Pandangan Ali Musthafa Ya’qub Tentang Ilmu Hadis

Mengenal Ali Musthafa Ya’qub

Prof. Ali Mustafa Ya’qub, MA dilahirkan di Kemiri, Batang, Jawa Tengah tahun 1982 dari sebuah keluarga yang taat menjalankan agama

Pendidikan Ali Mustafa Ya’qub mulai dari SD sampai SMP, semua dijalani di Batang kota kelahirannya, setelah tamat SMP minatnya untuk belajar agama mulai tumbuh.

Ali Mustafa kecil bertandang ke sebuah pesantren di Seblak, Jombang untuk belajar agama sampai tahun 1969 kemudian nyantri lagi di pesantren Tebu Ireng, Jombang sampai tingkat Fakultas Syari’ah Universitas Hasyim As’ari sampai awal tahun 1976.

Pada tahun itu juga ia masuk Fakultas Syari’ah Universitas Muhammad ibnu Saud sampai tahun 1985 kemudian mengambil Master di Universitas yang sama pada Jurusan yang beliau anggap nikmat yaitu Jurusan Tafsir dan Ilmu Hadits.

Setelah pulang ke tanah air beliau menjadi Dosen berbagai Perguruna Tingi Islam seperti:

  • Institut Ilmu Al-Quran (IIA),
  • Institut Studi Ilmu Al-Quran (ISIQ),
  • Sekolah Tinggi Islam Dakwah (STIDA) Al-Hamidiyah dan
  • UIN Syarif Hidayatullah.

Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika di Riyadh ia terpilih menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), tahun 1990-1996 menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Mubalighin, tahun 1997 ia mendirikan pondok pesantren dengan spesialisasi Ilmu hadits yang bernama Pesantren Luhur Ilmu Hadits  Darus Sunnah[1], Jakarta.

Banyak penafsiran yang kurang tepat dalam memahami hadis, hal ini terus berkembang di masyarakat. Prof. Ali Mustafa Ya’qub termasuk ulama Indonesia garda depan yang mengamatinya sekaligus meluruskannya, salah satu cara yang ia lakukan adalah dengan menulis buku atau makalah, di majalah, jurnal atau koran serta mengisi seminar atau ceramah-ceramah.[3]

Beberapa tulisannya yang terpublikasi secara luas diantaranya:

  • Memahami Hakikat Hukum Islam (1986)
  • Nasihat Nabi kepada pembaca dan penghafal Al Qur’an (1990)
  • Imam Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (1991)
  • Kritik Hadits (1995)
  • Sejarah dan metode dakwah Nabi (1997)
  • Peran ilmu hadis dalam pembinaan hukum Islam (1999)
  • Kerukunan umat Islam dalam perspektif Al Qur’an dan hadis (2000)
  • Islam masa kini (2001)
  • Fatwa-fatwa kontemporer (2002)
  • MM. A’zami pembela eksistensi hadis (2003)
  • Hadis-hadis bermasalah (2003)
  • “Kriteria halal-haram untuk pangan, obat dan kosmetika dalam perspektif Al-Qur`an dan Hadis”[2],
  • Hadits-Hadits palsu seputar Ramadhan (2005)
Baca juga:   Telaah Kritik Hadis Orientalis: Pemikiran Ignaz Goldziher, Joseph Schacht dan G.H.A Juynboll

Motivasi Belajar Hadis

Latar belakang motifasi Ali Ya’qub untuk belajar hadits adalah ia merasakan dua kenikmatan dengan belajar hadits yaitu bisa mempelajari kehidupan Nabi SAW, sehingga seakan-akan melihat Nabi SAW dan yang kedua bisa banyak bershalawat kepada Nabi SAW.[4]

Pemikiran Hadis

Kedudukan Hadis

Menurut Ali Mustafa Ya’qub ada tiga kedudukan hadis di dalam Islam.

Penjelas Al-Quran

Di dalam Al Qur’an hanya terdapat perintah-perintah untuk melakukan ibadah kepada Allah, sedangkan cara beribadah itu sendiri sangat sedikit dijelaskan. Oleh karena itu, hadis diperlukan untuk memperjelas hal ini. Misalnya, tentang tata cara shalat, tata cara berdo’a dan sebagainya.

Pendukung Ketetapan Al Quran

Di dalam Al Quran banyak hukum-hukum tentang kehidupan sehari-hari. Misalnya, tentang hukum zina. Al Quran hanya menjelaskan tentang larangan mendekati zina dan hukuman bagi orang yang melakukan zina, tapi tidak menjelaskan bentuk-bentuk zina dan bagaimana cara menyikapinya.

Untuk itu, hadis disampaikan oleh Nabi sebagai pendukung Al Qur’an dan langsung mencontohkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat bisa memahami secara langsung maksud yang terkandung di dalam penetapan hukum-hukum tersebut dan agar mereka bisa mengerti bahwasanya hukum-hukum itu bukan sekedar wahyu saja.

Sumber hukum Islam

Selain sebagai penjelas hadis juga merupakan sumber hukum tentang hal-hal yang tidak terdapat di dalam Al Qur’an. Seperti hal-hal yang baru timbul di masyarakat setelah Al Qur’an diwahyukan.

Dalam hal ini, banyak sekali ulama-ulama fiqh yang menggunakan hadis sebagai landasan untuk berijtihad dalam mengambil hukum (istidlal).

Perbedaan Hadis dan Sunnah

Ia menjelaskan tentang perbedaan antara Hadis dan Sunnah bahwa pengertian hadis dan sunnah menurut para ulama hadis terdiri dari empat hal: perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi.

Baca juga:   Menilik Hadis yang digunakan Menteri Pendidikan Taliban untuk Menghalangi Wanita Belajar

Sedangkan menurut ulama hukum Islam membedakan antara sunnah dan hadits Nabi. Sunnah hanya meliputi tiga aspek, yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi. Sedangkan sifat-sifat Nabi itu masuknya dalam hadits. Sedangkan menurut imam Syafi’i dibedakan antara hadis dan sunnah.

Setiap sunnah adalah hadits dan tidak semua hadits adalah sunnah. Terminologi yang digunakan imam Syafi’i kemudian digunakan oleh orang-orang sekarang, yakni semua hadis sahih adalah sunnah.[5]

Komponen Belajar Hadis

Belajar Hadits menurutnya tidak cukup dengan mempelajari  Musthalah Hadits saja karena ilmu hadis itu ada tiga komponen.

  • Pertama: Musthalahul Hadits, 
  • Kedua: Takhrij Hadits,
  • Ketiga: Metode Memahami Hadist.[6]

Banyak aliran yang keliru dalam memahami hadits, seperti Darul Arqam di Malaysia, akibat kesalahan dalam memahami hadist: من رآني في المنام فقد رآني “Siapa yang bermimpi melihat Aku maka dia benar benar melihat Aku“, dimana hadist terkadang tidak satu riwayat, tapi Darul Arqam hanya memahami dari satu riwayat. Sehingga mereka mempunyai kesimpulan; siapa yang pernah mimpi ketemu  Nabi, suatu saat nanti akan menemuinya dalam keadaan jaga.[7]

Metode Perbandingan Hadis

Ali Mustafa Ya’qub sering melakukan penelitian tentang hadis Nabi, terutama dari segi sanad hadis.

Menurut beliau upaya untuk mendeteksi kedhabitan rawi dengan memperbandingkan Hadis-hadis yang diriwayatkannya dengan Hadis lain atau dengan al-Qur’an, dapat dilakukan melalui enam metode perbandingan Hadis, yaitu:

  1. Memperbandingkan Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah Shahabat Nabi, antara yang satu dengan yang lain.
  2. Memperbandingkan Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi pada masa yang berlainan.
  3. Memperbandingkan Hadis-hadit yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang berasal dari seorang guru Hadis.
  4. Memperbandingkan suatu Hadis yang sedang diajarkan oleh seorang dengan Hadis semisal yang diajarkan oleh guru lain.
  5. Memperbandingkan antara Hadis-hadis yang tertulis dalam buku dengan yang tertulis dalam buku lain, atau dengan hafalan Hadis.
  6. Memperbandingkan Hadis dengan ayat-ayat al-Qur’an.

Kritikan terhadap Syaikh Al-Bani

Dalam salah satu bukunya yang bertajuk Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan[8] KH  Ali M Ya’qub melontarkan tuduhan-tuduhan kepada Syaikh Al -AlBani[9] diantara tuduhannya:

  • 1. pada hakaman 135 beliau menulis “Ungkapan ini kongkritnya adalah al-Albani adalah seorang yang bodoh”[10]
  • 2. Pada halaman 133, menulis, “Maka, tidak heran apabila ahli hadits dari Maroko Syaikh Abdullah al-Ghumari menyatakan bahwa al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai hadits, baik shahih atau pun dha’if”
  • 3. Masih pada halaman 133, menulis, “Tidak mengherankan pula apabila Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani, ulama Saudi Arabia keturunan Sumatera Barat Indonesia mengatakan, “Al-Albani adalah sesat dan menyesatkan”[11]
Baca juga:   Hadis Palsu Seputar Ramadan Karya Prof. Ali Musthafa Yaqub

Demikianlah sedikit pandangan KH Ali Mustafa Ya’qub dalam ilmu hadis yang semoga bermanfaat.

Referensi:

  1. Biografi Syaikh Al-Albani, Mubarak bin Mahfudh Bamuallim Lc, Pustaka Imam Syafi’I, Bogor
  2. Makalah Beberapa Pemikiran KH Ali Mustafa Ya’qub dan ktirikannya, oleh Andi Ahmad
  3. Dasar membid’ahkan orang menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Dr. Ahmad bin Abdul Aziz al-Hulaibi, Pustaka elba, Surabaya
  4. Fatawa Lajnah al-Aimmah lilbuhuts al’ilmiyyah wal ifta’, Riyadh, Arab Saudi 1998 M
  5. Silsilah ad-Dha’ifah, Syaikh Nasiruddien Albani, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh
  6. www.gusmus.net, senin 22 Desember 2008 20.30
  7. www.eramuslim.com, 11 Januari 2009 21:30

[1] Pesantren ini terletak di Jalan SD Inpres no 11 Pisangan Barat Ciputat yang didirikan untuk mempelajari tentang hadits dan ilmunya

[2] Disertasi M. Ali Ya’qub untuk memperoleh gelar doktor dalam hukum Islam di Universitas Nizamia, Hiderabad, India

[3] www.gusmus.net, senin 22 Desember 2008 20.30

[4] Bisa dilihat pada makalah Beberapa Pemikiran KH Ali  Mustafa Ya’qub dan kritikannya yang ditulis oleh Andi Ahmad

[5] www.eramuslim.com, 11 Januari 2009 21:30

[6] www.gusmus.net, senin 22 Desember 2008 20.30

[7] www.gusmus.net, senin 22 Desember 2008 20.30

[8] Terbit tahun 2003

[9] Nama lengkapnya Muhammad Nashiruddien bin Nuh bin Adam Najati, disebut sebagai Imam Mujaddid abad ini, lahir pada tahun 1332 H atau 1914 M di kota Shkodera, Albania.

[10] Bisa dilihat pada makalah Beberapa Pemikiran KH Ali  Mustafa Ya’qub dan kritikannya yang ditulis oleh Andi Ahmad

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

7 Comments

  1. ya salah ketik.yang benar adalah 1952. mungkin agak berbeda….saya justru sy mengagumi kecerdasan beliau karna sy kenal betul dengan keluarganya di kemiri subah batang jawa tengah.barokallahu lahu

  2. Kali pertama saya baca tuduhan beliau kepada al-Albani rahimahullah saya merasa sangat aneh, karena seingat saya di salah satu buku beliau -judulnya saya lupa, tapi tentang hadist-hadist lemah yang banyak beredar di masyarakat- beliau sering mengambil kesimpulan takhrij dari al-Albani. Semoga Allah meluruskan dan mengampuni kesalahan beliau.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *