AHMADBINHANBAL.COM – Muhammad Syahrur adalah intelektual muslim kontemporer dari Suriah. Latar belakang pendidikan formalnya bukan studi agama Islam, sehingga banyak gagasan Syahrur dianggap kontroversial oleh sebagian orang, termasuk tentang lailatulkadar.
Inzal dan Tanzil
Syahrur menganalisa konsep lailatulkadar menggunakan analisa ayat-ayat yang ada didalam Alquran. Pertama, ia mengurai surat Al-Qadr sebagai surat yang paling banyak dirujuk ketika membicarakan fenomena lailatul qadr. Menurut Syahrur, kata inzal dalam ayat inna anzalnahu fii lailatil qadr berarti proses menuju penerimaan akal. Sesuatu yang sebelumnya tidak dapat diterima oleh akal menjadi bisa diterima dengan jelas (min ghairul mudrak ilal mudrak) . Ia mengandung proses rasionalisasi sekaligus penegasan sebuah eksistensi (ja’l). Karena sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal akan dianggap sebagai sesuatu yang tidak eksis.
Dalam konteks ini, yang dimaksud Syahrur adalah proses Alquran yang sebelumnya tidak terjangkau oleh akal manusia kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab, sehingga dapat dimengerti oleh akal manusia. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa gagasan Syahrur meyakini Alquran sebagai makhluk karena ia muhdats (baru, sesuatu yang diciptakan).
Perbedaan inzal dengan tanzil adalah bahwa inzal hanya digunakan untuk Alquran, dan hanya digunakan dalam fenomena lailatulkadar. Sedangkan penurunan selain Alquran selalu menggunakan kata tanzil. misalnya dalam ayat tanazzalu al-malaikatu wa ar-ruh fiihaa. Inzal memiliki sifat kontinuitas, terus-menerus turun. Adapun tanzil bersifat sekali turun dan setelah itu tidak terjadi lagi.
Makna Lailah dalam Alquran
Lailatulkadar menurut Muhammad Syahrur, dimulai dari pemaknaan lailah. lailah dalam ayat fii lailatil qadr diartikan secara umum oleh banyak ulama dengan kata “malam”. Pertanyaan yang muncul adalah malam bagi belahan bumi yang mana? Solo, Makkah, atau London? Mengingat bumi selalu mengalami siang-malam terus menerus secara bergantian. Jadi malam hari selalu ada di bumi selama 24 jam, hanya saja ia berjalan tanpa henti mengelilingi bumi.
“Dari perspektif ini, pengertian kata lail sebagai ‘waktu malam’ menjadi tidak relevan. Adapun jika kita memahami kata ini sebagai kegelapan (al-zhalam), sebagaimana dalam firman Allah al-hamdu lillahi al-ladzi khalaqa al-samawati wa al-ardha waja’ala al-zhulumati wa al-nura (al-An’am: 1) dan firman-Nya: wa al-fajr walayalin ‘asyr (al-Fajr:1-2). Kita dapat memahami bahwa al-lauh al-mahfuzh dan al-imam al-mubin tidak tunduk pada konsep waktu kapanpun, baik malam ataupun siang, melainkan bahwa kegelapan dalam wujudnya mendahului keberadaan cahaya”, jelasnya.
Setelah terjadinya Big Bang Pertama, materi mengalami evolusi yang sangat panjang hingga terciptalah percikan sinar (dau’) dan muncullah cahaya (nur). Proses al-inzal pada Alquran terjadi dalam suatu periode waktu yang sesuai dengan waktu kehidupan kita di bumi pada bulan Ramadhan. Tetapi Ramadhan tahun berapa? Kita tidak tahu. Oleh karena itu, ketika Nabi menjelaskan waktu tersebut, jika benar, “pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan,” Nabi bermaksud memberikan batasan rentang waktu selama sepuluh hari, beliau tidak membatasi pada satu malam saja.
Ungkapan ini, dari sisi ilmiah adalah ungkapan yang sangat detil dan tepat, karena rentang waktu tersebut relevan dengan seluruh waktu dipermukaan bumi. Istilah ‘lailah al-qadr’ adalah sebuah istilah untuk menandai waktu penetapan perintah Tuhan semesta alam untuk menampakkan Alquran dalam redaksi linguistik Arab yang terang. Dengan kata lain, proses al-inzal dan ja’l pada Alquran hingga berbahasa Arab telah berlangsung secara sempurna. Pada bentuknya yang baru ini, Alquran dapat diterima oleh pengetahuan manusia.
Kata Qadr, dalam gagasan yang disampaikan oleh Syahrur, memiliki makna yang menujukkan pada ukuran sesuatu, kondisi, sifat-sifat, dan tujuan akhir. Jika kita menyebut qadarahu kadza, itu berarti menentukan tujuan akhirnya. Pada masa Nabi Muhammad, gramatikal bahasa Arab telah mencapai evolusi tertingginya. Sehingga proses inzal telah mencapai tujuan akhir karena ia sudah dapat dipahami dengan baik melalui bahasa Arab.
Lebih Baik daripada Seribu Bulan?
Syahrur tidak sepakat dengan pemaknaan alfu syahr sebagai seribu bulan. Menurutnya, kata alfu memiliki dua kemungkinan penafsiran. Pertama, ribuan kejadian yang terjadi pada malam lailatul qadr tidak lebih mulia daripada peristiwa turunnya Alquran. Artinya, ribuan peristiwa selain turunnya Alquran, dibandingkan dengan peristiwa turunnya Alquran, pada waktu yang sama, akan tetap lebih mulia peristiwa turunnya Alquran. Dalam surat ad-Dukhan ayat 4 Allah berfirman: fiihaa yufraqu kullu amrin hakiim (pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah).
Kemungkinan makna kedua adalah bahwa kata alfu berasal dari alafa yang artinya pengumpulan sesuatu. Secara substansial makna kedua ini sama dengan makna yang pertama. Yaitu bahwa segala peristiwa yang dikumpulkan, dibandingkan dengan peristiwa turunnya Alquran, maka akan lebih mulia peristiwa turunnya Alquran.
Ayat terakhir dalam surat al-Qadr berbunyi salamun hiya hatta mathla’il fajr. Ayat ini memiliki arti bahwa peristiwa nuzulul Quran akan selalu berulang setiap tahunnya ketika bulan Ramadhan. Menurut gagasan Syahrur, peristiwa ini terus berlangsung dan akan berakhir pada waktu peniupan sangkakala pertama pada hari akhir, yaitu ketika Big Bang Kedua terjadi di alam semesta, sehingga di akhir episode semesta ini akan muncul ciptaan alam baru yang akan memunculkan peristiwa kebangkitan, penghitungan amal manusia, surga dan neraka. Oleh karena itu, Allah berfirman, hatta mathla’ al-fajr.
Pemahaman yang menyatakan bahwa mathla’ al-fajr berarti terbitnya matahari atau waktu subuh adalah pendapat yang sudah tidak relevan lagi. itulah gagasan tentang lailatul qadar versi Muhammad Syahrur. Allahlah Yang Maha Mengetahui.
Sumber
Tulisan Dr. Muhammad Syahrur di Fans Pagenya pada tanggal 3 Juli 2016, link, diakses pada 11 Maret 2023
Video Youtube Al-Inzal wat Tanzil, https://www.youtube.com/watch?v=PoB_6OVCLPg, diakses pada 11 Maret 2023
Takwil Lailatul Qadar menurut Muhammad Syahrur, kalimahsawa.id, 14 Jui 2020, link: https://kalimahsawa.id/takwil-lailatul-qadar-menurut-muhammad-syahrur/, diakses pada 11 Maret 2023