Biografi Muhammad Husain Az-Zahabi dan Ringkasan Kitab Tafsir wal Mufassirun

Home » Biografi Muhammad Husain Az-Zahabi dan Ringkasan Kitab Tafsir wal Mufassirun

Muhammad Husain Az-Zahabi adalah seorang ulama Islam yang terkenal dengan karyanya dalam bidang ilmu Tafsir dan ilmu Al-Qur’an. Salah satu karya Az-Zahabi yang paling terkenal adalah kitab Tafsir wal Mufassirun. Kitab ini adalah ringkasan metode tafsir dari para penulis buku-buku Tafsir. Melalui buku ini, kita diajak untuk melacak awal mula tafsir serta perkembangannya dengan beragam metode, corak dan madzhab.

Mengingat, kitab ini cukup komprehensif dan detail dalam memaparkan garis besar perkembangan tafsir dari era Nabi dan para sahabatnya hingga masa kontemporer (masa Adz-Dzahabi hidup). Serta mengklasifikasikan mana saja kitab tafsir yang terpuji dan yang tercela disertai dengan argument khas penulisnya. Sehingga buku ini layak menjadi rujukan utama bagi siapapun yang ingin mencari pola dan peta kajian Tafsir Al-Qur’an beserta dinamikanya, khususnya para pengkaji Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Dalam artikel ini, kita akan membahas biografi Az-Zahabi, seorang ahlim yang yang cemerlang serta Ahli Tafsir yang syahid dan karya utamanya, Tafsir wal Mufassirun yang banyak menjadi rujukan mahasiswa Islam di seluruh dunia dalam bidang tafsir.

Biografi Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi

Disclaimer: Bagian Biografi ini saya update dengan keterangan dari Amirul Mukminin tentang biografi Husain az-Zahabi yang cukup lengkap.

Nama Lengkap

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin As-Sayyid bin Husain bin Ahmad Adz-Dzahabi Al-Hanafi Al-Azhari. Nisbah Adz-Dzahabi adalah nisbah yang melekat pada nama keluarga besarnya. Adapun Al-Hanafi adalah nisbah kepada mazhab fikih yang ia ikuti. Sedangkan Al-Azhari, ialah nisbah kepada Al-Azhar tempat ia menuntut ilmu dan mengabdi hingga akhir hayat.

Asal dan Kelahiran

Muhammad Husain Az-Zahabi lahir di desa Mathubas tanggal 9 Zulhijah 1333 H (19 Oktober 1915 M), sebuah desa pinggiran timur utara Sungai Nil, Markaz Fuwah, Provinsi Al-Gharbiyyah, Mesir. Sekarang, desa ini secara administratif menjadi desa sekaligus markaz di Provinsi Kafr Asy-Syaikh, Mesir.

Ia bertumbuh-besar dalam sebuah keluarga yang rata-rata bekerja sebagai petani dan pedagang. Sedari kecil, Adz-Dzahabi telah ditinggal mati oleh sang ayah. Ia kemudian diasuh oleh saudara kandungnya yang bernama Husain. Saudara sulung yang menjadi tulang punggung keluarga itu menjaga sang adik dengan baik. Ia memasukkannya ke sebuah kuttab desa untuk belajar baca-tulis, menghafal Al-Quran, dan mempelajari ilmu-ilmu dasar. Setelah menamatkan pembelajaran di desa dan telah hafal Al-Quran, Adz-Dzahabi muda masuk ke Ma’had Al-Azhar Dusuq. Dari sana, ia pindah ke Ma’had Al-Azhar Al-Iskandariyyah hingga jenjang Ats-Tsanawiyyah.

Masa Belajar

Dalam buku-buku sejarah, tidak disebutkan kapan Adz-Dzahabi menyelesaikan pendidikan Ats-Tsanawiyyah. Yang jelas, ketika tiba di Kairo, ia melanjutkan jenjang belajarnya di bangku kuliah Universitas Al-Azhar modern yang baru dibuka pada 1931 M. Di sinilah, ia masuk ke Fakultas Syariah dan tamat pada tahun 1939 M.

Adapun dalam buku Al-Majma’iyyun, disebutkan bahwa ia selesai pada tahun 1936 M, merujuk kepada sejumlah sejarawan kontemporer dalam buku mereka. Namun, hal ini tidak benar. Yang benar adalah sebagaimana disebut dalam buku Al-Azhar Asy-Syarif fi ‘Idihi Al-Alfi. Di sana disebutkan secara gamblang daftar nama-nama mahasiswa Universitas Al-Azhar berprestasi yang mendapatkan peringkat satu di angkatannya. Nama Adz-Dzahabi tertulis dengan jelas sebagai peraih ranking satu pada tahun ajaran 1938/1939 M.

Prestasi ranking satu yang ia raih juga dibuktikan dengan kecerdasan dan kepiawaiannya selama masa belajar. Selain Al-Azhar Asy-Syarif fi ‘Idihi Al-Alfi, hal ini juga dikuatkan langsung oleh tarikh yang tertulis di dalam Syahadah Al-‘Aliyah (S1) milik Adz-Dzahabi sendiri. Bahkan, dalam syahadah itu juga disebutkan bahwa ia mendapat peringkat satu dari 112 mahasiswa Fakultas Syariah pada saat itu.

Jika dilihat dari urutan alumni pertama yang tamat pada tahun 1934 M, artinya ia adalah alumni Universitas Al-Azhar angkatan keenam sejak dibukanya perkuliahan modern. Begitupun jika dilihat dari tahun tamatnya, maka kuat kemungkinan bahwa Adz-Dzahabi pergi ke Kairo pada kisaran tahun 1934/1935 M. Karena, sistem pendidikan kuliah saat itu—bahkan hingga kini—ditempuh selama empat tahun masa belajar, kecuali di beberapa kuliah saja.

Setelah rampung, ia melanjutkan pendidikannya di Qism At-Takhashshush (Dirasat Ulya) jurusan ‘Ulumul-Quran. Kala itu, pembelajaran di Dirasat Ulya (pascasarjana) tidak seperti hari ini yang melalui jenjang tamhidi selama dua tahun, lalu menulis tesis, kemudian melanjutkan jenjang doktoral dan menulis disertasi. Kala itu, pascasarjana layaknya jenjang tamhidi selama 5 tahun, lalu pelaksanaan imtihan seluruh diktat di tahun terakhir untuk kelayakan menulis di jenjang doktoral.

Setelah menyelesaikan pembelajaran selama 5 tahun, ia mengajukan disertasi berjudul At-Tafsir wa Al-Mufassirun, sebuah kitab yang menjadi acuan dalam cikal-bakal kodifikasi Metodologi Tafsir. Disertasi ini diujikan pada tahun 1365 H (1946 M). Artinya, jika Adz-Dzahabi mendapat gelar doktor pada tahun itu, maka ia kurang-lebih menulis disertasinya selama 2 tahun. Ini adalah waktu yang terbilang singkat jika berkaca pada capaian akademis yang ia tulis di dalam disertasi tersebut.

Mengenai para guru, ia belajar kepada para pembesar ulama Al-Azhar pada saat itu, seperti Syekhul-Azhar Muhammad Mushthafa Al-Maraghi, Syekhul-Azhar Muhammad Mamun Asy-Syinnawi, Syekhul-Azhar Muhammad Al-Khadhir Husain, Syekh Isa Mannun, Syekh Muhammad Zahid Al-Kautsari, dan Syekh Muhammad Habibullah Asy-Syinqithi. Nama-nama besar yang sudah tidak diragukan lagi kepakarannya dalam dunia intelektual. Hanya saja, penulis belum mendapatkan sumber mengenai sosok yang menjadi penyelia disertasi dan para pengujinya. Karena data ini mesti langsung dilihat di dalam naskah disertasi aslinya, mengingat nama penyelia dan penguji tidak tertera dalam buku At-Tafsir wa Al-Mufassirun yang tersebar secara luas pada hari ini.

Masa Pengabdian

Karir Adz-Dzahabi telah dimulai sejak ia berada di jenjang Dirasat Ulya. Sembari kuliah, ia juga berprofesi sebagai imam di bawah Kementerian Wakaf Mesir. Selanjutnya, setelah menyelesaikan jenjang doktoral, ia dilantik sebagai pengajar di Ma’had Al-Azhar Kairo di tahun yang sama.

Setelah setahun mengajar, ia dipilih sebagai duta Al-Azhar di Arab Saudi bersama sejumlah ulama Al-Azhar lainnya. Di negara ini, ia mengajar di Madrasah Dar At-Tauhid, Kota Thaif hingga tahun 1370 H (1951 M), karena ia dipindah-tugaskan ke Madinah Al-Munawwarah selama setahun. Setelah masa khidmah berlalu, ia kembali ke Kairo, Mesir pada tahun 1371 H (1952 M) di tempat di mana ia dulu mengajar. Beberapa tahun setelahnya, jenjang karirnya pun naik. Ia dilantik menjadi pengajar di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar pada tahun 1374 H (1955 M).

Baca juga:   Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Ia juga pernah menjadi dosen terbang di Universitas Baghdad, Irak selama 2 kali: di Fakultas Hukum pada tahun 1374 H (1955 M) dan Fakultas Syariah pada tahun 1380 H (1962 M). Pada fakultas terakhir, ia menjadi Ketua Prodi Ilmu Syariah. Selain Arab Saudi dan Irak, ia juga pernah menjadi dosen terbang di Kuwait selama 3 tahun, dari tahun 1387 H (1968 M) hingga 1390 H (1971 M). Di sini, ia diminta mengajar Universitas Kuwait pada Jurusan Tafsir dan Hadits. Setelah kepulangannya dari Kuwait, ia kemudian dilantik sebagai guru besar di Fakultas Usuludin Universitas Al-Azhar.

Pada tanggal 15 April 1975 beliau terpilih menjadi Mentri Waqaf. Namun beliau hanya bertahan satu tahun saja sampai pada tahun 1976. Walau hanya sebentar saja menjabat sebagai mentri, tetapi beliau telah menunjukkan sikap-sikap terpuji yang layak ditiru sebagai seorang pemimpin. Seperti beliau menolak security khusus di depan rumahnya, dan setiap malam rumahnya selalu ramai dengan kajian-kajian Islam yang terbuka bagi siapa saja.

Husain Az-Zahabi termasuk salah satu ulama tahun tujuh puluhan yang memberikan seluruh ilmunya untuk meninggikan bendera Islam dan melawan kedhaliman dalam berbagai bentuk. Menurutnya dakwah Islam harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan atau terorisme dan penegakan hukum Islam adalah jalan keluar untuk segala problematika umat baik dalam akhlaq, politik ekonomi. Beliau juga memandang bahwa pemikiran Islam harus dibersihkan dari segala macam bentuk khurafat dan kesesatan karena hari ini suara kesesatan lebih kuat daripada suara kebenaran.

Syahid dalam Dakwah

Perjalanan dakwah tak pernah lekang dari aral rintangan yang bisa sampai pada pembunuhan, dan itu beliau alami. Di zaman beliau muncul sekelompok orang yang sangat mudah mengkafirkan manusia dikarenakan bukan termassuk dalam golongannya, seperti yang terjadi dalam ajaran Jama’ah Takfir wal Hijrah pimpinan Sukri Musthafa di Mesir.

WAMY dalam bukunya Al-Maushu’ah Al-Muyassarah fil Adyan wal Mazahib wal Ahzab Al-Mu’ashirah memasukkan kelompok ini dalam pembahasan kelompok-kelompok yang ekstrim. Di antara ideologinya; mengkafirkan orang yang tidak bergabung dengan kelompoknya, mengkafirkan penguasa tanpa ada perincian, dalil berupa ijma’, qiyas, mashalih mursalah, istihsan dianggap sebagai bentuk kemusyrikan, menolak penafsiran dan pendapat para ulama terdahulu, menyatakan tidak wajib shalat di masjid-masjid yang ada sekarang karena masjid-masjid tersebut dianggap masjid dhirar.

Dikarenakan sikap Husain Az-Zahabi yang kritis terhadap keyakinan kelompok tersebut, maka kelompok ini mengeluarkan fatwa bahwa darah Muhammad Husain Az-Zahabi halal dan mereka memutuskan untuk menculik dan membunuhnya. Akhirnya penulis buku monumental Tafsir wal Mufassirun tersebut wafat di tangan mereka pada tanggal 4 Juli 1977.

Jasad beliau dishalatkan di masjid jami’ Al-Azhar dan yang menjadi imamnya Syaikh Shalih Al-Ja’fari. Beribu-ribu orang ikut menshalatkannya dari teman, murid-murid dan orang-orang yang mengenalnya dan mengetahui budi pekertinya. Sebagai pernghormatan baginya, jasad beliau dimakamkan di komplek makam keluarga Imam Syafi’i.

Pasca wafat, sosoknya dianugerahi Medali Nasional Bintang Satu sebanyak dua kali: pertama pada September 1977 M dan kedua pada Februari 1990 M. Medali Nasional sendiri adalah medali tertinggi yang dianugerahi Negara Mesir kepada tokoh yang meraihnya. Sosok ini juga memperoleh Medali Ilmu Pengetahuan dan Seni Bintang Satu pada Peringatan Hari Lahir Al-Azhar tahun 1983 M.

Karya-karya Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi

Di antara karangan-karangan beliau adalah:

  1. Tafsir wal Mufassirun
  2. Al-Israiliyat Fit Tafsir wal Hadits
  3. Al-Ittihajat Al-Munhafirah Fit Tafsir
  4. Ibnu Arabi wa Tafsirul Quran
  5. Al-Wahyu
  6. Muqaddimah Fi Ulumil Quran
  7. Muqaddimah Fi Ulumil Hadits
  8. Atsaru Iqamatul Hudud Fi Istiqraril Mujtama’
  9. Maliyah Ad-Daulah Al-Islamiyyah
  10. Mauqiful Muslim Fid Diyanat As-Samawiyah
  11. Ahwal As-Saykhshiyyah Baina Ahlus Sunnah wal Ja’fariyyah

Kisah Az-Zahabi dan Al-Bayumi

Di sebuah forum Islam berbahasa arab yang sangat bermanfaat sekali yaitu Multaqa Ahlut Tafsir atau Forum Ahlut Tafsir, saya mendapatkan kisah antara Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi dan Dr. Muhammad Rajab Al-Bayumi, mahasiswanya dulu. Kisah ini saya tulis agar kita bisa mengetahui bagaimana akhlaq Dr. Husain Az-Zahabi.

Rajab Al-bayumi baru bertemu dengan Husain Az-Zahabi sebanyak tiga kali, pada pertemuan mereka yang kedua. Mereka bertemu setelah Al-Bayumi selesai menulis buku berjudul Khuthuwath At-tafsir Al-Bayani. Di buku itu Al-Bayumi mengkritik Az-Zahabi yang memasukkan dua ulama Al-Azhar yaitu Syaikh Hamid Muhaisin dan Syaikh Abdul Muta’al As-Sha’idi ke dalam tafsir ilhad.

Ketika mereka bertemu, Az-Zahabi menyambutnya dengan tangan terbuka sambil mengatakan Hai Rajab sungguh engkau telah mengajariku….!!! Lalu dengan besar hati Az-Zahabi mengakui kesalahannya, ketika itu dia menganggap makna ilhad dengan mail atau kecondongan, sehingga yang beliau maksud bahwa dua syaikh tadi melenceng dan tidak lurus. Lalu dibantah oleh Al-Bayumi, memang makna Ilhad secara bahasa itu mail tetapi secara istilah berarti kufur. Dan beliau mengakui ia salah dan Al-Bayumi yang benar.

Demikianlah akhlaq mulia dari Husain Az-Zahabi, dan saya yakin sekiranya Syaikh Musa’id Ath-Thayyar memberi kritikannya ketika beliau masih hidup, pasti akan beliau terima dengan lapang dada seperti sikapnya di atas ketika mendapat kritikan dari murdinya, Dr. Muhammad Rajab Al-Bayumi.

التفسير والمفسرون pdf
Halaman depan kitab Tafsir wal Mufassirun

Ringkasan Kitab Tafsir wal Mufasirun

Nama kitab: At-Tafsir wa al-Mufasirun

Karangan: Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi

Cetakan: Dar al-Hadits Al-Mishriyyah

Nama pengarang kitab ini adalah DR. Muhammad as-Sayyid Husain az-Zahabi, wafat dengan dibunuh pada tahun 1398 H, beliau menjabat sebagai Mentri Wakaf di Mesir sebelum wafatnya. Kitab ini merupakan Risalah Doktoral yang diajukan penulis pada tahun 1365 H atau 1946 M pada kuliyah Ushuluddien di Universitas al-Azhar.

Kitab Tafsir wal Mufasirun ini ada yang dicetak dalam dua jilid dan kitab ini yang ada pada kami dan ada juga cetakan dalam tiga jilid. Jilid ketiga merupakan hasil dari upaya seorang murid yang sekaligus anaknya yang bernama Mushtafa Muhammad Adz-Dzahabi. Ia telah melakukan penyusunan dan pengeditan berdasarkan tulisan-tulisan Adz-Dzahabi yang ditemui setelah masa wafatnya. Kandungan jilid ketiga memuatkan beberapa catatan khusus Dr. al-Zahabi mengenai pentafsiran golongan Syiah.

Kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun adalah buku pertama yang membahas secara lengkap metode para mufassir. Ia memuatkan kajian terhadap metode kitab-kitab tafsir yang belum dicetak ketika itu.

Di bawah bimbingan Dr. al-Zahabi lahirlah kitab-kitab bermutu seperti Kitab al-Qurthubi wa Manhajuhu fi al-Tafsir karya Dr. al-Qashbi Mahmud Zalath, al-Razi Mufassiran karya Dr. Muhsin Abdul Hamid al-Iraqi dan Manhaj Ibnu Atiyyah fi al-Tafsir karya Dr. Abdul Wahab Fayath.

Muhammad Husain az-Zahabi juga memiliki karangan-karangan yang lain seperti:

  1. Al-Israiliyat fi al-Tafsir wa al-Hadits.Dalam forum diskusi berbahasa Arab Multaqa ahlu al-Tafsir disebutkan bahwa kitab ini telah diplagiat oleh Dr. Ramzi ‘Ananah dalam disertasinya yang berjudul al-Israiliyat wa Atsaruha fi al-Tafsir.
  2. 2. Al-Wahyu wa al-Quran al-Karim
  3. 3. Al-Ittujahat al-Munharifah fi Tafsir al-Quran al-Karim Dawafiuha wa Dafuha
  4. 4. Ilmu al-Tafsir
  5. Buhuts Fi Ulum al-tafsir wa al-Fiqh wa al-Dakwah, kitab ini adalah kumpulan dari tulisan-tulisan Dr. Muhammad Husain az-Zahabi di atas, dicetak oleh Dar al-Hadits, Kairo.
Baca juga:   Bentuk-Bentuk Tafsir Al-Quran

Kelebihan kitab at-Tafsir wa al-Mufasirun

  1. Merupakan buku pertama yang membahas secara lengkap metode para mufasir.
  2. Studi terhadap metode kitab-kitab tafsir yang belum dicetak ketika itu dan menjadi satu ensiklopedi atas keragaman corak dan metode dalam kitab tafsir yang tersohor di kalangan umat Islam.
  3. Membuka wawasan pembaca atas penafsiran dan pemikiran yang variatif sepanjang masa penafsiran Al-Qur’an, termasuk tafsir yang benar dan salah.
  4. Dari tangannya lahir risalah-risalah berbobot dimana beliau menjadi pembimbingnya, seperti al-Qurtubi wa Manhajuhu fi al-Tafsir karangan Dr. al-Qashbi Mahmud Zalath, al-Razi Mufassiran karangan Dr. Muhsin Abdul Hamid al-Iraqi dan Manhaj Ibnu Atiyyah fi al-Tafsir karangan Dr. Abdul Wahab Fayath.

Metode Penulisan kitab Tafsir wal Mufasirun

Kitab ini ditulis sesuai dengan kaidah penulisan risalah doctoral dan  bisa dilihat jelas ketika membaca kitab tersebut. DR. Muhammad Husain Az-Zahabi telah mengambil studi tentang sejarah tafsir dan perkembangannya semenjak masa Nabi saw sampai pada masa sekarang.

Pada jilid yang pertama beliau membahas banyak permasalahan; dalam pendahuluan beliau membahas tiga persoalan.

  1. Bahasan Pertama; Membahas pengertian Tafsir dan Takwil serta perbedaan antara keduanya, terakhir dibahas perkataan ulama tentang perbedaan tafsir dan takwil, dan kenecerungan tafsir kepada riwayat dan dirayat.
  2. Bahasan kedua; Tafsir al-Quran dengan selain Bahasa Arab. Dibahas tentang terjemah harfiyah Al-Quran dan terjemah tafsiriyyah Al-Quran.
  3. Bahasan ketiga; seputar khilafiyyah ulama tentang tafsir Al-Quran dari sisi tashawwurat atau at-tashdiiqat.

Setelah bagian pendahuluan, Az-Zahabi membahas periodisasi Tafsir yang dibagi ke dalam tiga periode.

Tafsir masa Nabi dan Sahabat

Pada masa ini dijelaskan bagaimana dan sejauh mana Nabi menafsirkan Al-Qur’an. Terbagi menjadi dua kelompok; mereka yang meyakini Nabi telah menjelaskan seluruh ayat Al-Qur’an dan mereka yang meyakini Nabi hanya menjelaskan sebagian kecil saja dari Al-Qur’an. Kemudian, dilanjutkan dengan penafsiran di era sahabat yang dilakukan oleh empat sahabat terkemuka, seperti: Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab.

Lalu membahas tentang sumber tafsir pada masa ini yaitu al-Quran, Hadits serta Ijtihad dan Istimbath, juga membahas tentang Ahli Tafsir yang terkenal pada masa Sahabat dan metode tafsir mereka dan yang terakhir membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Nabi saw dan Sahabat.

Tafsir pada Masa Tabi’in

Di era ini, ia membagi model penafsiran menjadi tiga madrasah utama; madrasah Mekkah, madrasah Madinah dan madrasah Irak. Mulai dari madrasah Mekkah yang digawangi oleh Ibnu Abbas, ditemukan para mufasir seperti: Sa’id bin Jabir, Mujahid bin Jabir, Ikrimah dan sebagainya.

Sementara di madrasah Madinah dipelopori oleh Ubay bin Ka’ab dan darinya dikenal tokoh seperti: Abul Aliyah, Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam. Adapun melalui madrasah Irak yang diawali oleh Ibnu Mas’ud tercatat nama seperti: Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Amir As-Sya’bi dan Al-Hasan Al-Bashri.

Lalu membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Tabi’in.

Tafsir pada masa Kodifikasi

Membahas tentang Marhalah ketiga Tafsir yang beliau istilahkan dengan Ushur at-Tadwin (masa kodifikasi), dalam bab ini dibahas urutan kodifikasi tafsir, lalu tentang Tafsir bil Ma’tsur dan Israiliyat.

Tafsir bil Ma’tsur

selanjutnya dalam bab ini dibahas sebagian metode kitab Tafsir yang terkenal yaitu:

  1. Jami’ al-Bayan fi at-Tafsir al-Quran oleh Imam Thabari
  2. Bahr al-Ulum oleh Samarqandi
  3. Al-Kasf wa al-Bayan an Tafsir al-Quran oleh ats-Tsa’labi
  4. Ma’alimat-Tanzil oleh al-Baghawi
  5. Al-Muharra al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz oleh Ibnu Atiyah
  6. Tafsir al-Quran al-Adhim oleh Ibnu Katsir
  7. Al-Jawahir al-Hasan fi at-Tafsir al-Quranoleh ats-Tsa’alabi
  8. Ad-Duur al-Mantsurfi at-Tafsir bil Ma’tsur oleh as-Suyuthi

Pada setiap pembahasan kitab disertai dengan penjelasan metode khas dari tiap kitab tafsir yang disebutkan.

Tafsir bir Ra’yi al-Mahmud

Kemudian pada pasal selanjutnya membahas tentang Tafsir bir Ra’yi al-Mahmud dan studi tentang metode tafsir mereka yaitu:

  1. Mafatih al-Ghaib oleh Fakhruddien ar-Raazi
  2. Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil oleh al-Baidhawi
  3. Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Takwil oleh an-Nasafi
  4. Lubab at-Takwil fi Ma’ani at-Tanzil oleh Khazin
  5. Al-Bahr al-Muhith oleh Abi Hayan
  6. Gharaib al-Quran wa Raghaibal-Furqan oleh Yasaburi
  7. Tafsir al-Jalalain oleh Jalauddien al-Muhalli dan Jalaluddien as-Suyuthi
  8. As-Siraj al-Munir fi al-I’anah ala Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalam Rabbuna al-Hakim al-Khabir oleh Khatib as-Sirbani
  9. Irsyad al-Aql as-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim oleh Abi Su’ud
  10. Ruuh al-Ma’ani fi Tafsir al-Quran al-Adhim wa as-Sab’u al-Matsani oleh al-Alusi

Tafsir bir Ra’yi al-Madhmum

Kemudian pada pasal keempat membahas tentang Tafsir bir Ra’yi al-Madhmum atau Tafsir dari kelompok sesat:

Tafsir Muktazilah

Membahas tentang Muktazilah dan pokok-pokok mazhab mereka, posisi mereka terhadap Al-Quran, ketentuan Abi Hasan Al-Asyari tentang tafsir Muktazilah , demikian pula ketentuan Ibnu Taimimiyyah dan Ibnul Qayyim atas tafsir Muktazilah.

Selanjutnya dibahas 3 Kitab-kitab Tafsir Muktazilah yang sampai kepada kita hari ini yaitu:

  1. Tanzih al-Quran ‘an al-Mutha’in oleh al-Qadhi Abdul Jabbar
  2. Gharar al-Fawaid wa Durar al-Qalaid oleh Amali as-Syarif al-Murtadha
  3. Al-Kasyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Takwil oleh Zamakhsyari, selesai jilid pertama.
Tafsir Syiah

Ia khususkan pada pembahasan kelompok Syiah mayoritas yaitu:

Pertama: Syiah Istna Asairah

Membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka.

Kitab tafsir mereka:

  1. Miratul Anwar wa Miskat al-Asrar oleh Maula Abdullatif al-Kazarani
  2. Tafsir al-Hasan al-Askari
  3. Majma’ al-Bayan li Ulum al-Quran oleh ath-Thabarsi
  4. As-Shaafi fi Tafsir al-Quran al-Karim oleh Mula Muhsin al-Kaashi
  5. Tafsir al-Quran oleh Sayid Abdullah al-Alawi
  6. Bayan as-Sa’adah fi Maqamat al-Ibadah oleh Sulthan Muhammad al-Khurasani

Kedua: Syiah Ismailiyyah

Membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka.

Ketiga: Syiah Zaidiyah

Membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka. Dibahas dua kitab tafsir Zaidiyyah yaitu Fathul Qadir oleh Asy-Syaukani

Tafsir Khawarij

Membahas tentang mauqif kelompok khawarij terhadap al-Quran, selanjutnya ia bahas salah satu kitab tafsir dari kalangan Khawarij yaitu Haiman az-Zaad ila Daar al-Ma’ad oleh Muhammad Yusuf Athfis, salah seorang mufasir dari kalangan Khawarij yang berasal dari lembah Mizab di pegurunan Jazair, ia wafat pada tahun 1332 H.

Pada pasal selanjutnya, pasal kelima, membahas tentang Tafsir Sufi dan metode Tafsir mereka seperti metode tafsir Ibnu Arabi kemudian membahas Tafsir Isyari dan sebagian kitab-kitab mereka:

  1. Tafsir al-Quran al-Adhim oleh at-Tusturi
  2. Haqaiq at-Tafsir oleh as-Silmi
  3. ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Quran oleh Abi Muhammad as-Sairazi
  4. At-Takwilat an-Najmiyah oleh Najmuddien Dayah dan Ala’ ad-Daulah as-Samnani
  5. Lalu ditutup dengan pembahasan Tafsir Ibnu Arabi dan metode Tafsirnya.

Tafsir Filsafat

Pasal keenam membahas tentang Tafsir Filsafat dan metode tafsir mereka dalam dua puluh lembar dan beliau sebutkan contoh Tafsir Filsafat dan metodenya seperti al-Farabi dan Ibnu Sina.

Baca juga:   Kulu Kubuk, Gemericik Air Terjun di Pedalaman Mentawai

Tafsir Fuqaha’

Pasal ketujuh membahas tentang Tafsir Fuqaha’ sekitar lima puluh halaman, berbicara tentang perkembangan Tafsir Fiqih ayat-ayat hukum pada setiap mazhab fiqih. Dan membahas enam kitab Tafsir tentang Ahkam al-Quran.

  1. Ahkam al-Quran oleh al-Jashash al-Hanafi
  2. Ahkam al-Quran oleh Kaya al-Hirasyi as-Syafi’i
  3. Ahkam al-Quran oleh Ibnul Arabi al-Maliki
  4. Al-Jami’ li Ahkamal-Quran oleh al-Qurtubi al-Maliki
  5. Kanzul Irfan fi Fiqh al-Quran oleh Miqdad as-Suyuri ar-Rafidhi dari kalangan Imamiyah Itsna Asairah
  6. Ats-Tsamarat al-Yani’ah wa al-Ahkam al-Wadhihah al-Qathi’aholeh Yusuf ats-Tsalai az-Zaidi dari kalangan Zaidiyah

Tafsir ‘Ilmi

Pasal kedelapan membahas tentang Tafsir Ilmi dalam enam belas halaman, ia sebutkan pendapat ulama terdahulu dan ulama sekarang kemudian ia sebutkan ikhtiyarnya dan menolak tafsir ilmi seperti yang dirajihkan oleh Imam Syatibi.

Tafsir Modern

Kemudian kitab ini ditutup dengan pembahasan tentang corak tafsir pada masa modern, pembahasan ini menghabiskan sekitar seratus dua puluh halaman, beliau sebutkan beberapa kitab tafsir:

  1. Al-Jawahir fi Tafsir al-Quranal-Karim oleh Syaikh Thanthawi Jauhari, syaikh az-Zahabi telah mengkritik dengan keras kitab ini.
  2. Kitab al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir al-Quran bil Quran, beliau contohkan kiab ini sebagai kitab Tafsir Ilhadi
  3. Berbicara tentang metode tafsir Syaikh Muhammad Abduh
  4. Berbicara tentang metode tafsir Muhammad Rasyid Ridha
  5. Berbicara tentang Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, pembahasan ini mengakhiri kitab Tafsir wal Mufasirun.

Pendapat Ahli Ilmu Tafsir tentang Kitab Tafsir wal Mufassirun

Syaikh Musaid At-Thayyar

Musa’id At-Thayyar adalah seorang peneliti bidang Ilmu Al-Quran yang lahir di daerah Najd tahun 1384 H, Menyelesaikan kuliah di Universita Imam Muhamamd bin Su’ud sampai mendapat gelar Magister dengan disertasi berjudul “Al-Waqfu Wa Atsaruhu Fit Tafsir” dan gelar Doktoral tahun 1421 H dengan tesis berjudul “Tafsir Lughawi Lil Quran”.

Sekarang menjadi dosen di Kuliyah Muallimin di Riyadh. Beliau sangat aktif menyebarkan ilmu-ilmunya tentang Al-Quran danTafsir seperti di forum Multaqa AhlulHadits yang beberaepa tulisannya bisa anda dapatkan di software Maktabah Syamilah, dan beberapa bukunya seperti Fushul fi Ushulit Tafsir, Al-Muharrar fi Ulumil Quran, Sarh Muqaddimah Tafsir, dan lainnya.

Sedangkan Kitab Tafsir wal Mufassirun adalah kitab yang sudah sangat dikenal orang-orang pesantren dan mahasiswa Islam yang belajarIlmu Al-Quran atauIlmu Tafsir yang ditulis oleh Dr. Muhammad Husain Az-Zahabi dan menjadi salah satu karya terbesar beliau.

Kali ini saya mencoba untuk menyampaikan pendapat Dr. MusaidAt-Thayyar tentang kitab Tafsir wal Mufassirun yang saya ringkas dan terjemahkan dari forum AhlulHadits yang ada di software Maktabah Syamilah.

Beliaumengatakan:

Saya sangat senang sekali bisa membahas tentang buku yang bagus ini (Tafsir wal Mufassirun), dan saya menyatakan bahwa:

  1. Buku ini punya banyak sekali kelebihan, yang terpenting adalah kodifikasinya yang luas.
  2. Menjadi pondasi bagi orang setelah beliau, banyak dipakai dosen universitas Islam dan para peneliti sekaligus menjadi pintu pembuka beberapa karya tulis ilmiah.
  3. Kelebihan yang lain adalah bukunya disusun dengan tertib dan menggunakan bahasa yang jelas.

Biasanya karya pertama itu masih menyisakan beberapa kesalahan, karena itu saya melihat bahwa buku ini masih butuh koreksi, terlebihlagi sang pengarang mengutarakan permintaan maafnya karenapembahasannya yang panjang membuat beberapa bagian belum sempat diteliti.

Bagi seorang peneliti yang akan menelaah buku ini, setidaknya akan menemukan dua macam koreksi.

  1. Koreksi pada pembahasannya yang panjang atau beberapa buku yang disebutkan oleh Az-Zahabi yang penempatannya kurang tepat dan mestinya dikeluarkan dari situ.
  2. Membuat hal yang baru dan berbeda dari ulama sebelumnya seperti dalam pembahasan tentang Marahil Tafsir yang tidak sesuai dengan sejarah tafsir, hal ini sudah saya singgung di buku saya berjudul TafsirLughawi Lil Quranil Karim. Begitu juga pembahasannya tentang istilah Tafsir bil Ma’tsur. Semoga Allah memudahkan orang yang mempelajari buku ini.

Kritik Lengkap Dr. Musaid At-Thayyar bisa dibaca di link ini.

Dr. Muhammad Abu Zaid

Pendapat Musaid At-Thayyar tentang kitabTafsir wal Mufassirun, disitu beliau menyebutkan bahwa kitab ini membutuhkan koreksian dan Alhamdulillah saya menemukan satu buku karya Dr. Muhammad Abu Zaid yang meringkas buku ini menjadi 352 halaman dengan judul ‘Manahijul Mufassirin‘ (klik unduh kitab).

Di antara yang dilakukan Dr. Muhammad Abu Zaid dalam meringkas buku ini adalah.

  1. Mentakhrij hadits atau atsar yang dhaif, mengoreksi contoh-contoh yang lemah untuk dijadikan sebagai dalil, mengoreksi apa yang disebut metode tafsir tapi sebenarnya lebih mendekat pada sejarah tafsir, ushul tafsir dan ilmu Al-Quran dan yang terpenting adalah membuang kesalahan-kesalahan di buku ini.
  2. Tidak menambah isi buku, jika ada tambahan beliau beri tanda “[]” sebagai perkataan beliau.
  3. Banyak dalil yang disebutkan Az-Zahabi tidak sempurna sehingga saya sempurnakan seperti memberi harakat agar maknanya lebih jelas.
  4. Menambahkan biografi yang belum sempat ditulis Az-Zahabi.
  5. Menjelaskan kata-kata yang mesti dijelaskan.
  6. Membenarkan kesalahan yang muncul karena salah cetak.

Keterangan lengkap tentang apa yang dilakukan Dr. Abu Zaid bisa dicek di laman website beliau ini.

Prof. Dr. Abdurrahman Asy-Syihri

Beliau adalah salah seorang dosen dan guru besar Ilmu Tafsir di Jurusan Quranic Studies King Saud University Riyadh. Beliau juga merupakan salah satu pendiri dan direktur utama Markaz Tafsir yang berlokasi di Riyadh Saudi Arabia.

Dalam salah satu kajian, beliau sebut bahwa terkadang para thalib ilm salah menilai Az-Zahabi ini sebagai penulis Siyar alam Nubala’, padahal beliau adalah Doktor dari Mesir, mantan Wazir Auqaf dan dibunuh ketika wafatnya.

Menurut Prof. Asy-Syihri, kitab ini adalah yang pertama ditulis tentang metode tafsir (Manahijd Mufassirun) dan beliau yang pertama kali membagi tafsir menjadi Tafsir bil Ma’tsur dan Tafsir Bir ra’yi. Dan Prof. Asy-Syihri menyanggahnya dengan menyebut pembagian ini bukan pembagian yang pasti, contoh Tafsir Ath-Thabari adalah tafsir bilma’tsur dan tafsir bi ra’yi sekaligus.

Di akhir kajian, Prof. Asy-Syihri meminta penuntut ilmu membaca kitab ini karena memberikan ilmu yang bagus tentang makna tafsir, sejarah perkembangan tafsir.

Penulis sendiri sangat setuju dengan saran dari Prof. Asy-Syihri ini, kitab ini menjadi rujukan pertama saya untuk mempelajari kitab-kitab tafsir dan banyak artikel di blog ini yang saya tulis berdasarkan isi kitab Tafsir wal Mufassirun.

Link kajian Prof. As-Syihri

Selesai, semoga yang sedikit ini bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan kita.

Referensi:

Tafsir wal Mufassirun, Muhammad Husain Az-Zahabi

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

Link Terkait


Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *