Terkait malam ganjil di malam Jumat pada 10 hari terakhir Ramadan. Banyak beredar broadcast yang menyebutkan pendapat Ibnu Taimiyah bahwa “Kalau malam ganjil ketemu malam jumat di 10 malam terakhir, maka ‘hampir pasti’ itu adalah malam Lailatul Qadr”.
Benarkah ini pendapat dari Ibnu Taimiyah?
Menjawabnya, kami nukilkan jawaban para ahli ilmu yang semoga dengan penjelasan mereka menjadi jelas masalah ini.
Keterangan Ust Ammi Nur Baits, Dewan Pembina konsultasisyariah.com
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, Syaikhul Islam mengingkari sikap seseorang yang mengistimewakan malam jumat untuk ibadah dari pada malam-malam lainnya. Sebagaimana keterangan yang dicantumkan dalam Fatawa al-Mishriyah (1/78).
Dalil yang menunjukkan larangan mengkhususkan malam jumat untuk ibadah adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.” (HR. Muslim no. 1144).
Kedua, beberapa ulama mengingkari adanya keterangan tersebut dari Syaikhul Islam. Tidak benar bahwa Syaikhul Islam pernah memberi pernyataan di atas.
Syaikh Sulaiman al-Majid – seorang Hakim di Riyadh dan anggota Majlis Syuro Arab Saudi – pernah ditanya, ”Apakah benar jika salah satu malam ganjil di sepuluh hari terakhir ramadhan bertepatan dengan hari jumat maka besar kemungkinan itu lailatul qadar.”
Jawaban berliau,
لا نعلم في الشريعة دليلاً على أنه إذا وافقت ليلة الجمعة ليلة وتر فإنها تكون ليلة القدر، وعليه: فلا يُجزم بذلك ولا يُعتقد صحته، والمشروع هو الاجتهاد في ليالي العشر كلها؛ فإن من فعل ذلك فقد أدرك ليلة القدر بيقين، والله أعلم
Kami tidak menjumpai adanya satupun dalil dalam syariat yang menyebutkan bahwa apabila malam jumat bertepatan dengan salah satu malam ganjil, maka itu lailatul qadar. Oleh karena itu, tidak boleh dipastikan dan diyakini kebenarannya. Yang dianjurkan adalah bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir semuanya. Orang yang melakukan hal ini, bisa dipastikan dia akan mendapatkan lailatul qadar.
Dalam fatwa yang lain, beliau juga menegasakan,
لم يصح عن ابن تيمية أنه قال: إذا وافقت ليلة الجمعة ليلة وتر فأحرى أن تكون ليلة القدر
Tidak benar ada keterangan dari Ibnu Taimiyah bahwa beliau mengatakan, ‘Jika malam jumat bertepatan dengan malam ganjil maka kemungkinan besar lailatul qadar.’
Sumber: Website konsultasisyariah.com
Keterangan Islamqa, Tanya Jawab Islami yang diasuh Syaikh Shalih Al-Minajjid
Kami belum mendapatkan pendapat itu disandarkan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Akan tetapi dinukilkan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah dari Ibnu Hubairah. Beliau mengatakan seraya menukil dari Ibnu Hubairah rahimahullah, “Kalau malam ganjil di sepuluh malam akhir (Ramadan) terjadi pada malam Jum’at, maka ia lebih kuat (bertepatan dengan lailatul qadar) dibandingkan dengan lainnya. “ (Latha’iful Ma’arif karangan Ibnu Rajab, hal. 203).
Mungkin pendapat ini didasari bahwa malam Jum’at adalah malam terbaik dalam seminggu, kalau terjadi pada sepuluh malam akhir ganjil di bulan ramadan, maka ia lebih mendekati lailatul qadar.
Kami tidak menemukan dalam hadits nabawi atau perkataan para shahabat yang menguatkan pendapat ini. Hadits yang menunjukkan bahwa lailatul qadar itu berpindah-pindah pada malam sepuluh akhir dan malam ganjil itu yang yang lebih mendekati lailatul qadar. Dan malam yang paling mendekati adalah malam keduapuluh tujuh. Tanpa memastikan ia termasuk lailatul qadar.
Selayaknya seorang muslim menjaga untuk bersemangat pada sepuluh akhir semuanya mencontoh Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.
Syekh Sulaiman AL-Majid hafizahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui dalil dalam syariat bahwa kalau malam jumat bertepatan malam ganjil itu lailatul qadar. Dengan demikian, tidak boleh memastikan dan tidak boleh meyakini akan keshahihannya. Yang dianjurkan adalah bersemangat pada sepuluh malam semuanya. Siapa yang melakukan hal itu, maka dia akan mendapatkan lailatul qadar dengan keyakinan. Wallahu a’lam.”
http://www.salmajed.com/fatwa/findfatawa.php?arno=9880
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Lailatul Qadar hanya ada pada bulan Ramadan, kemudian di dalam sepuluh malam akhir, kemudian waktu-waktu ganjil. Bukan pada malam tertentu secara pasti. Ini yang ditunjukkan dalam sekumpulan khabar (hadits) yang ada.” (Fathul Bari, 4/260).
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits Ubay bin Ka’b bahwa beliau bersumpah (lailatul Qadar) adalah malam duapuluh tujuh. Ini salahsatu mazhab di dalamnya. Mayoritas Ulama’ berpedapat ia adalah malam yang disamarkan di sepuluh malam akhir bulan Ramadan. Yang lebih dekat pada malam-malam ganjil. Yang lebih mendekati lagi pada malam dua puluh tujuh, dua puluh tiga dan dua puluh satu. Kebanyakan ia pada malam tertentu dan tidak berpindah. Para peneliti mengatakan, “Ia berpindah bisa jadi dalam setahun malam dua puluh tujuh, tahun lain malam dua puluh tiga, tahun lainnya lagi malam dua puluh satu, dan malam lainnya. Dan ini yang lebih kuat karena ia menggabungkan diantara hadits-hadits yang berbeda.” (Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, 6/43).
Sumber: Soal Jawab Tentang Islam (islamqa.info)
Maka, JANGAN PERNAH MEMASTIKAN bahwa malam tertentu adalah lailatul qadar. Manusia tidak pernah tahu. Yang kita perlukan adalah bersungguh-sungguh untuk beribadah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.