Para Penghujat Al-Quran Abad Ke-14 Hijriyah

Pengertian Menghujat al-Quran

Pengertian menghujat (ath-Tha’nu)

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa menghujat adalah sinonim dari mencela atau mencaci yang artinya mengenakan perkataan-perkataan yang tidak sopan[1], kata menghujat dalam Bahasa Arab adalah ath-Tha’nu, ia memiliki dua makna, hissi dan maknawi, bermakna hissi seperti kata tha’anahu bi al-rumhi yang berarti memukulnya dengan alat yang tajam seperti tombak dan makna yang maknawi seperti kata wa rajulun tha’an fi a’radh al-nas yang berarti mencela sesuatu baik pada nasab, kitab atau seseorang[2].

Hujatan terhadap al-Quran terbagi menjadi dua, pertama hujatan seputar al-Quran (at-Tha’nu haula al-Quran) seperti menghujat tentang pengumpulan al-Quran, kemutawatiran al-Quran, pembagian al-Quran menjadi Makki dan Madani dan hujatan lainnya yang tidak secara langsung menghujat kepada ayatnya. Kedua, hujatan terhadapal-Quran itu sendiri (ath-Tha’nu fi al-Quran) yang menjadi pembahasan karya tulis ini.

Pengertian al-Quran

Al-Quran adalah Kalam Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan dianggap sebagai ibadah ketika membacanya[3].

Al-Quran adalah kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, ditulis dalam mushaf, diriwayatkan dengan mutawatir dan dianggap sebagai ibadah ketika membacanya[4]. Karena al-Quran adalah kitab yang terkenal sehingga saya cukupkan dengan dua pengertian di atas.

Pengertian menghujat al-Quran (ath-Tha’nu fi al-Quran)

Menghujat al-Quran masuk dalam salah satu cabang pembahasan Ilmu al-Quran, Imam as-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan, membuat satu pembahasan Fi Musykilihi wa Muuhim al-Ikhtilaf wa at-Tanaqudh yang membahas tentang pandangan-pandangan yang mengatakan bahwa dalam ayat al-Quran terdapat kesimpang siuran[5], sedangkan Zarkasyi dalam kiabnya al-Burhan membuatnya dalam pembahasan Ma’rifah Muhim al-Mukhtalaf[6].

Mengenal para penghujat al-Quran

Para penghujat al-Quran ini bisa kita kategorikan menjadi empat macam yaitu dari Yahudi-Kristen, Orientalis, Liberal.

Pertama, Dari kalangan Yahudi- Kristen

Kalangan Yahudi-Kristen telah lama menghujat Al-­Qur’an. Hal ini bisa dimengerti karena mereka menolak jika Al-Qur’an meluruskan agama mereka.misalnya firman Allah:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam.”[7]

Pernyataan Al-Qur’an tersebut membuat orang kristen marah dan geram. Oleh sebab itu, sejak awal mereka menganggap al-Qur’an sama sekali bukan kalam Ilahi. Mereka menjadikan Bibel sebagai tolak ukur untuk menilai al-Qur’an. Mereka menilai bila isi al-Qur’an bertentangan dengan kandungan Bibel, maka al-Qur’an yang salah. Sebab, menurut mereka, Bibel tidak mungkin salah. Karena Al-Qur’an berani mengkritik dengan sangat tajam kata-kata Tuhan di dalam Bibel, maka AI-Qur’an bersumber dari setan.

Kandungan al-Quran yang mengecam ajaran Yahudi dan Kristen seperti itu jelas akan menuai reaksi balik sepanjang masa. Seorang kaisar Byzantium,Leo III (717-741 M) misalnya,telah menuduh al-Hallaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, seorang gubernur di zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (684-704 M) telah mengubah al-Quran[8].

Baca juga:   Menelisik Tema Kesadaran Sejarah

Yahya al-Dimasyqi atau dikenal dengan John of Damascus telah menulis dalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Muhammad adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, katanya, Muhammad bisa menikahi Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobo perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan[9]

Kedua, Dari kalangan Orientalis

Orientalisme secara secara bahasa berasal dari bahasa latin ‘orient’ yang berarti terbit, namun pengertian orient dalam konteks orientalisme lebih tepat diartikan sebagai ilmu atau studi tentang dunia timur. Sedangkan orientalisme secara istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dunia ketimuran dalam bidang akademik[10], meski pun pada kenyataannya mereka tidak hanya melakukan studi ketimuran saja tetapi juga membuat rencana untuk menghancurkan umat Islam dengan apa yang mereka pelajari. Oleh karena itu pengertian orientalisme menurut bahasa dan istilah sangat jauh berbeda, karena dalam aplikasinya mereka melancarkan serangan-serangan kepada Islam dengan rencana-rencana yang mereka buat.

Studi orientalis berawal setelah mereka merasa gagal dalam politik imperialisme, sehingga mereka menganggap bahwa cara terbaik untuk memerangi Islam adalah melalui Ghazwu al-Fikr (perang pemikiran).[11]

Meski demikian kita tidak bisa menutup mata dari sekelompok orientalis yang memiliki kajian positif terhadap Islam yang tidak dicemari motif keagamaan, penjajahan dan sikap apriori, maka dalam kajian orientalisme terdapat dua pengaruh yaitu negative dan positif.

Di antara pengaruh negatife dari kajian orientalisme adalah:

  1. Menghujat al-Quran dan sunnah yang menjadi sumber hukum agama Islam, seperti Ignaz Goldziher, J. Wansborough dan Joseph Schacht
  2. Berusaha untuk menghidupkan kembali kelompok-kelompok menyimpang seperti Muktazilah, Babiyah dan Bahaiyah atau pemikiran orang-orang yang menyimpang seperti al-Hallaj.
  3. Menghasilkan generasi baru dari umat Islam yang mau mengikuti pola pemikiran mereka, dimana mereka menjadi juru propaganda berhaluan Barat dalam komunitas Islam[12].
  4. Menimbulkan keraguan pada masalah “yang sudah mapan” atau ats-Tsawabit, seperti jihad, hijab dan hudud seperti hukum rajam, hukum potong tangan, masalah waris dan yang lainnya.
  5. Membantu misionaris, seperti yang dilakukan oleh Zwemer dengan membuat majalah al-Alam al-Islami tahun 1911[13].
  6. Westernisasi pemikiran dan kehidupan sosial, seperti isu yang mereka dengungkan tentang asas kesetaraaan gender.

Dan di antara pengaruh positif dari kajian orientalisme adalah:

  1. Persaksian dari para orientalis yang melakukan kajian secara obyektif atau orientalis moderat terhadap kebenaran Islam dan kemukjizatan al-Quran, mereka seperti Leopole (Muhammad Asad), Maurice Bucaille, danMargaret Marcus (Maryam Jamilah).[14]
  2. Mengeluarkan warisan-warisan Islam yang masih dalam bentuk manuskrip-manuskrip melalui penelitian dan publikasi, di antara buku-buku tersebut seperti Sejarah Ibnu Hisyam, al-Itqan karangan as-Suyuthi dan al-Ahkam al-Sulthaniyah karangan Imam al-Mawardi.
  3. Membuat ensikopedi hadits, yaitu Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits an-Nabawi, ensiklopedi keluaran Leiden ini telah lama dijadikan rujukan oleh para intelektual Muslim, meski banyak membuang hadits-hadits tentang Yahudi.
  4. Pustaka Boudley yang dibangun tahun 1603 dianggap sebagai pustaka terpenting yang banyak menyimpan manuskrip-manuskrip, selain itu di antara mereka ada yang mendermakan hartanya guna mengumpulkan manuskrip,seperti Asegaf Napio Nagos Tinjani dan Francso[15].

Ketiga, Dari kalangan Liberal

Baca juga:   Realita Umat Islam Hari Ini

Liberal pada dasarnya adalah murid pada Orientalis karena mereka adalah tangan panjang dari orientalisme itu sendiri, jika orientalis menghujat al-Quran secara terang-terangan maka kalangan liberal menghujat al-Quran dengan dipoles kata-kata ilmiyah yang membuat pendengarnya tersihir oleh kata-kata mereka. Dan parahya mereka mengaku Islam dan berbicara dengan berbaju Islam, dengan cara ini mereka menganggap telah melakukan perbaikan sedangkan Allah swt telah berfirman:

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11)أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِن لَا يَشْعُرُونَ﴾

“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.(11) Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.[16]

Dan dalam as-Shahihain disebutkan:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir telah menceritakan kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani, ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan; Orang-orang bertanya Rasulullah saw tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu sendiri. Maka aku bertanya ‘Hai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi? Nabi menjawab ‘Tentu’. Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi? ‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan. Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu? Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya. Saya bertanya ‘Adakah steelah kebaikan itu ada keburukan? Nabi menjawab ‘Ya, ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu. Aku bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka! Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita. Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu? Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka! Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana? Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu.[17]


[1] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2003), hal. 204

Baca juga:   Metodologi Penulisan Sejarah Islam: Telaah Terhadap Metode Imam Thabari

[2] Muhammad bin Mukrim bin Mandhur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-Arab (Beirut, Dar al-Hadits, tanpa tahun), cet-I, hal. 13/625.

[3] Manna’ al-Qathan, Mabahits fi Ulum al-Quran (Surabaya, al-Hidayah, 1393 H/1973 M) hal. 21

[4] Syaikh Abdul Adhim az-Zarqani, Manahil Irfan fi Ulum al-Quran, tahqiq: Prof. Dr. Ahmad Isa al-Ma’sharawi (Kairo, Dar al-Salam, 1424 H/ 2003 M) cet-I, hal 17.

[5] Jalaluddien as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulumal-Quran (…………) hal. 2/72.

[6] Az-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, tahqiq: Muhammad Abu Fadhl Ibrahim (Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1376 H/ 1957 M) cet-I, hal. 2/45.

[7] QS. Al-Maidah: 72, lihat juga QS. At-Taubah: 31 dan QS. An-Nisa’: 157.

[8] Adnin Armas , M.A, Metodologi Bibel dalam Studi al-Quran, (Jakarta, Gema Insani, 2005 M/1426 H) cet. I, hal. 10

[9] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, (Jakarta, Gema Insani, 2005 M/1426H), cet. I, hal XXX

[10] Dr. Zakariya az-Zumaili, Manhaj al-Mustayriqin at-Takwili fi Tafsir an-Nashshi al-Qurani, hal. 3 makalah ini beliau sampaikan pada muktamar “al-Islam wa at-Tahaddiyat al-Mu’ashirah” di Universitas al-Islamiyah pada tanggal 2-3 april 2007 M.

[11] Dr. Muhammad Nabil Ghanayim, min asalib al-ghazwu al-fikr: ath-tha’nu fi al-quran al-karim ardh wa tafnid, majalah as-syari’ah vol IV

[12] Sebagaimana ditulis oleh Dr. al-Bahi dalam buku al-Fikr al-Islami al-Hadits, hal. 28

[13] Dr. Adil Rasyad Ghunaim dan Dr. Kasib Abdul Karim al-Badran, al-Islam Haadharuna wa al-Mustaqbal,(Perpustakaan Raja al-Fahd, Riyadh, 1999 M), cet.I,hal.121.

[14] Gustave E. von Grunebaum, Unity and Variety in Muslim Civilization dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Islam Kesatuan dalam keragaman yang diberi kata pengantar oleh Harun Nasution,(Jakarta, PT Karya Unipres, 1975) cet. II, hal. XVII

[15] Dr. Hasanain Bathh, Dirasat fil Istisyraq, terj: Anatomi Orientalisme, (Yogyakarta, Menara Kudus, 2004 M) cet. X, hal. 187

[16] QS. Al-Baqarah: 11-12

[17] HR. Bukhari

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *