Allah Swt berfirman: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Qs. Al-An’am: 44)
Berbicara tentang teknologi, ayat di atas layak menjadi renungan. Dibukakan oleh Allah untuk kita semua lewat Handphone, yang dekat menjadi jauh dan internet memberikan informasi yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya.
Allah Swt yang sudah menciptakan semua kemudahan ini dan Dia sudah memperingatkan bahwa kemudahan ini justru menyibukkanmu.
Berapa kali kita buka WA dan berapa kali kita membuka Al-Quran? Lebih sebang dengan pesan manusia daripada pesan Allah, enggan dengan Al-Qur’an, sibuk di grup A, ada pesan apa, siapa kirim foto, ada berita hits apa hari ini? Inilah fenomena yang disebut dengan syndrome Nomophobia, yaitu ketakutan seseorang ketika tidak memegang handphone/smartphone.
Fenomena ini akan sedikit kita bahas di blog ini dan di akhir kami ketengahkan juga pengalaman kami hidup tanpa HP ketika di pesantren.
Kemajuan teknologi telah membuat perubahan dan loncatan besar pada peradaban manusia, khususnya generasi masa kini. Smartphone adalah salah satu wujud dari daya ungkit peradaban manusia tersebut.
Peradaban manusia masa kini telah mengalami perubahan karakter yang sangat drastis yang diakibatkan oleh kehadiran benda kecil hasil dari kemajuan dan loncatan teknologi tersebut.
Banyak kemudahan dan kemajuan yang bisa dicapai berkat kehadiran smartphone. Namun bak pedang bermata dua, kehadirannya juga disertai berbagai pengaruh negatif.
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili pernah memberikan nasehat kepada orang yang kecanduan dengan smartphone sampai melupakan kewajiban kepada anak dan istri. Beliau memberikan satu kaedah bahwa sesuatu yang bisa melengahkan dari kewajiban hukumnya haram dan sesuatu yang bisa melengahkan dari keutamaan hukumnya makruh.
Jika seseoarang terlalu sibuk dengan smartphone dan sosial media dan lalai menunaikan kewajiban syar’i kepada anak dan istri atau seorang pegawai yang lebih asyi dengan smartphone ketimbang melakukan kewajiban pekerjaan maka seperti ini tidak boleh dan bisa menjurus kepada keharaman.
Atau seseorang yang mementingkan smartphone dari mengejar keutamaan, seperti kuat berlama lama di smartphone tapi jarang membaca Al-Quran, padahal kalau sekiranya waktu yang terbuang dimanfaatkan untuk membaca Al-Quran, sudah beberapa lembar dan beberapa juz dia dapat.
lalu beliau memberikan nasehat bahwa smartphone dan sosial media jika digunakan dengan baik bisa mendatangkan manfaat yang baik pula, hendaknya kita berhati-hati saat menggunakannya agar tidak melalaikan dari kewajiban karena Allah Swt melihat semua gerak gerik kita.
Seperti inilah gambaran kehidupan rumah tangga yang istri, suami bahkan anak anak selalu bermesraan dengan handphone.
Sampai kapan kita terus bermesraan dengan handphone? Kebiasaan ini akan berdampak buruk suatu saat nanti ketika kita sudah berumah tangga. Mana yang lebih penting, anak, suami, istri atau ponsel kita?
Seorang psikolog Dr. Gary Chapman, dalam bukunya “Lima Bahasa Cinta” mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis yang harus diisi. Lebih tepatnya jika anak membutuhkan, maka orangtuanya yang sebaiknya mengisi. Anak yang tangki cintanya penuh maka dia akan suka pada dirinya sendiri, tenang dan merasa aman. Hal ini dapat diartikan sebagai anak yang berbahagia dan memiliki “inner” motivasi.
Anak memiliki kebutuhan yang hanya bisa dipenuhi oleh orang tuanya. Anak butuh mendapatkan rasa aman, butuh penerimaan dan cinta, butuh untuk dikontrol. Namun bagaimana kebutuhan ini terpenuhi jika orang tuanya, terutama ibunya selalu sibuk untuk BBM, Chat, Line atau melakukan hal-hal apapun dengan handphone sepanjang waktu.
Menurut Kerry Patterson, penulis terlaris New York Times, empat dari lima orang percaya bahwa komunikasi yang buruk memainkan peranan penting dalam terputusnya hubungan.
Therapist Nancy B. Irwin mengatakan bahwa konflik sering muncul akibat dari komunikasi yang tidak tersalurkan, harapan yang tidak terpenuhi atau niat yang terhalangi.
Maka penggunaan handphone yang tidak mengenal waktu juga akan mengganggu proses komunikasi antara suami istri. Bisa-bisa kita lebih sering bermesraan dengan handphone daripada suami atau istri.
Nomophobia
Nomofobia (bahasa Inggris: Nomophobia, no-mobile-phone phobia) adalah suatu sindrom ketakutan jika tidak mempunyai telepon genggam (atau akses ke telepon genggam).Istilah ini pertama kali muncul dalam suatu penelitian tahun 2010 di Britania Raya oleh YouGov yang meneliti tentang kegelisahan yang dialami di antara 2.163 pengguna telepon genggam.
Studi tersebut menemukan bahwa 58% pria dan 47% wanita pengguna telepon genggam yang disurvei cenderung merasa tidak nyaman ketika mereka “kehilangan telepon genggam, kehabisan baterai atau pulsa, atau berada di luar jaringan”, dan 9% selebihnya merasa stres ketika telepon genggam mereka mati. Separuh di antara mereka mengatakan bahwa mereka gelisah karena tidak dapat berhubungan dengan teman atau keluarga mereka jika mereka tidak menggunakan telepon genggam mereka. (wikipedia)
Secara sederhana pengguna smartphone merasa mendapatkan sesuatu hal yang baru dan sesuai dengan apa yang diharapkanya. Tanpa sadar pengguna smartphone memiliki rasa puas ketika kebutuhan tersebut dikabulkan smartphone dan sulit melepaskan diri dari smartphone.
Di Inggris, perusahaan survey merilis bahwa warganya 66 persen mengalami nomophobia. Biasanya para pengguna mengecek ponselnya dalam sehari sebanyak 34 kali, dan 41 persen memiliki lebih dari satu ponsel. Sementara di Australia 9 dari 10 pengguna ponsel mengaku merasa gelisah bila jauh dari ponselnya. Bagaimana dengan Indonesia? Sebuah survei membuktikan 69% penduduk Indonesia mengidap Nomophobia.
Nomophobia Syndrome bisa dilihat dari gejala yang dialami seperti dibawah ini :
- Anda selalu ingin dekat dengan gadget yang anda miliki yaitu smartphone anda.
- Setiap kegiatan yang anda lakukan tidak akan terasa menyenangkan jika anda jauh dari smartphone yang anda miliki.
- Anda akan merasa panik jika keadaan dari baterai smartphone anda lowbat dan ingin segera mengisi daya pada baterai anda tersebut.
- Kurangnya sosialisasi berhadapan secara langsung karena cenderung anda lebih senang dengan smartphone anda dan hanya ingin bersosialisasi via jejaring social media saja.
- Game addicted (kecanduan game)
- Sindrom FoMO (Fear of Missing Out) atau lebih dikenal sebagai ketergantungan.
Berikut ini adalah beberapa efek negatif dari nomophobia yang berhasil saya rangkum:
- Stres. Penderita nomophobia memiliki kecenderungan terhadap tingkat stres yang tinggi.
- Kurang Fokus. Penderita nomophobia akan memiliki keterikatan dengan gadget yang sangat kuat. Hal ini lah yang menyebabkan pikiran orang tersebut akan selalu fokus dengan gadgetnya, meskipun dia sedang melakukan aktifitas lain.
- Anti sosial. Penderita nomophobia menghabiskan lebih banyak waktu dengan membuka jejaring sosial atau bermain di ponsel pintarnya. Mereka akan terjebak dengan kebahagiaan yang mereka dapatkan di dunia maya.
- Insomnia. Salah satu efek stres akibat nomophobia bisa diekspresikan dalam bentuk gejala insomnia. Rasa tidak mau berpisah dengan ponsel pintar memberi instruksi kepada otak untuk terus menerus memikirkannya sehingga mengusir rasa kantuk.
- Lebih banyak menghabiskan waktu menatap layar handphone dibandingkan dengan menatap lawan bicara dan tidak konsentrasi pada pekerjaan.
Apakah anda seorang Nomophobia? Silahkan coba tes dibawah ini, hitung hasilnya dan lihat berapakah skor anda, apakah nomophobia atau bahkan sampai addict?
Kisah Seorang Nenek
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili menceritakan kekagumannya terhadap seorang nenek yang memiliki beberapa anak. Ketika anak-anaknya mengunjungi mereka dan melihat mereka bermain HP atau membaca SMS maka di depan pintu rumahnya dia siapkan satu keranjang dan ia katakan pada anak-anaknya, “Siapa yang ingin masuk rumahku, letakkan handphone disini, masuk bersamaku dan bercakap bersamaku, jika sudah selesai baru boleh mengambil handphone”.
Kisah di atas memberikan satu pelajaran penting bagaimana membatasi diri dengan handphone, yaitu dengan membuat kesepakatan dan perjanjian ketika berkumpul keluarga jangan ada yang bermain HP atau ketika dalam pertemuan atau ketika nongkrong buat kesepakatan tidak boleh memegang handphone kecuali penting seperti ada telpon dari rumah atau orang tua.
Peraturan Khas Pesantren, Larangan Membawah Handphone
Saya pernah jadi santri, dan menurut saya peraturan tidak boleh bawa HP adalah suatu hal yang wajar. Malah rata-rata disemua pondok pesantren pasti tidak membolehkan santrinya membawa HP. Pokoknya yang pernah nyantri pasti peraturan ini.
Di Pesantren program berasrama membiasakan para santri untuk tidak banyak bergaul dengan HP, mereka tidak boleh membawa HP ke pesantren dan jika ada orang tua yang ingin berbicara dengan anaknya, silahkan menelpon ke No HP pesantren yang sudah disiapkan untuk komunikasi antara santri dan wali santri. Keadaan demikian sangat baik untuk menunjang konsentrasi dan fokus anak belajar.
Sanksi tegas diberikan untuk santri yang dengan sengaja membawa Handphone ke pesantren, biasanya disita oleh ustadz dan baru dikembalikan ketika santri akan pulang liburan, kalau masih ngeyel dan supaya jadi pelajaran bagi yang lain kadang handphone dibanting di depan teman-temannya.
Saya baru kenal HP setelah lulus Aliyah di Nurul Hadid, Cirebon, peraturan disana persis seperti yang saya ceritakan di atas. Lulus dari Aliyah saya bertugas mengajar di Semarang di pesantren Darur Robbani, Nggentan, nah baru di tempat ini saya kenal HP, saya dapat amanah memegang ponsel pesantren yang waktu itu masih Nokia jadul yang super tebal itu, kalau ada santri yang ingin telpon ke orang tua, urusannya ke saya.
Di beberapa pesantren, sekalipun sudah diumumkan larangan membawa Hp masih ada saja yang melanggar, dan santri pintar sekali menyimpan Hp mereka di lemari atau di tempat yang tidak ada yang tahu kecuali dia dan Allah Swt 🙂
Ada satu pesantren yang jauh dari sinyal HP dan ini malah jadi kelebihan pesantren ini yaitu Pesantren Luqman Al-Hakim di desa Prampelan, Adipuro, Magelang, desa tempat saya lahir. Di tempat ini susah sekali mendapatkan sinyal karena posisinya yang paling tinggi, di atasnya sudah tidak ada desa lagi. Karena susah sinyal maka para santri disana bisa fokus belajar dan menghadal Al-Quran, dan beberapa wali santri ingin memasukkan santrinya kesini salah satu alasannya karena jauh dari jangkauan sinyal, sehingga hasil didikannya dan hafalannya lebih mantap.
PHUBBING ATAU MABUK GAWAI
Selain Nomophobia, sekarang berkembang istilah PHUBBING atau Mabuk Gawai.
Phubbing adalah istilah sibuk main hp dan mengabaikan orang dihadapan kita, itulah yang terjadi, pola anti social. Stop phubbing kalau kita sedang berhadapan atau sedang dalam pertemuan. Ini kata baru dan sedang diadakan campaign anti phubbing.
📱📲📱📲📱📲
JAUHI PHUBBING
Enam tahun silam, tepatnya pada bulan Mei 2012 para ahli bahasa, sosiolog, dan budayawan berkumpul di Sidney University. Hasil pertemuan tersebut melahirkan satu kata baru dalam tata bahasa Inggris.
Kata tersebut adalah phubbing. Yaitu sebuah tindakan seseorang yang sibuk sendiri dengan gadget di tangannya, sehingga ia tidak perhatian lagi kepada orang yang berada di dekatnya.
Karena sudah menjadi fenomena yang sangat umum, dunia sampai memerlukan sebuah kata khusus untuk penyebutannya. Kini kata phubbing secara resmi sudah dimasukkan dalam kamus bahasa Inggris di berbagai negara.
Ketika menemani anak-anak mengerjakan tugas sekolah, setiap satu menit sekali kita melirik layar handphone kalau-kalau ada notifikasi yang masuk.
Pada momen makan berdua di restoran dengan istri, hape diletakkan sedekat mungkin di sisi kita dan mampu menyelak obrolan apapun ketika ada suara pesan dari medsos. Ya Rabb. Kita sudah menjadi phubber sejati.
Padahal Rasulullah sangat memperhatikan adab saat berbicara dengan orang lain. Dalam kitab Syamail Muhammadiyah, disebutkan Baginda Nabi selalu perhatian kepada lawan bicaranya. Bila ia tertawa maka Nabi ikut tertawa. Jika ia takjub terhadap apa yang sedang dibicarakan maka Nabi juga ikut takjub.
ولا يقطع على احد حديثه
“Dan Rasulullah tidak pernah memotong pembicaraan orang lain.”
(Hadist Riwayat Tirmidzi)
Bahkan saya pernah duduk di suatu masjid untuk shalat Jumat, dan pemuda di samping saya bermain medsos sepanjang khutbah! Ini namanya bukan lagi phubbing kepada orang lain, tetapi kepada Allah!
Karena sejatinya sejak langkah pertama kita masuk ke baitullah (masjid) maka kita sudah berhadapan kepada Allah. Sungguh mengherankan kalau ada orang niat mau shalat Jumat ke masjid kok bawa hape.
Saudaraku, mari kita benahi diri sendiri. Tidak berarti kita berhenti gunakan hape, tapi setidaknya kurangi phubbing sebisa mungkin. Hargai orang-orang di sekitar kita. Dan lebih penting lagi, kita teladani Rasulullah sebagai panutan kita.
Jangan sampai handphone yang kita beli dengan keringat hasil usaha sendiri ini, justru memisahkan kita dengan orang-orang yang kita sayangi. Bahkan memisahkan kita dengan Rasulullah.
Sekian. Semoga kita bisa belajar lebih bijak dalam menggunakan teknologi.
https://polldaddy.com/js/rating/rating.js
https://polldaddy.com/js/rating/rating.jshttps://polldaddy.com/js/rating/rating.jshaaa
terapi alat vital
Terima kasih kembali sudah mampir di blog sederhana saya.
Mengulas sisi lain dari pemakaian handphone. Terima kasih sudah mencerahkan mas.