Penghujat Al-Quran Abad 21

Saat ini, penistaan terhadap al-Qur’an gencar dilakukan dengan dalih kebebasan. Al-Qur’an dihujat bukan secara fisik, tapi dari pengliruan konsep wahyu dan metodologi tafsir. Pelakunya dari akademisi Muslim binaan orientalis. Bahkan di antaranya adalah profesor, doktor, rektor dan pemegang kebijakan penting di dunia akademis.

Sebuah Atsar yang termaktub dalam Sahih Bukhari, Ibnu Abbas berkata:

“Wahai kaum Muslimin, bagaimana kamu menanyakan sesuatu (urusan agama) pada Ahlul Kitab? Padahal Kitab kamu yang telah diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya adalah Firman Allah yang murni dan tidak dirubah. Dan telah dikabarkan padamu bahwa Ahlulkitab telah merombak Kitabullah dan menulis dengan tangan mereka.

Lalu mereka berkata: Ini dari Allah, untuk menukarnya dengan harga yang murah. Tidakkah ilmu yang telah datang padamu, melarangmu untuk bertanya pada mereka? Demi Allah! Kami tidak pernah melihat satu orang pun di antara mereka yang bertanya padamu tentang al-Qur’an yang diturunkan padamu”.

Bila saja Ibnu Abbas masih hidup saat ini, mungkin beliau akan mati berdiri menyaksikan penghujatan al-Qur’an, penistaan terhadap Utsman bin Affan dan penggunaan hermeneutika untuk menafsirkan al-Qur’an yang dilakukan sebagian generasi umat Islam.

Pengertian menghujat al-Quran

Pengertian menghujat (ath-Tha’nu)

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa menghujat adalah sinonim dari mencela atau mencaci yang artinya mengenakan perkataan-perkataan yang tidak sopan[1], kata menghujat dalam Bahasa Arab adalah ath-Tha’nu, ia memiliki dua makna, hissi dan maknawi, bermakna hissi seperti kata tha’anahu bi al-rumhi yang berarti memukul dengan alat yang tajam seperti tombak dan makna yang maknawi seperti kata wa rajulun tha’an fi a’radh al-nas yang berarti mencela sesuatu baik pada nasab, kitab atau seseorang[2].

Hujatan terhadap al-Quran terbagi menjadi dua, pertama hujatan seputar al-Quran (at-Tha’nu haula al-Quran) seperti menghujat tentang pengumpulan al-Quran, kemutawatiran al-Quran, pembagian al-Quran menjadi Makki dan Madani dan hujatan lainnya yang tidak secara langsung menghujat kepada ayatnya. Kedua, hujatan terhadapal-Quran itu sendiri (ath-Tha’nu fi al-Quran) yang menjadi pembahasan karya tulis ini.

Pengertian al-Quran

Al-Quran adalah Kalam Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan dianggap sebagai ibadah ketika membacanya[3].

Al-Quran adalah kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, ditulis dalam mushaf, diriwayatkan dengan mutawatir dan dianggap sebagai ibadah ketika membacanya[4]. Karena al-Quran adalah kitab yang terkenal sehingga saya cukupkan dengan dua pengertian di atas.

Pengertian menghujat al-Quran (ath-Tha’nu fi al-Quran)

Menghujat al-Quran masuk dalam salah satu cabang pembahasan Ilmu al-Quran, Imam as-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan, membuat satu pembahasan Fi Musykilihi wa Muuhim al-Ikhtilaf wa at-Tanaqudh yang membahas tentang pandangan-pandangan yang mengatakan bahwa dalam ayat al-Quran terdapat kesimpang siuran[5], sedangkan Zarkasyi dalam kiabnya al-Burhan membuatnya dalam pembahasan Ma’rifah Muhim al-Mukhtalaf[6].

Mengenal para penghujat  al-Quran

Para penghujat al-Quran ini bisa kita kategorikan menjadi empat macam yaitu dari Yahudi-Kristen, Orientalis, Liberal dan kalangan yang sering disebut sebagai al-Islahiyah, kelompok ini tidak secara langsung menghhujat al-Quran, hanya saja mereka telah membuka pintu untuk menghujat al-Quran melalui takwil-takwil mereka. Dan pada karya tulis ini kami hanya fokuskan pada hujatan kalangan liberal terhadap al-Quran.

Kalangan Yahudi- Kristen

Kalangan Yahudi-Kristen telah lama menghujat Al-­Qur’an. Hal  ini bisa dimengerti karena mereka menolak jika Al-Qur’an meluruskan agama mereka.misalnya firman Allah:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam.”[7]

Pernyataan Al-Qur’an tersebut membuat orang kristen marah dan geram. Oleh sebab itu, sejak awal mereka menganggap al-Qur’an sama sekali bukan kalam Ilahi. Mereka menjadikan Bibel sebagai tolak ukur untuk menilai al-Qur’an. Mereka menilai bila isi al-Qur’an bertentangan dengan kandungan Bibel, maka al-Qur’an yang salah. Sebab, menurut mereka, Bibel tidak mungkin salah. Karena Al-Qur’an berani mengkritik dengan sangat tajam kata-kata Tuhan di dalam Bibel, maka AI-Qur’an bersumber dari setan.

Baca juga:   Ramon Llull dan Pohon Pengetahuan (Tree of Knowledge)

Kandungan al-Quran yang mengecam ajaran Yahudi dan Kristen seperti itu jelas akan menuai reaksi balik sepanjang masa. Seorang kaisar Byzantium,Leo III (717-741 M) misalnya,telah menuduh al-Hallaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, seorang gubernur di zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (684-704 M) telah mengubah al-Quran[8].

Yahya al-Dimasyqi atau dikenal dengan John of Damascus telah menulis dalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Muhammad adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, katanya, Muhammad bisa menikahi Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobo perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan[9]

Kalangan Orientalis

Orientalisme secara secara bahasa berasal dari bahasa latin ‘orient’ yang berarti terbit, namun pengertian orient dalam konteks orientalisme lebih tepat diartikan sebagai ilmu atau studi tentang dunia timur.

Sedangkan orientalisme secara istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dunia ketimuran dalam bidang akademik[10],  meski pun pada kenyataannya mereka tidak hanya melakukan studi ketimuran saja tetapi juga membuat rencana untuk menghancurkan umat Islam dengan apa yang mereka pelajari. Oleh karena itu pengertian orientalisme menurut bahasa dan istilah sangat jauh berbeda, karena dalam aplikasinya mereka melancarkan serangan-serangan kepada Islam dengan rencana-rencana yang mereka buat.

Studi ini berawal setelah mereka merasa gagal dalam politik imperialism, sehingga mereka menganggap bahwa cara terbaik untuk memerangi Islam adalah melalui Ghazwu al-Fikr (perang pemikiran).[11]

Sejak dekade pertengahan abad ke-19 Masehi, orientalis barat melakukan studi yang membuat kesimpulan bahwa al-Qurna hanyalah karangan dari Muhammad, orientalis yang mengusung pemikiran ini seperti; Aloy Spernger, William Muir, Theodore Noldeke, Ignaz Goldziher dan William Montgomery Watt.

Di antara pemikiran yang mereka usung bahwa Muhammad bukanlah seorang “ummi” (buta huruf) sebagaimana anggapan umat Islam, dan Muhammad banyak terpengaruh dengan kisah-kisah Yahudi dan Nasrani. Mereka banyak melakukan kesalahan besar dengan mengartikan istila-istilah Islam bukan kepada makna aslinya, bahkan amat jauh, contohnya kata (الوحي) diartikan sebagai suggestion, atau (التكلم الذهني) sebagai Intellectual Locution.

Kemudian pada dekade akhir abad ke-20 Masehi, muncul kecenderungan baru dari generasi penerus orientalis yang menganggap bahwa Al-Quran bukan hanya karangan Muhammad saja tetapi ia hasil rekayasa yang telah sempurna pada abad pertama dan kedua Hijriyah, mereka seperti; J. Wansbourough, J.A. Bellamy, Andrew Rippin dan Michael Cook.

Di antara argumen yang mereka bawa adalah hasil penemuan kitab klasik di Shan’a. Anggapan-anggapan orientalis di atas telah dibantah oleh Prof. Dr. Muhammad Mahr Ali dalam kitabnya Maza’im al-Mustastriqin Haula Al-Quran al-Karim.[12]

Meski demikian kita tidak bisa menutup mata dari sekelompok orientalis yang memiliki kajian positif terhadap Islam yang tidak dicemari motif keagamaan, penjajahan dan sikap priori, maka dalam kajian orientalisme terdapat dua penharuh yaitu negative dan positif.

Di antara pengaruh negative dari kajian orientalisme adalah:

  1. Menghujat al-Quran dan sunnah yang menjadi sumber hukum agama Islam, seperti Ignaz Goldziher, J. Wansborough dan Joseph Schacht
  2. Berusaha untuk menghidupkan kembali kelompok-kelompok menyimpang seperti Muktazilah, Babiyah dan Bahaiyah atau pemikiran orang-orang yang menyimpang seperti al-Hallaj.
  3. Menghasilkan generasi baru dari umat Islam yang mau mengikuti pola pemikiran mereka, dimana mereka menjadi juru propaganda berhaluan Barat dalam komunitas Islam[13].
  4. Menimbulkan keraguan pada masalah “yang sudah mapan” atau ats-Tsawabit, seperti jihad, hijab dan hudud seperti hukum rajam, hukum potong tangan, masalah waris dan yang lainnya.
  5. Membantu misionaris, seperti yang dilakukan oleh Zwemer dengan membuat majalah al-Alam al-Islami tahun 1911[14].
  6. Westernisasi pemikiran dan kehidupan social, seperti isu yang mereka dengungkan tentang asas kesetaraaan gender.

Dan di antara pengaruh positif dari kajian orientalisme adalah:

  1. Persaksian dari para orientalis yang melakukan kajian secara obyektif atau orientalis  moderat terhadap kebenaran Islam dan kemukjizatan al-Quran, mereka seperti Leopole (Muhammad Asad), Maurice Bucaille, Margaret Marcus (Maryam Jamilah) dan Sir Hamilton A.R Gibb.[15]
  2. Mengeluarkan warisan-warisan Islam yang masih dalam bentuk manuskrip-manuskrip melalui penelitian dan publikasi, di antara buku-buku tersebut seperti Sejarah Ibnu Hisyam,al-Itqan karangan as-Suyuthi dan al-Ahkam al-Sulthaniyah karangan Imam al-Mawardi.
  3. Membuat ensikopedi hadits, yaitu Mu’jam al-Mufahras lil Alfadz al-Hadits an-Nabawi, ensiklopedi keluaran Leiden ini telah lama dijadikan rujukan oleh para intelektual Muslim, meski banyak membuang hadits-hadits tentang Yahudi.
  4. Pustaka Boudley yang dibangun tahun 1603 dianggap sebagai pustaka terpenting yang banyak menyimpan manuskrip-manuskrip, selain itu di antara mereka ada yang mendermakan hartanya guna mengumpulkan manuskrip,seperti Asegaf Napio Nagos Tinjani dan Francso[16].
Baca juga:   Isu-Isu Sentral Pemikiran Islam Liberal Tentang Al-Quran

Kalangan Liberal

Liberal pada dasarnya adalah murid pada Orientalis karena mereka adalah tangan panjang dari orientalisme itu sendiri, jika orientalis menghujat al-Quran secara terang-terangan maka kalangan liberal menghujat al-Quran dengan dipoles kata-kata ilmiyah yang membuat pendengarnya tersihir oleh kata-kata mereka.

Dan parahya mereka mengaku Islam dan berbicara dengan label Islam, dengan cara ini mereka menganggap telah melakukan perbaikan sedangkan Allah swt berfirman:

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ(11)أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِن لَا يَشْعُرُونَ﴾

“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.(11) Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.[17]

Dan dalam as-Shahihain disebutkan:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir telah menceritakan kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani, ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan;

Orang-orang bertanya Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu sendiri. Maka aku bertanya ‘Hai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi? Nabi menjawab ‘Tentu’.

Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi? ‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan. Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu? Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.

Saya bertanya ‘Adakah steelah kebaikan itu ada keburukan? Nabi menjawab ‘Ya, ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu. Aku bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka! Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.

Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti  itu? Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam  mereka! Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana? Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu.[18]

Lembaga Pendidikan Logika Modern (Al-Islahiyah)

Dr. Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi menyebutkan bahwa lembaga al-Islahiyah[19] ini muncul setelah orang-orang Eropa masuk ke negara-negara Islam melalui perang salib dan mengambil ilmu-ilmu yang ada pada umat Islam sehingga kemajuan ilmiyah berpindah ke Eropa.[20]

Mereka tidak secara langsung menghujat Al-Quran, hanya saja mereka telah membuka pintu bagi para penghujat Al-Quran untuk menghujat Al-Quran melalui takwil yang tidak bisa diterima dalam tafsir Al-Quran atau dengan menafsirkan Al-Quran yang jauh dari tafsiran sebenarnya, seperti mengingkari semua mukjizat kecuali Al-Quran, mengingkari berita ghaib seperti Jin dan Malaikat, mengingkari syariat poligami, menafsirkan burung Ababil dengan cacar dan tafsiran lainnya yang hanya memperturutkan kemauan otak mereka, propaganda barat dan pendapat kaum orientalis.[21]

Kemudian pemikiran golongan kontemporer ini memiliki ciri-ciri aplikatif yang paling menonjol, yang memberikan peluang terjadinya kemiripan subtansial dengan pemahaman Mu’tazilah:

  1. Banyak memuji dan menyanjung pemikiran Muktazilah awal,
  2. Menjatuhkan aqidah al-Wala’ wa al-Bara’
  3. Menghilangkan syariat jihad dan hanya menyebutkan dengan difa’ saja
  4. Mengingkari hukum terhadap Ahlu Dzimmah, Fahmi Huwaidi telah menulis sebuah buku tentang hukum Ahlu Dzimmah yang bertajuk Penduduk Biasa, Bukan Ahlu Dzimmah. Dalam buku tersebut ia menandaskan bahwa ungkapan Ahlu Dzimmah hanyalah bagian dari bahasa percakapan di antara suku-suku Arab sebelum Islam.[22]
  5. Membolehkan ikhtilath antara lelaki dan perempuan dan mengingkari kewajiban berjilbab. Muhammad Imarah pernah menegaskan tentang poligami, ia mengatakan: “Sesungguhnya poligami, pengambilan budak dan hamba sahaya wanita termasuk tanda dari jaman perbudkan wanita dan negeri perbudakan wanita.”. ini adalah salah satu pendapat yang nekat dan gegabah dalam melangkahi nash syariat yang bersifat tegas, karena dalam persoalan poligami dan perceraian, Islam telah memiliki syariat sendiri.[23]
Baca juga:   Biografi dan Pemikiran Arthur Jeffery

[1] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 2003), hal. 204

[2] Muhammad bin Mukrim bin Mandhur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-Arab (Beirut, Dar al-Hadits, tanpa tahun), cet-I, hal. 13/625.

[3] Manna’ al-Qathan, Mabahits fi Ulum al-Quran (Surabaya, al-Hidayah, 1393 H/1973 M)  hal. 21

[4] Syaikh Abdul Adhim az-Zarqani, Manahil Irfan fi Ulum al-Quran, tahqiq: Prof. Dr. Ahmad Isa al-Ma’sharawi (Kairo, Dar al-Salam, 1424 H/ 2003 M) cet-I, hal 17.

[5] Jalaluddien as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulumal-Quran (…………) hal. 2/72.

[6] Az-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, tahqiq: Muhammad Abu Fadhl Ibrahim  (Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1376 H/ 1957 M) cet-I, hal. 2/45.

[7] QS. Al-Maidah: 72, lihat juga QS. At-Taubah: 31 dan QS. An-Nisa’: 157.

[8] Adnin Armas , M.A, Metodologi Bibel dalam Studi al-Quran, (Jakarta, Gema Insani, 2005 M/1426 H) cet. I, hal. 10

[9] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, (Jakarta, Gema Insani, 2005 M/1426H), cet. I, hal XXX

[10] Dr. Zakariya az-Zumaili, Manhaj al-Mustayriqin at-Takwili fi Tafsir an-Nashshi al-Qurani, hal. 3 makalah ini beliau sampaikan pada muktamar “al-Islam wa at-Tahaddiyat al-Mu’ashirah” di Universitas al-Islamiyah pada tanggal 2-3 april 2007 M.

[11] Dr. Muhammad Nabil Ghanayim, min asalib al-ghazwu al-fikr: ath-tha’nu fi al-quran al-karim ardh wa tafnid, majalah as-syari’ah vol IV

[12] Prof. Dr. Muhammad Mahr Ali, Maza’im al-Mustastriqin Haula Al-Quran al-Karim, hal. 4-7, http://www.al-islam.com, Program Maktabah Syamilah.

[13] Sebagaimana ditulis oleh Dr. al-Bahi dalam buku al-Fikr al-Islami al-Hadits, hal. 28

[14] Dr. Adil Rasyad Ghunaim dan Dr. Kasib Abdul Karim al-Badran, al-Islam Haadharuna wa al-Mustaqbal,(Perpustakaan Raja al-Fahd, Riyadh, 1999 M), cet.I,hal.121.

[15] Gustave E. von Grunebaum, Unity and Variety in Muslim Civilization dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Islam Kesatuan dalam keragaman yang diberi kata pengantar oleh Harun Nasution,(Jakarta, PT Karya Unipres, 1975) cet. II, hal. XVII

[16] Dr. Hasanain Bathh, Dirasat fil Istisyraq, terj: Anatomi Orientalisme, (Yogyakarta, Menara Kudus, 2004 M) cet. X, hal. 187

[17] QS. Al-Baqarah: 11-12

[18] HR. Bukhari

[19] Terkadang kalangan ini disebut sebagai Modernis atau Reformis Islam atau Propagandis Islam

[20] Dr. Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman al-Rumi, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyah al-Haditsah fi al-Tafsir, (Riyadh: Muasasah al-Risalah, 1414 H), cet. Ke-4, hal. 67, baca juga buku-buku berikut:

  1. Ittijahat al-Tafsir fi al-Qarn al-Rabi’ ‘Asar karangan Dr. Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi juga, cetakan Maktabah al-Rushd, Riyadh
  2. Ittijahat al-Tafsir fi al-Ashr al-Rahin karangan Dr. Abdul Majid Abdus Salam al-Muhtasib, cetakan Dar al-Bayariq, Urdun

[21] Untuk mengetahui penjelasan tentang kesalahan dan bantahan terhadap pemikiran lembaga al-Islahiyah silahkan merujuk pada kitab-kitab di atas dan Muhammad Hamid al-Nashir, Menjawab Modernisasi Islam (Al-Ashraniyyun Baina Maza’im al-Tajdid wa Mayadin al-Taghrib). Terjemahan: Abu Umar Basyir, (Jakarta: Dar al-Haq, 2004), cet. Ke-1

[22] Menjawab Modernisasi Islam (Al-Ashraniyyun Baina Maza’im al-Tajdid wa Mayadin al-Taghrib). Hal 272

[23] ibid, hal. 272  dan pada pembahasan selanjutnya juga dibahas pernyataan kalangan modernis tentang hijab dan politik wanita, lihat juga; Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Menjaga Citra Wanita Islam (Hirasah Fadhilah). Terjemahan: Gunaim Ihsan dan Uzeir Hamdan, (Jakarta: Darul Haq, 2003 M). cet ke-1.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *