Apakah makna Nuzulul Qur’an di Bulan Ramadan?

AHMADBINHANBAL.COM – Nuzulul Quran adalah salah satu peristiwa penting di bulan Ramadan selain malam Lailatulkadar. Artikel ini hendak membahas secara global hal-hal penting terkait Nuzulul Quran baik dari arti nuzulul quran secara bahasa dan istilah, nuzulul quran di tanggal 17 Ramadan dan Lailatulkadar, Hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur.

Mari kita bahas bersama. (artikel ini masih dalam pengembangan)

Makna Nuzulul Quran

Arti Nuzul

Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai mu’jizat dengan lafaz dan makananya, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah. Maka sifat pertama dari kitab suci Al-Qur’an adalah al-Munazzzal atau yang diturunkan.

Kata Nuzul sendiri ada dalam beberapa ayat Al-Quran, di antaranya.

وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ ۗ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (QS. Al-Isra’: 105)

dan juga dalam ayat ini

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. Al-Isra’: 106)

Makna Nuzul dalam bahasa Arab ada dua yaitu:

  • Menurut Raghib al-Isfahani bermaka انحدر yaitu تحريك الشيء من علو إلى أسفل yaitu meluncur atau turun dari atas ke bawah. Seperti contoh dalam QS. Qaf: 9 yang menyebutkan Allah swt menurunkan air dari langit.
  • Menurut Imam Fairuz Abadi bermakna الحلول والبقاء بالمكان yaitu bertempat di suatu tempat seperti dalam kata bahasa Arab نزل فلان في بلد كذا yang artinya si fulan menetap di kota ini. Contoh dalam Al-Qur’an dapat dilihat pada QS. Al-Mukminun: 29.

Nuzulul Quran secara Bahasa

Kata Nuzul Al-Quran merupakan gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa arab susunan semacam ini desebut dengan istilah tarkib idhofi dan dalam bahasa indonesia biasa diartikan dengan turunnya al-Qur’an.

Nuzulul Quran secara Istilah

Ada beberapa pengertian yang disampaikan para ulama terkait arti Nuzulul Quran.

  1. Jumhur Ulama: antara lain Ar- Razi, Imam As-Suyuthi, Az-Zakrkasyi dll. Mengatakan arti Nuzulul Qur’an secara hakiki tidak cocok sebagai kalam Allah yang berada pada Dzat-Nya, sebab dengan memakai ungkapan “diturunkan” menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang ril yang harus diturunkan. Maka arti kalimat Nuzulul Qur’an harus dipakai makna majazi yaitu menetapkan/ memberitahukan / menyampaikan Al-Qur’an, baik disampaikannya Al-Qur’an ke Lauh Mahfudh atau ke Baitul Izzah di langit dunia maupun kepada Nabi Muhammad saw sendiri.
  2. Sebagian Ulama antara lain Imam Ibnu Taimiyah. Mengatakan pengertian Nuzulul Qur’an tidak perlu dialihkan dari arti hakiki kepada arti majazi. Maka kata Nuzulul Qur’an berarti “Turunya Al-Qur’an”, sebab arti tersebut sudah biasa digunakan dalam bahasa Arab.
  3. Muhammad Abdul Al- Zurqani, dalam kitab Manahil Al-Irfan Fi Ulumul Qur’an menyatakan, sebagai kata, me­mang kata nuzul berarti pindahnya se­suatu dari atas ke bawah. Terkandung da­lam makna nuzul tersebut bergerak­nya sesuatu dari arah atas ke bawah. Namun pengertian nuzul tersebut tidak patut diberikan untuk maksud Nuzulul Qur’an. Al-Qur’an bukanlah suatu benda yang memerlukan tempat pindah dari atas ke bawah dalam arti haqiqi, lantaran Al-Qur’an mengandung kei’jazan (kekuatan yang melemahkan). Menurutnya, penggunaan kata Nuzul dalam hal Nuzulul Qur’an dimaksudkan dalam pengertian secara majazi. Artinya sebagai suatu ungkapan yang tidak dipahami secara harfiah. Pengertian majazi bagi Nuzulul Qur’an adalah pemberitahuan mengenai Al-Qur’an dalam segala aspeknya.

Nuzulul Qur’an di Bulan Ramadan

Ada dua pendapat yang cukup dikenal terkait kapan turunnya Al Qur’an. Pendapat pertama menyebut Al-Quran turun pada 17 Ramadhan dan pendapat kedua menyebut Al-Quran turun pada 24 Ramadhan.

Mari simak bersama penjelasang ringkas berikut.

Al-Qur’an Turun di 17 Ramadan

Menurut Kyai Ali Mustafa Ya’qub, orang yang pertama kali berpendapat bahwa al-Qur’an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan itu adalah Ahli Tarikh Ibnu Ishaq (w. 150 H). Pendapat ini diriwayatkan oleh Ahli Tarikh Ibnu Hisyam (w. 213 H) yang dipopulerkan oleh Syaikh Muhammad al-Khudari dalam kitabnya Tarikhut Tasyri’ al-Islami. Beliau berasumsi bahwa dari kitab inilah tampaknya sebagian orang-orang Indonesia menukil. Adapun yang dijadikan argumen Ibnu ishaq adalah firman Allah SWT surat al-Anfal ayat 41:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Pada ayat di atas tidak terdapat kata yang secara eksplisit menunjukkan angka 17 Ramadan. Namun menurut Ibnu Ishaq, hari bertemunya dua pasukan (muslimin dan musyrikin) itu adalah hari Jum’at, tanggal 17 Ramadan tahun 2 H. Kemudian yang disebut Hari Furqaan adalah hari diturunkannya al-Qur’an untuk pertama kali. Kedua hari itu kebetulan jatuh pada hari Jum’at, tanggal 17 Ramadan meskipun tahunnya berbeda. Dari sinilah Ibnu Ishaq berkesimpulan bahwa nuzulul quran itu terjadi pada 17 Ramadan.

Baca juga:   Mengenal Definisi, Perkembangan dan Referensi tentang Ilmu Ushul Tafsir

Adapun dari hadis, pandangan yang menyebutkan Al-Qur’an diturunkan pada malam 17 Ramadan didasarkan pada hadis berikut.

روى ابن أبي شيبة والطّبراني من حديث زيد بن أرقم رضي الله عنه قال: ما أشك ولا أمتري أنّها ليلة سبع عشرة من رمضان ليلة أنزل القرآن

Diriwayatkan dari Abu Syaibah dan Thabrani, hadis dari Zaid bin Arqam radhiyallahuanhu berkata, ”Aku tidak ragu bahwa malam 17 Ramadhan adalah malam turunnya Al-Quran.” (HR. Ath-Thabarani dan Abu Syaibah)

, وروي ذلك عن ابن مسعودٍ رضي الله عنه بحجّة أنّها هي اللّيلة الّتي كانت في صبيحتها وقعة بدرٍ ونزل فيها القرآن لقوله تعالى: {وَمَا أَنزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ}

Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud dengan hujjah bahwa malam itu adalah adalah malam yang siangnya terjadi Perang Badar, berdasarkan firman Allah SWT; “Dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan.” (QS. Al-Anfal : 41).

Sebagian Mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan pada hari permulaan turunnya Al-Quran pada malam 17 Ramadhan. Imam Thabari dalam tafsirnya meriwayatkan sebagai berikut: Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib berkata:

كانت ليلة الفرقان يوم التقى الجمعان لسبع عشرة من شهر رمضان

“Adalah malam Furqaan hari bertemunya dua pasukan pada 17 bulan Ramadhan”. (Tafsir Ath-Thabari: 13:562).

Al-Qur’an Turun di 24 Ramadan

Pendapat kedua yang mengatakan Nuzulul Quran pada tanggal 24 Ramadhan. Pendapat ini sebagaimana di jelaskan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani. Beliau  menyebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadan dengan berpegang  hadis dari Qatadah, dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa’, bahwasannya Rasulullah saw bersabda,

أُنزِلَتْ صُحُفُ إبراهيمَ عليه السلامُ في أَوَّلِ لَيلةٍ مِن رمضانَ، وأُنزِلَتِ التَّوراةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِن رمضانَ، والإنجيلُ لثلاثَ عَشْرةَ خَلَتْ مِن رمضانَ، وأُنزِلَ الفُرقانُ لأَرْبعٍ وعِشرينَ خَلَتْ مِن رمضانَ.

“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadan, Taurat diturunkan pada enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-Qur’an pada dua puluh empat Ramadhan.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani  juga menambahkan berdasarkan ulasan tersebut bahwa semua ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat  al-Baqarah: 185 dan firman Allah surat al-Qadar ayat pertama. Maka kemungkinan bahwa malam lailatul qadar pada tahun tersebut tepat pada malam tersebut (24 Ramadan), maka Allah turunkan al-Qur’an pada malam tersebut secara menyeluruh ke langit dunia kemudian di turunkan ke bumi awal surat Iqra’ pada hari ke 24.

Pendapat di atas juga didukung oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami saat ditanyakan kapan Al-Qur’an diturunkan beliau menjawabnya pada 24 Ramadan. Bahkan Imam Zurqani mengatakan bahwa pendapat bahwa Al-Quran diturunkan pada 24 Ramadhan merupakan pendapat yang masyhur di kalangan jumhur ulama. (Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Bi Syarh Shahih Bukhari: IX: 6, kitab Fatawa Haditsiyah, Imam Ibnu Hajar al-Haitami: 238, Imam az-Zarqani, kitab Syarah Zarqani ‘ala Mawahibul Laduniyah; I: 386)

Lalu timbul pertanyaan. Ketika malam Lailatulkadar apakah Al-Qur’an turun dengan ayat yang lengkap semuanya atau secara berangsur-angsur (kaamilan au mutafarriqan)?

Metode Turunnya Al-Qur’an

Para ulama menyebutkan bahwa turunnya Al-Qur’an (kaifiyah al-Tanzil), ada dua tahapan yang disepakati yaitu: tahap pertama diturunkannya al-Quran dari lauh mahfudz ke langit dunia secara sempurna pada malam lailatu qadr dan yang kedua dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.

Tahap Pertama

Allah ‘azza wa jalla menurunkan Al-Qur’an secara sempurna (jumlatan waahidatan) pada suatu malam yang penuh berkah diantara malam-malam yang lainnya yaitu malam lailatu al-qadr dari lauhul mahfudz ke baitu al-‘izzah di langit dunia.

Ada beberapa nash yang berkaitan dengan hal ini diantaranya:

Allah swt berfirman.

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. (QS. Al-Qadar: 1)

Pada ayat lain, Allah swt berfirman.

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan: 3)

dan ayat lainnya dalam QS. Al-Baqarah: 185

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.

Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam yang sama, yaitu malam yang penuh dengan berkah yang disebut juga lailatu al-qadr, malam itu merupakan satu malam yang mulia sampai Allah ‘Azza wa jalla menyamakan bahkan menetapkan bahwa malam lailatu al-qadr lebih baik dari seribu bulan.

Baca juga:   IslamAwakened | Indeks Terjemah Al-Quran dalam Bahasa Inggris

Maka jelas, penurunan yang dimaksud adalah penurunan tahap pertama Al-Quran ke baitu al-‘izzah di langit dunia. Karena kalau yang dimaksud oleh ayat-ayat tersebut adalah penurunan tahap kedua kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallama, maka tentu saja tidak benar bahwa penurunan yang dimaksud merupakan tahapan yang kedua itu pada malam dan bulan yang sama.

Tahap Kedua

Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur, menyesuaikan dengan kebutuhan, adakalanya satu atau dua ayat dan bahkan kadang-kadang satu surat.

 Ini bisa dibaca dari Al Qur’an surat As Syu’ara 192-195.

إِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ

Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, 195. dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy-Syu’araa’: 192-195)

Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur

Al-Qur’an merupakan kitab suci Islam berupa firman Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara bertahap atau secara berangsur-angsur selama  22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari.

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan. Bahkan seringkali Wahyu turun untuk menjawab pertanyaan sahabat yang ditunjukkan kepada Nabi atau hanya sekedar membenarkan tindakan Nabi.

Di samping itu, ada juga ayat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu. Misalnya ayat Li’yan tentang Hilal bin Umayyah, tentang kiblat yang turun setelah hijrah sesudah kaum Muslimin berkiblat ke Baitul Maqdis.

Berikut adalah hikmah-hikmah diturunkannya Al-Qur’an serta hikmah pewahyuan Al-Qur’an secara berangsur-angsur:

1. Memantapkan dan mengukuhkan hati Nabi

Ketika Nabi Muhammad saw melaksanakan dakwah, beliau seringkali dihadapkan kepada orang-orang yang menentang.  Turunnya wahyu secara bertahap merupakan dorongan tersendiri baginya untuk tetap menyampaikan risalah Allah.

Sebagaimana firman Allah,

“Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya…” (QS. Al-Furqan: 32)

2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an

Ketika Nabi berdakwah, beliau sering berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan di luar nalar manusia yang dilontarkan oleh orang-orang musyrik untuk melemahkan Nabi.

Turunnya wahyu secara bertahap tidak saja menjawab pertanyaan mereka, bahkan menentang mereka untuk membuat satu surat dari Al-Qur’an. Ketika mereka tidak mampu membuat yang serupa dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga menjadi mukjizat yang tidak tertandingi.

Sebagaimana firman Allah,

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)

3. Memudahkan Nabi dan para umatnya untuk menghafal Al-Qur’an

Bangsa Arab pada waktu diturunkannya Al-Qur’an mayoritas buta huruf (ummi), demikian halnya dengan Nabi Muhammad saw, beliau juga seorang yang ummi sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 157.

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka …

Oleh karena itu, umat Islam saat itu hanya mengandalkan ingatan dan hafalan.

Turunnya wahyu secara bertahap tentu sangat menolong para sahabat untuk mengingat dan menghafal Al-Qur’an serta mengamalkan Al-Qur’an di kehidupan sehari-hari.

Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,

Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat lima ayat, karena Jibril biasa turun membawa Al-Qur’an kepada Nabi lima ayat lima ayat. (HR. Baihaqi)

Dari sini jelas, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap adalah agar memudahkan untuk dihafal oleh umat Nabi Muhammad karena kebanyakan dari mereka hanya berpegang kepada daya ingat mereka (belum ada proses pembukuan). Di samping itu, alat tulis tidaklah mudah didapat.

Dengan demikian, apabila Al-Qur’an diturunkan sekaligus, tentu akan sulit untuk dihafalkan, lebih-lebih untuk memahami dan menghayati isinya.

4. Agar mudah dimengerti dan dilaksanakan

Ketika seseorang dibebankan pada satu hukum yang memiliki akibat sekala besar, maka tentunya hal itu akan memberatkan bagi pelakunya. Dengan diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap, niscaya penyesuaian hukum tentu dapat terbentuk secara teratur dan sistematis.

Siapa saja akan merasa berat atau enggan bila diberi perintah atau larangan sekaligus karena sangat berat untuk dilaksanakan.

Misalnya, tentang tahapan pelarangan meminum khamr yang bagi masyarakat jahiliyyah saat itu sudah mendarah daging, Al-Qur’an turun dalam empat tahap.

Tahap pertama, dengan ungkapan halus, dengan memberikan pengertian-pengertian. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl: 67.

Tahap kedua, dengan ungkapan yang lebih tegas, dengan membandingkan manfaat dan bahaya. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah: 219.

Tahap ketiga, bersifat larangan tegas (haram), tetapi pengharaman masih bersifat juz’iyyah ( dalam waktu tertentu). Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa: 43.

Tahap keempat, pengharaman khamr bersifat kulliyyah, atau menyeluruh, yaitu setiap yang memabukkan itu haram sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 90.

Tahapan-tahapan inilah yang membuat seseorang akan merasa diringankan. Jadi, untuk mencapai tujuan D, diperlukan penjabaran A, B, dan C.

Lihatlah, betapa al-Qur’an turun menjawab pertanyaan secara bertahap. Hal itu menjadi perhatian bagi para dai/ mubaligh, hendaknya ketika menyampaikan agama kepada masyarakat, agar memperhatikan aspek tahapan-tahapan tersebut, sehingga umat tidak lari.

Baca juga:   Kritik Terhadap Istilah Tafsir Bil Ma’tsur

Hal ini senada dengan perkataan sahabat Ali bin Abi Thalib ra.

خَاطِبُ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ

berbicaralah kepada audiens sesuai kadar akal mereka, 

sehingga mereka dapat memahaminya dengan mudah. 

5. Memperkuat Bukti dan Keyakinan Bahwa Al-Qur’an Adalah Benar Dari Allah SWT

Turunnya Al-Qur’an secara bertahap atau berangsur-angsur menjadi bukti bahwa Al-Qur’an bukan rekayasa Nabi atau manusia biasa. Akan tetapi benar-benar wahyu dari Allah swt yang telah menciptakan segala yang ada di dalam raya ini.

6. Sejalan dengan Peristiwa yang Terjadi

Al-Qur’an turun secara bertahap atau berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu, memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya.

Dengan demikian, Al-Qur’an mudah tertanam di hati orang beriman dan mendorong umat Islam untuk mengambil pelajaran dari peristiwa turunnya ayat Al-Qur’an tersebut.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap atau berangsur-angsur.

Nabi Bertadarrus Al-Quran Bersama Jibril di Bulan Ramadan

Bulan Ramadhan erat hubungannya dengan membaca Alquran. Sebab pada bulan ini, dikatakan bahwa Jibril turun ke bumi mendatangi Nabi Muhammad untuk bertadarus Alquran bersamanya. Dalam sebuah riwayat dikatakan

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah Saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus” (HR. Bukhari)

Hadis lainnya yang mengisahkan berita gembira untuk putri Nabi, Fatimah yang membuatnya bahagia.

عن عائشة رضي الله عنها قالت: أقبلت فاطمة تمشي كأن مشيتها مشي النبي صلى الله عليه وسلم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (مرحبا بابنتي). ثم أجلسها عن يمينه أو عن شماله، ثم أسر إليها حديثا فبكت، فقلت لها: لِمَ تبكين؟ ثم أسر إليها حديثا فضحكت، فقلت: ما رأيت كاليوم فرحا أقرب من حزن، فسألتها عما قال، فقالت: ما كنت لأفشي سر رسول الله صلى الله عليه وسلم، حتى قبض النبي صلى الله عليه وسلم فسألتها، فقالت: أسر إلي: (إن جبريل كان يعارضني القرآن كل سنة مرة، وإنه عارضني العام مرتين، ولا أراه إلا حضر أجلي، وإنك أول أهل بيتي لحاقا بي). فبكيت، فقال: (أما ترضين أن تكوني سيدة أهل الجنة، أو نساء المؤمنين).فضحكت لذلك (رواه البخاري)

Dari ‘Aisyah ra, dia berkata:

Fathimah datang dengan gaya berjalan yang serupa dengan cara berjalan Nabi saw. Nabi saw pun menyambutnya, “Selamat datang, putriku.” Beliau mendudukkan Fathimah di sebelah kanan –atau sebelah kiri- beliau, lalu membisikkan sesuatu kepada Fathimah hingga membuatnya menangis. Aku bertanya kepada Fathimah, “Apa yang membuatmu menangis?” Nabi berbisik lagi kepada Fathimah, dan (kali ini) Fathimah tertawa karenanya. Tidak pernah kulihat sebelumnya hal seperti (yang kulihat) hari itu, kegembiraan begitu dekat mengiringi kesedihan. Aku lantas bertanya kepada Fathimah tentang hal yang dikatakan oleh Nabi saw. Fathimah menjawab, “Aku takkan menyiarkan pembicaraan rahasia Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tatkala Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– wafat, aku bertanya lagi kepada Fathimah, dan Fathimah menjawab, “(Waktu itu) Rasulullah berbisik kepadaku:

“Sesungguhnya Jibril biasa membacakan dan menyimak al-Quran sebanyak satu kali setiap tahun, namun tahun ini dia membacakan dan menyimak al-Quran dua kali. Aku tak melihat hal itu selain sebagai isyarat tentang kematianku, dan sesungguhnya kamu merupakan orang pertama dari ahli baitku yang akan menyusul kepergianku.” Maka aku pun menangis karenanya, lalu beliau berkata lagi, “Tidakkah kau rela menjadi pemimpin (para wanita) di surga –atau para wanita mukminin?” Maka aku pun tertawa karenanya.

(Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Terkait hadis di atas, pada hadis yang lain, Nabi memberikan berita gembira untuk Aisyah ra juga.

قالت عائشة -رضي الله عنها:أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر فاطمة، قلت: فكلمت أنا. فقال: أما ترضين أن تكوني زوجتي في الدنيا والآخرة؟ قلت: بلى، والله. قال:فأنت زوجتي في الدنيا والآخرة. (أخرجه ابن حبان –الإحسان ۸٠٥٣- والحاكم، قال شعيب الأرنؤوط: إسناده صحيح، وصححه الشيخ الألباني في سلسلة الصحيحة ٣٠١١)

‘Aisyah ra berkata:

Bahwasanya Rasulullah saw menyebut Fathimah. Aku lantas membicarakan diriku. Maka Rasulullah saw pun berkata, “Tidakkah kau rela menjadi istriku di dunia dan akhirat?” ‘Aisyah menjawab, “Tentu saja aku rela.” Rasulullah saw bersabda, “Maka kaulah istriku di dunia dan akhirat.”

(Dikeluarkan oleh Ibnu Hiban –al-Ihsan: 8053- dan al-Hakim; Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya Shahih,” dan Syaikh al-Albani juga menshahihkannya dalam Silsilah ash-Shahihah 3011)

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi bertadarus  (membaca dan mempelajari) Alquran bersama Jibril selama bulan Ramadhan. Selama tadarus ini, Jibril memberitahu letak dan urutan setiap ayat. Hadis ini menjadi dalil bagi golongan ulama yang meyakini bahwa urutan ayat dan surat Alquran adalah tauqifi yaitu berdasarkan tuntunan dari Nabi atas petunjuk Allah melalui malaikat Jibril.

Karena itu Jibril mengkhatamkan Alquran setahun sekali bersama Nabi setiap bulan Ramadhan, sedangkan pada tahun dimana Rasulullah meninggal, Beliau mengkhatamkan Alquran dua kali bersama Jibril.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *