Makna Hamm (Hasrat) dalam Surat Yusuf

Makna Hamm -Terkait dengan kajian utama perihal nabi Yusuf as ini, kita dapati teks otentik yang tidak ada keraguan sedikitpun yaitu firman Allah swt.

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِۦ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَآ أَن رَّءَا بُرْهَٰنَ رَبِّهِۦ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلْفَحْشَآءَ ۚ إِنَّهُۥ مِنْ عِبَادِنَا ٱلْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)

Sebelum mengkaji ayat ini, hal yang harus kita yakini adalah Yusuf as merupakan nabi Allah; ia manusia yang terpelihara dari dosa, bahkan terpelihara dari berpikir tentang dosa.

Logikanya, tidak mungkin Yusuf as melakukan tindakan maksiat dengan mendekati perempuan tersebut, atau bahkan berpikir untuk bercinta dengan istri perdana mentri Mesir itu. Jika ada tuduhan Yusuf as punya hasrat untuk berselingkuh dengan wanita itu, jelas tidak benar!!!

Dalam tafsir Imam Qurtubi, kita akan temukan pandangan “miring” tentang Yusuf tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab itu. Hampir mayoritas ulama tafsir, termasuk Imam Al-Qusyairy Abu Nashr bin Al-Ambari, An-Nuhas, Al-Mawardi dan lainnya menandaskan bahwa “hasrat” yang ada dalam benak Yusuf as adalah bentuk dari perbuatan maksiat. Karena Yusuf as duduk bersama Zulaikha seperti lazimnya seorang laki-laki yang memangku istrinya ketika hendak melakukan senggama.

Hal ini disandarkan pada pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan, “Posisi duduk Yusuf dan Zulaikha telah menyebabkan celana keduanya bersentuhan, dan Yusuf tidak sekedar memangku Zulaikha tapi juga mendekapnyam dengan posisi kaki saling berhimpitan. Itulah sebabnyam ketika ia hendak melarikan diri, dengan mudah Zulaikha merobek kain bajunya”.

Sa’id bin Jabir mengatakan, “Posisi duduk Yusuf as dengan Zulaikha sangatlah dekat, karena celana dan baju mereka telah menempel satu sama lain”. Ibnu Mujahid menandaskan “Kedua kain yang dikenakan keduanya telah tersingkap, ketika mereka saling berpangku-pangkuan dalam duduknya”.

Sayang, tidak disebutkan berapa jumlah potongan kain yang mereka kenakan. Sebab, tidak mungkin seseorang hanya memakai satu celana atau gamis. Pasti ada lapisan baju di dalamnya, baik seorang lelaki atau perempuan. Biasanya mereka memakai pakaian pelapis dalam kesehariannya.

Imam Qurtubi menambahkan, “Ibnu Abbas berkata, “Ketika Yusuf as berkata, “Yang sedemikian itu supaya dia tahu bahwa diriku tidaklah melakukan tindakan pengkhianatan di belakang dirinya”. Kala itu Jibril berkata dengan seketika, “Demikian pula di saat engkau berhasrat melakukan senggama dengan wanita istri penguasa itu wahai Yusuf”. Yusuf as lantas berkata, “Aku tidak bermaksud membebaskan diriku dari kesalahan”.

Imam Qurtubi menandaskan, banyak interpretasi tafsir ayat “Andaikata dia tidak melihat ayat (tanda) Tuhannya”. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Ayat (tanda) tersebut adalah sumpah dan perjanjian abadi dengan Allah swt. Sebagian yang lain mengatakan urgensi ayat tersebut adalah: Yusuf mendengar suara memanggil dirinya, “Engkau wahai Yusuf, termaktub sebagai nabi, tapi engkau berbuat lazimnya orang-orang bodoh berbuat”.

Al-A’mas meriwayatkan dari Mujahid, maka ayat itu adalah, “ketika celana Yusuf tersingkap, Yusuf ingat wajah Ya’qub yang menegurnya, “Hai Yusuf” hingga ia lari terbirit-birit”. Dalam riwayat yang dibawa Sofyan yang diterima dari Abu Khushain yang ia dengar dari Sa’id bin Jabir ditandaskan, “Kala itu ada sosok yang menyerupai Yaqub, lantas menepuk dada Yusuf hingga reduplah syahwat yang menggelora di dadanya”.

Ibnu Mujahid menambahkan, “Dua belas anak Yaqub itu masing-masing memiliki 12 putra kecuali Yusuf yang hanya memiliki dua putra. Yang sedemikian itu karena lemahnya syahwat yang ada pada diri Yusuf as”.

Demikianlah wacana penafsiran tentang sosok Yusuf as. Di antara sekian pendapat, yang paling meringankan adalah penafsiran, bahwa “hasrat” yang ada dalam diri Yusuf itu dianggap sebagai tabiat yang melahirkan gerak yang tidak mengakibatkan dosa.

Perlu ditegaskan di sini, apa yang dilontarkan para ahli tafsir tersebut murni pemikiran israiliyat, yang dinisbahkan kepada ulama pada masa sahabat dan tabi’in seperti Ibnu Abbas, Ibnu Jabir dan lainnya. Penisbatan itu sendiri merupakan sebuah kebatilan.

Baca juga:   IslamAwakened | Indeks Terjemah Al-Quran dalam Bahasa Inggris

Siapa yang telah melihat Yusuf as secara kasat mata, sehingga berani mengatakan “Celana Yusuf bersentuhan dengan celana Zulaikha?” Siapa yang melihat secara  kasat mata Yusuf berpangku-pangkuan dengan Zulaikha seperti lazimnya model pangkuan laki-laki dan perempuan yang hendak bersenggama? Kesaksian seperti itu hanya mampu diucapkan oleh orang ketiga yang ada dalam kamar Zulaikha. Padahal, di situ tidak ada orng selain mereka berdua, karena Zulaikha telah,

“Ia telah menutup pintu”

Apakah mereka yang berpendapat seperti di atas lupa terhadap potongan ayat tersebut? Adakah Yusuf as sendiri yang mengungkapkan kisah tercela ini? Padahal Yusuf as sendiri dengan sendu telah mengadu kepada Rabb-Nya,

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf: 33)

Dan sebelumnya ketika perempuan itu merayu Yusuf as, ia telah berkata tegas,

وَرَٰوَدَتْهُ ٱلَّتِى هُوَ فِى بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِۦ وَغَلَّقَتِ ٱلْأَبْوَٰبَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ رَبِّىٓ أَحْسَنَ مَثْوَاىَ ۖ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS Yusuf: 23)

Lantas siapa sejatinya yang menyebarkan skandal itu? Adakah yang menyebarkan kejadian tersebut istri perdana mentri Mesir itu sendiri? Jawabannya jelas; dia penebar berita itu. Hal tersebut ditegaskan pula dengan pengakuannya kepada para wanita di negeri tersebut,

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf: 33)

Dan ketika masalah tersebut diselidiki oleh pembesar perdana Mentri negeri itu, si wanita istri perdana mentri Mesir itu mengaku dengan penuh kejujuran,

قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ ۚ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ ۚ قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ

“raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” mereka berkata: “Maha sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. berkata isteri Al Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang benar.” (QS Yusuf: 51)

Perempuan itu menambah pengakuannya,

ذَٰلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ

“(Yusuf berkata): “Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS Yusuf: 52)

Ungkapan ini bukan perkataan Yusuf as, karena ketika istri perdana Mesir itu disidang, posisi Yusuf as berada di dalam penjara. Hal itu dipertegas dengan perintah raja kepada sipir penjara untuk membawa Yusuf as ke istana, ketika ia hendak disuruh mentakwilkan mimpi raja.

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَىٰ رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللَّاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ ۚ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ

“raja berkata: “Bawalah Dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka.” (QS Yusuf: 50)

Baca juga:   Apakah makna Nuzulul Qur'an di Bulan Ramadan?

Atas saran Yusuf pula, Perdana Mentri Mesir memanggil semua perempuan termasuk Zulaikha untuk datang menghadap dirinya. Perdana mentri itu lantas mengintrogasi mereka satu persatu, sementara Yusuf as diiarkan mendekam dalam penjara. Dari proses introgasi itulah perdana mentri Mesir akhirnya mengetahui sejatinya Yusuf as dalah benar-benar tidak bersalah. Yusuf adalah manusia terhormat dan pantas diberi kedudukan mulia di sisinya.

Perdana Mentri Mesir itu berkata kepada pengawalnya, “Bawalah Yusuf kepadaku agar aku dapat memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku”.

Saat interogasi terjadi, Yusuf masih berada dalam penjara. Waktu itu, Zulaikha menyatakan kesaksiannya dengan jujur, “Aku bersaksi atas nama kebenaran, agar Yusuf tahu bahwa aku tidak mengkhianati dirinya meski dia tidak hadir di sini. Sebenarnya yang jahat itu adalah diriku. Yusuf tidak bersalah”.

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf: 53)

Dengan begitu kita bisa memaknai teks ayat,

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf: 24)

Dengan tafsir yang sebenarnya.

“Al-Himmah” (hasrat) dalam ayat tersebut, bukanlah bermakna “hasrat untuk berzina”. Hasrat tersebut bukan datang dari diri Yusuf as, bukan pula dari istri perdana mentri Mesir. Yang pasti “Himmah” di sini memiliki makna lain. Bukan “hasrat untuk berzina”. Mengapa?

Hasrat Zulaikha untuk berzina dengan Yusuf as telah disebutkan pada ayat sebelumya. Yakni, ayat yang menerangkan kronologis peristiwa yang terjadi,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”. (QS Yusuf: 23)

Langkah dan taktik Zulaikha yang diterangkan ayat di atas telah menunjukkan hasrat Zulaikha yang ingin berselingkuh dengan Yusuf as. Saat itu, setelah “mengajak”, Zulaikha sedang menunggu reaksi Yusuf. Jadi kalau “Al-Himmah” dala ayat 24 itu diartikan sebagai hasrat berzina, berarti telah terjadi pengulangan keterangan. Pengulangan seperti itu tidak pernah ada dalam Al-Quran.

Bantahan terhadap “hasrat untuk berzina” juga dapat kita lihat dari reaksi Yusuf baik ucapan mauun perbuatan menanggapi rayuan Zulaikha. Lihatlah, betapa arif dan santunnya Yusuf as menyikapi tragedi yang menghimpitnya. Yusuf as, menyikapinya dengan tiga langkah brilian sekaligus; langkah dihadapan Tuhannya, langkah di hadapan tuannya, serta langkah di hadapn moralitas dirinya. Di hadapan Tuhannya, Yusuf as berkata:

Di hadapan tuannya, Yusuf berkata:

Rabb di sini adalah perdana mentri Mesir dan istrinya yang telah mengasuhnya. Ada dua kata Rabb dalam ayat ini yang bermakna tuan yang telah mengasuhnya, yaitu dalam kalimat,

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS Yusuf: 23)

Baca juga:   Biografi dan Metode Tafsir Syaikh Utsaimin

Adapun Rabb yang bermakna raja, termaktub berulang kali dalam ayat berikut ini:

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا ۖ وَأَمَّا الْآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ ۚ قُضِيَ الْأَمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ

“Hai kedua penghuni penjara: “Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar; Adapun yang seorang lagi Maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku).” (QS Yusuf: 41)

وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَىٰ سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ ۖ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ

“raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.” (QS Yusuf: 43)

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَىٰ رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللَّاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ ۚ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ

“raja berkata: “Bawalah Dia kepadaku.” Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka.” (QS Yusuf” 50)

Adapun langkah Yusuf as yang membuktikan ketinggian moralitas dirinya adalah ucapannya:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS Yusuf 23)

Jadi “hasrat” yang dimaksud ayat di atas adalah bermakna “Adh-Dhorb” (pukulan), perubahan makna seperti ini, bukanlah hal yang asing dalam Al-Quran.

Pembacaan terhadap surah Yusuf yang bias lainnya adalah penilaian bahwa ekspresi seksual yang dilakukan Zulaikha digeneralisir sebagai perangai seorang perempuan. Menarik sekali tafsiran dari Hamka dalam Tafsir Al-Azhar ketika menyebut tindakan Zulaikha menggoda Nabi Yusuf (ayat ke-23), beliau mengatakan sebagai suatu yang normal, sebab perempuan yang telah berpengalaman dalam masalah seks akan cenderung sulit menahan hawa nafsunya.

Surah ini mengisyaratkan kepada manusia untuk menguatkan sisi spiritual sebagai kontrol atas tindakan seksual destruktif. Hal tersebut sebagaimana digambarkan sosok Yusuf yang teguh keimanannya ketika dirayu oleh Zulaikha. Selanjutnya karakter Yusuf menjadi teladan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menghadapi godaan hidup dan menjaga keseimbangan sosial. Satu hal yang perlu ditekankan yakni sosok Yusuf sebagai representasi manusia yang kokoh spiritualnya, bukan terbatas pada representasi kaum laki-laki.

Di sisi lain, aksi Zulaikha menggoda Yusuf pun tidak boleh digeneralisir sebagai kodrat perempuan, karena peristiwa tersebut memiliki sebab dan terbatas pada keadaan Zulaikha. Ia disebut kekurangan nafkah batin dari suaminya yang lemah syahwat. Dengan demikian Zulaikha mengalami kondisi kekurangan media untuk mengekspresikan hasrat seksualnya. Quraish Shihab menambahkan bahwa Zulaikha tidak memiliki benteng agama dalam dadanya, sehingga sulit untuk menahan hawa nafsunya.

Karakter Zulaikha dalam panggung sejarah memang bersifat destruktif, akan tetapi yang perlu ditekankan adalah peristiwa tersebut tidak dapat digeneralisir sebagai kodrat seluruh perempuan. Artinya, cerita menggoda dan melakukan tindakan amoral tersebut terbatas pada sosok Zulaikha. Baik laki-laki maupun perempuan diciptakan setara, termasuk dianugerahkannya seksualitas kepada setiap manusia untuk disalurkan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam

Artikel Terkait

film nabi yusuf
Poster Film Prophet Joseph
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *