Mencari Kain Kafan Wangi

Kemajuan yang siginifikan yang dialami Sikerei beserta keluarganya, khususnya di Dusun Buttui, tidak terlepas melalui tangan dingin Arifin Jayadiningrat yang merupakan pendiri Yayasan Peduli Anak Bangsa.

Kendati begitu, Arifin dalam membangun peradaban Sikerei, butuh perjuangan dan kesabaran, apalagi Sikerei sendiri hingga kini masih dianggap sebagai orang yang memiliki kekuatan supranatural. Bahkan semakin banyak tubuh Sikerei diberi tato, maka semakin tinggi kekuatannya.

“Pertama kali saya datang ke Buttui di medio 2012, saya diancam pakai parang oleh kepala suku-nya. Bahkan parang tersebut sudah diarahkan ke kepala saya,” kata Arifin Jayadiningrat saat ditemui di base camp Aksi Peduli Bangsa.

Alumni Universitas Al Azhar, Kairo yang kini berprofesi sebagai Ustad itu mengaku tak gentar dengan ancaman dari kepala suku tersebut, karena kedatangannya ke Buttui untuk memberi kehidupan bagi Sikerei.

“Ketika itu saya memang gak ngerti bahasa Mentawai, tapi melalui penerjemah namana Islan yang kini aktif di Aksi Peduli Bangsa, disampaikanlah bahwa saya laksana cahaya matahari, air dan udara yang tidak membutuhkan manusia, tapi manusia yang membutuhkannya. Itu filosofi yang saya sampaikan ke kepala suku,” ujarnya.

Setelah kedatangannya diterima, Direktur Islamic Character Development (ICD) itu kemudian mulai melakukan pendekatan sembari membangun peradaban di Buttui secara perlahan-lahan. Awalnya, sebut Arifin, membangun pendidikan dengan mendirikan PAUD dan TK di Buttui. Setelah itu didirkanlah masjid, aula, klinik kesehatan, dan taman baca.

Satu persatu dari keluarga Sikerei kemudian mulai terbuka dengan dunia luar, dan sudah mengenal pendidikan. Bahkan sebagian besar dari Sikerei itu sudah mulai mengenakan baju, terutama yang perempuan. “Kalau sekarang, Sikerei yang sudah tua-tua yang masih memakai pakaian khas Sikerei, namun sesekali, mereka juga mengenakan baju,” bebernya.

Baca juga:   Adakah Kau Lupa? 

Setelah membangun pendidikan, Arifin juga menyebut bahwa satu persatu dari Sikerei kemudian memeluk Agama Islam, begitu juga dengan kepala suku beserta keluarganya yang telah menjadi mualaf. “Memang sebelum kami masuk (Buttui) ada juga yang Islam, tapi mereka tidak melaksanakan kewajiban umat Islam. Kalau sekarang, sudah mulai ada yang salat,” tuturnya.

Sejak masuknya Aksi Peduli Bangsa, anak-anak Sikerei ternyata tidak kalah jauh dibandingkan anak-anak yang ada di kota pada umumnya. Buktinya, sebagian dari anak-anak Sikerei yang dibina oleh Aksi Peduli Bangsa, di ada yang di sekolahkan ke beberapa pondok pesanter terkenal di Pulau Jawa. “Saat ini, banyak dari mereka yang hafiz quran,” ungkap Arifin.

Kemudian ketika ditanya apa yang membuat dirinya terpanggil untuk membangun peradaban di pedalaman Mentawai, Arifin mengaku bahwa Mentawai yang ia kenal pada awalnya merupakan daerah tertinggal, terdepan dan terluar atau yang disebut sebagai daerah 3T, namun ternyata di pedalaman Mentawai, masih ada sekelompok primitif yang hidup berpindah-pindah dari hutan ke hutan lainnya.

Tentunya, hal itu tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus butuh perhatian serius semua pihak. Oleh sebab itu, ia pun pada medio 2012, datang dari Jakarta ke Mentawai. Setiba di Padang, dia pun menumpangi kapal barang dari Muaro Padang menuju Mentawai. Setiba di Mentawai, tepatnya di pedalaman Pulau Siberut, dia pun melihat langsung dengan mata kepala tentang keberadaan suku pedalaman Mentawai yang hidup berpindah-pindah dari hutan ke hutan lainnya.

“Negeri ini kaya, tapi kenapa masih ada orang Indonesia yang sehari-hari masih telanjang dada. Ini yang membuat nurani saya terpanggil untuk membangun peradaban di pedalaman Mentawai. Saya ingin mengabdi buat negeri,” ujarnya. Setelah datang ke Mentawai, Arifin kembali ke Jakarta dan menceritakan perjalanannya ke Mentawai hingga bertemu dengan Sikerei kepada sejumlah jamaahnya,” imbuh Arifin.

Baca juga:   Ibarat Pedang

Setelah menceritakan pengalamannya di Mentawai, Arifin kemudian mengajak para jamaahnya untuk membangun peradaban di pedalaman Mentawai. Tidak hanya itu, bahkan Arifin harus rela menjual sejumlah asetnya, termasuk mobil demi mewujudkan keinginan untuk membangun pedalaman Mentawai. “Apa yang saya lakukan ini semuanya karena Allah SWT. Sebab hidup ini dituntun kematian,” katanya.

“Saya membangun pedalaman Mentawai hanya untuk mencari kain kafan yang wangi, sehingga saya kembali kepada Allah SWT dengan bekal yang banyak. Saya sedang berdagang dengan Allah SWT, dan itu dijelaskan dalam Surat At-Taubah ayat 111 yang berbunyi; sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka,”

Ungkap Ust. Arifin Jayadiningrat

Saya mengajak Anda semua untuk bersama-sama membangun daerah pedalaman Mentawai yang masih sangat tertinggal. Siapa tahu dari aktivitas kita di Mentawai ini menjadi salah satu amalan yang diterima Allah Subhanahu wa ta’ala.

Jumal Ahmad/APB

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *