Muhammad Abdullah Draz: Biografi dan Pengenalan Pemikirannya

“Tidak patut bagi mana-mana penyelidik dan pengkaji bidang tafsir untuk mengabaikan buku ini. Malah buku ini perlu dihafal kerana ia suatu karya yang agung sekali.”

Demikian kata Shaykhul Balaghiyyin (mahaguru bidang balaghah), Prof Dr Muhammad Abu Musa. ( lihat lanjut di sini https://www.youtube.com/watch?v=yiibBoaw-wo)

Muhammad Abdullah Draz: Biografi Ringkas

Muhammad Abdullah Darraz, lahir di sebuah desa kecil di Mahallah Diyay, sebelah selatan kota Mesir pada tahun 1894 M. Umur 10 tahun ia Telah hafal al-Quran kemudian pindah ke Aleksandria. Di sana, Ayahnya seorang ulama dari Al-Azhar, universitas tertua di dunia. Dipilih oleh profesornya, Imam Mohamed Abdo untuk mendirikan cabang al-Azhar di Aleksandria bersama rekan-rekan guru lainnya.

Sang Ayah ingin anaknya memasuki pendidikan agama, dia memasukkan anaknya Ma’had Iskandariyah yang berafiliasi dengan Al-Azhar. Maka Draz kecil memulai pendidikan dasarnya di Ma’had Iskandariyah pada tahun 1905 M. Tujuh tahun setelahnya, ia mendapatkan ijazah SMA dari Al-Azhar pada tahun 1912 M, kemudian gelar sarjana dari Madrasah Nidhamiyah pada tahun 1916 M.

Pada tanggal 7 Juni 1917, M. A. Draz menikahi Hosna Draz, putri Syekh Abdel Rahman Draz, dan mereka terus tinggal di Alexandria hingga ia berangkat ke Prancis pada tahun 1936.

Saat sekolah dia mulai bersungguh-sungguh mempelajari bahasa Perancis, bukan karena cinta dengan bahasa ini, tapi karena ingin menguasai bahasa penjajah yang telah menimbulkan kekacauan politik dan sosial di negerinya.

Selama pemberontakan rakyat tahun 1919, ia, bersama dengan sejumlah pemuda Mesir, mengunjungi kedutaan asing untuk menjelaskan pemberontakan dan mencari bantuan dalam membujuk Inggris Raya, kekuatan kolonial, untuk menyetujui tuntutan rakyat Mesir untuk kemerdekaan. Dia juga menulis dalam bahasa Prancis membela Islam melawan para pengkritiknya.

Pada tahun 1928, ia diangkat menjadi staf pengajar Departemen Pendidikan Tinggi di Al-Azhar. Dia kemudian dipindahkan, pada tahun berikutnya, ke Departemen Spesialisasi di universitas yang sama, dan pada tahun 1930, dia pindah ke Fakultas Usul Al-Din, yang mengkhususkan diri dalam sumber-sumber dasar pengetahuan Islam.

Tahun 1936 M, Abdullah Darraz dapat kesempatan melanjutkan studi pasca sarjana dan doctoral di Paris.

Pada tahun 1937, istri dan sembilan anaknya bergabung dengannya di Paris, di mana putra kelimanya lahir pada tahun 1939, hanya beberapa bulan sebelum pecahnya Perang Dunia II.

Keluarga Draz tinggal di Prancis hingga tahun 1948. Selama periode tersebut, putri tertua keduanya menikah di Paris, dan cucu pertamanya lahir pada tahun 1941.

Baca juga:   Resume Launching Buku Online “Curriculum Renewal for Islamic Education: Critical Perspectives on Teaching Islam in Primary and Secondary Schools”

Karena keadaan yang mengerikan akibat Perang Dunia II, M. A. Draz memutuskan untuk membagi keluarganya menjadi dua. Anak perempuannya yang lebih tua, yang telah menyelesaikan studi di universitas, tinggal di pedesaan di Limay bersama putra-putranya yang lebih muda di sebuah rumah pertanian kecil yang direnovasi oleh M. A. Draz agar sesuai dengan kebutuhan keluarga. Anak-anaknya yang lain, yang masih kuliah, tinggal di Paris di sebuah apartemen di Rue du Puits de L’Ermite. M. A. Draz dan istrinya membagi waktu mereka di antara kedua rumah tersebut.

Pada saat di Perancis dia telah memutuskan jenis penelitian yang ingin dia lakukan untuk studi pascasarjananya. Pilihannya adalah mempelajari pendekatan Islam terhadap moralitas.

Dengan pengetahuannya yang mendalam tentang Al-Qur’an dan Hadis, ia dapat dengan mudah memilih subjek yang lebih mudah yang akan membawanya hanya beberapa tahun untuk menulis tesis perbedaan. Tetapi tujuannya jauh melampaui memperoleh gelar universitas tertinggi. Dia ingin menunjukkan kepada dunia keunggulan moralitas Islam.

Dengan tujuan ini, ia memutuskan untuk memulai dengan gelar sarjana. Dengan demikian, ia diterima di Universitas Sorbonne di mana ia belajar filsafat, logika, etika, psikologi dan sosiologi.

Baginya, ini adalah persiapan penting untuk menulis tesisnya, karena memberinya landasan yang baik dalam pendekatan Barat terhadap nilai-nilai moral dan etika, berbagai teori moral yang dianjurkan oleh para filsuf Barat serta latar belakang yang luas dalam mata pelajaran lain. Ketika dia menyelesaikan gelarnya, dia merasa bahwa dia memiliki semua alat yang diperlukan untuk melanjutkan penelitiannya.

Apa yang Muhammad Abdullah Draz ingin lakukan adalah untuk menyoroti pendekatan Islam terhadap moralitas yang mungkin berasal dari Al-Qur’an, dan untuk melihat dasar teoritis dan implementasi praktisnya.

Tesisnya, yang disiapkan di Prancis selama Perang Dunia II, adalah karya luar biasa yang diberi judul, La Morale du Koran. Dia dianugerahi gelar Ph.D. pada tahun 1947. Tak perlu dikatakan, itu dalam bahasa Prancis, dan diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1950 oleh Al-Azhar.

Di Perancis dia menulis dua disertasi sekaligus yaitu “Al-Madkhal ila Quranil Karim” dan “Dustur Akhlaq Fil Quran” dan berhasil mendapatkan gelar doctor dari universitas Sorbone dengan predikat tsumma cumlaude pada tahun 1947 M.

Semasa hidupnya, Abdullah Darraz dikenal sebagai ulama yang selalu bergelut dengan Al-Quran, menurut orang-orang disekitarnya, bibir Abdullah Darraz tak pernah kering dari lafal Al-Quran, sehari ia mampu mengkhatamkan 6 juz Al-Quran tanpa membaca mushaf. Dengan kondisi ini, maka tidak heran jika beliau mampu melahirkan pemahaman baru dan otentik terhadap Al-Quran.

Baca juga:   Mendidik Melalui Sindiran

Abdullah Darraz mampu menggabungkan antara riwayat yang benar (naql as-shahih) dan penalaran yang tepat (aql as-sharih) dalam memahami ayat-ayat Al-Quran. Ia juga berhasil menggali Al-Quran dari sumber klasik, namun tidak melupakan konteks dimana dia hidup. Di sinilah peran penting Abdullah Darraz yang mampu menggabungkan antara otensitas ajaran Islam dan kondisi sosial yang terus berkembang.

Metode Tafsir Maudhu’I (tafsir tematik) yang saat ini banyak diminati para pengkaji Al-Quran adalah salah satu terobosan yang digagas oleh Abdullah Darraz. Dengan metode ini Abdullah Darraz menegaskan bahwa Al-Quran ibarat rangkaian berlian yang saling bertautan tanpa ada cacat. Dan menegaskan pula bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu relevan, membumi dan mampu menyelesaikan setiap persoalan yang dialami oleh manusia.

Januari 1958, Abdullah Darraz wafat ketika menghadiri Muktamar Islam Internasional di kota Lahore, Pakistan. Dalam muktamar tersebut ia memberikan prasaran dan kajian tentang ”Posisi Islam di antara agama-agama modern di dunia, serta hubungan antar agama-agama tersebut”.

Ia dikenal bukan hanya sebagai seorang cendekiawan yang brilian, namun juga dikenal sebagai seorang filosof, alim ulama, dan pejuang yang ahli dalam bidang al-Quran, ilmu tafsir, filsafat, etika, dan pendidikan.

Menurut tokoh tafsir dan balaghah bumi Sham yang juga murid Diraz iaitu al-‘Allamah Fadhl Hasan Abbas rahimahullah (1932-2011), Muhammad Diraz ialah salah seorang tokoh penting dalam sumbangan terhadap ilmu al-Quran pada abad ke-20 dan buku al-Naba’ al-‘Azim ialah “antara buku terbaik dan paling mendalam dalam bab I’jaz al-Quran.” (Lihat Fadl Hasan Abbas, I’jaz al-Quran al-Karim).

Tokoh terkenal, al-‘Allamah Yusuf al-Qaradawi (yang juga sempat berguru dengan Diraz) menggelarkannya sebagai “Ibn al-Azhar” dan Ibn “Sorbonne” kerana Diraz menuntut di kedua-dua universiti hebat itu dan memuji kehebatan karya Diraz ini.

Muhammad Diraz juga meninggalkan kesan yang sangat besar terhadap ramai tokoh termasuk Sheikh Muhammad al-Ghazali rahimahullah (1917–1996), terutama bukunya al-Naba’ al-‘Azim. Malah, buku al-Naba’ al-‘Azim itulah antara faktor al-Ghazali menulis al-Tafsir al-Maudu’i untuk seluruh al-Quran, karena Diraz hanya mempraktikkan tafsir surah al-Baqarah (tafsir yang sangat indah!) di ujung al-Naba’ al-‘Azim.

Pada pukul 21.30 tanggal 5 Januari 1958, M. A. Draz meninggal dunia setelah membuat catatan harian terakhirnya ketika menghadiri Kolokium Islam Internasional di Lahore, Pakistan. Surat terakhirnya kepada keluarganya ditulis dan dikirim dari Lahore pada tanggal 27 Desember 1957, dua minggu sebelum ia meninggal dunia. Jenazahnya diterbangkan ke Mesir dan pemakamannya dimulai dari Al-Azhar di Kairo pada tanggal 9 Januari 1958.

Baca juga:   Asesmen

Sekembalinya dari Paris pada tahun 1948 dan hingga wafatnya pada tahun 1958, M. A. Draz berpartisipasi di berbagai bidang. Beliau adalah anggota Komite Tinggi untuk Kebijakan Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Dewan Tinggi untuk Penyiaran dan Komite Penasihat Kebudayaan di Al-Azhar. Beliau juga mewakili Al-Azhar dalam konferensi ilmiah dan keagamaan internasional pada tahun 1939, 1950, dan 1951. M. A. Draz juga dinominasikan sebagai Imam Besar Al-Azhar dalam musyawarah Dewan Menteri sebelum pemilihan Syekh Al-Khidr Hussein.

Abdullah Draz dan Hubungan Eratnya dengan Al-Quran

Karya-karyanya banyak tersebar, baik itu dengan menggunakan bahasa Arab maupun Perancis. Hal ini memungkinkan karena sejak muda ia telah belajar bahasa Perancis, dan masa studinya ia lanjutkan di negara Perancis.

Di antara karyanya adalah : al-Ta’rîf bi al-Qurân, sebuah karya disertasi pertama dalam bidang ‘ulûm al-Quran yang khusus ia tulis dalam bahasa Perancis, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab; al-Akhlâq fi al-Qurân, karya ini pada mulanya merupakan disertasi (yang kedua) yang ia ajukan untuk mendapatkan gelar Doktor pada Universitas Sorbone, Perancis, dengan judul Dustûr al-Akhlâq fi al-Qurân; lalu al-Dîn Buhûts Mumahhadah li Dirâsah Târîkh al-Adyân (Agama; Sebuah Pengantar menuju Kajian Sejarah Agama-agama), adalah sebuah karya yang mengkaji agama-agama di dunia dari sudut historis.

Lalu karya lain yang cukup monumental adalah al-Nabâ al-‘Azhîm; Dirâsât fi al-Qurân (Berita yang Agung; Kajian-kajian atas al-Quran). Dalam karya ini ia membahas al-Quran dengan pendekatan dan teori-teori yang relatif baru.

Karya lain yang ia tulis adalah Ashl al-Islâm (Akar Islam), al-Riba fi nazhr al-Qânûn al-Islâmî, Mabâdî al-Qânûn al-Duwalî al-’Âm fi al-Islâm, Ra’y al-Islâm fi al-Qitâl, al-’Ibâdât: al-Shalât-al-Zakât-al-Shaum-Al-Hajj, Bayn al-Mitsâliyyah wa al-Wâqi’iyyah merupakan salah satu karyanya dalam bidang filsafat.

Dalam karya ini ia ingin membahas dan membedakan antara filsafat idealisme dan realisme; al-Mas’ûliyyah fi al-Islâm, al-Azhar al-Jâmi’ah al-Qadîmah wa al-Hadîtsah, Kalimât fi Mabâdî al-Falsafah wa al-Akhlâq, Majmû’ah Ahâdîts Idzâ’iyyah fi al-Dîn wa al-Akhlâ

Antara Agama dan Etika

Antara Agama dan Filsafat

Al-Quran sebagai Dasar Filsafat Etika

Kesimpulan

Referensi:

Web resmi mengenang Abdullah Draz https://drmdraz.com/

Adil Salahi, Scholar Of Renown: Muhammad Abdullah Draz, arabnews.com (blog), Desember, 10 2001, (https://www.arabnews.com/node/216864, diakses 12 Maret 2014)

Exclusive interviews with renowned Islamic scholars discussing M. A. Draz’s scholastic legacy. Shot for the documentary “The Memoirs of M. A. Draz” directed by Maggie Morgan.

Kelas Pengenalan kitab Naba’ al-Adzim bersama Ust. Marwan Bukhari dari Malaysia.

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *