Dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW bersabda: “Orang yang hafal Al-Quran itu adalah pembawa panji-panji Islam. Siapa yang memuliakannya berarti ia memuliakan Allah, dan siapa yang menghinanya, maka ia akan dilaknat oleh Allah SWT” (HR Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus) Ketujuh, Alhafidz dapat memberikan syafaat kepada keluarganya, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca Al-Quran dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, dan memberinya hak syafaat untuk sepuluh anggota keluarganya dimana mereka semuanya telah ditetapkan untuk masuk neraka”.(HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Setelah mengetahui keutamaan-keutamaan ini maka hendaknya seorang muslim berkeinginan kuat untuk bisa menghafal al-Quran, dan berikut ini kami sampaikan pesan zahabi (pesan emas) yang diriwayatkan dari Imam az-Zahabi di dalam kitab Siyaru ‘Alam an-Nubala dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: “Hendaklah kalian bertaqwa kepada Allah, karena ia merupakan pangkal dari segala sesuatu. Berjihadlah, karena ia merupalan dalil-dalil ke-Islam-an. Dan hendaklah kalian mengingat Allah dan membaca al-Quran, karena ia merupakan Ruh-mu di Ahli langit dan zikirmu di Ahli bumi.” (Nuzhatul Uqala’ Tahzib Siyaru ‘Alam an-Nubala: 2/247)[7]