Ada istilah di tempat saya kabotan jeneng yang artinya keberatan nama. Anak kecil yang sering sakit sakitan kadang ditebak penyebabnya karena nama gak cocok dengan anak. Harus diganti.
Lahir dengan berat abnormal dan sakit sakitan membuat orang tua merubah nama saya yang awalnya Semeru diganti jadi Jumal Ahmad.
Nama Semeru diberikan kakek, dan saya gak tahu ilham apa yang sampai ke beliau sampai memberi nama itu. Mungkin beliau ingin saya menjadi orang yang sabar setegar gunung, mempunyai cita cita tinggi setinggi gunung dan menjadi orang yang bermanfaat seperti gunung yang keberadaannya memberikan rasa aman bagi apa saja yang di atasnya.
Semeru punya bentuk unik dari sisi topografi, bentuknya kerucut. Dulu waktu sering dipangku bapak, beliau sering bilang, bokonge lancip artinya bokongku lancip. Seperti gunung kali ya…
Karena alasan kabotan jeneng nama saya dirubah menjadi nama yang sekarang tertulis di ijazah, Jumal Ahmad.
Sewaktu kecil pernah bertanya kepada bapak dan ibu saya, kenapa pak saya dikasih nama Jumal, bukan Jamal. Gak keren kalo bahasa anak zaman sekarang.
Orang tua hanya bisa terdiam karena bapak saya bukan ustadz dan ibu saya bukan ustadzah hanya seorang petani tembakau di puncak gunung sumbing.
Jawaban dari teka teki nama itu terungkap ketika saya mulai belajar di pesantren, disana ada pelajaran kaidah bahasa Arab yaitu Nahwu. Buku yang sering dipakai waktu itu Nahwu Wadhih, kelebihan buku ini banyak memberikan latihan latihan untuk mempraktikkan rumus rumus bahasa Arab. Ada salah satu perintah yang berbunyi akmil jumalal aatiyah artinya sempurnakan kalimat di bawah ini. Oh, akhirnya saya tahu, Jumal = Kalimat.
Ahmad, sudah sangat familiar di telinga umat Islam. Ahmad sebagaimana nama Muhammad artinya terpuji dan baik.
Maka Jumal Ahmad artinya orang yang suka berkata baik dan terpuji. Subhanallah…termasuk kasih sayang Allah kepada saya adalah memberikan orang tua yang selalu mengajari adab kepada saya. Terutama dalam hal berbicara.
Orang tua saya, yang hanya petani tembakau menjaga saya dari lingkungan yang kurang baik, menjaga saya agar tidak ada kata kata kotor yang saya dengar. Pernah bapak saya keceplos mengucapkan kata yang gak baik dan langsung ditegur ibu karena disitu ada saya.
Di rumah saya berbicara kepada orang tu dengan bahasa jawa kromo inggil yaitu bahasa jawa yang tinggi ketika bicara sama ortu. Sering kalo ada kosa kata yang salah dan kurang pas penempatan langsung beliau koreksi. Itu sangat berpengaruh, gak akan lupa.
Berkata yang baik atau diam, mejadi pegangan saya sejak di pesantren. Namun sering diam juga gak baik karena saya gak bebas untuk mengekapresikan apa yang ada dalam otak saya.
Sekarang, ketika tulisan ini dibuat saya masih dalam tahap merubah diri menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi diri, keluarga dan orang lain.
Wallahu A’lam Bisshawab
[Jumal Ahmad | Twitter: @JumalAhmad]