Pemikiran Ekonomi Muhammad Abdul Mannan

Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru pada abad ke-7 masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran romawi yang ditandai dengan berkembangnya peradaban baru, ilmu pengetahuan, teknologi, kehidupan sosial termasuk ekonomi yang berkembang secara menakjubkan.

Fakta ini menunjukkan bahwa Isam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek, baik dalam sosial, ekonomi, politik maupun kehidupan yang bersifat spiritual.

Sebagamana firman Allah swt:

Pada hari ini  telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu”.

(QS. Al-Maidah: 3)

Ayat di atas jelas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat materi maupun imateri.

Termasuk dalam ekonomi, sebagai agama yang sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi, suatu sistem yang dapat digunakan oleh manusia sebagai panduan dalam menjalankan kegiatan ekonomi, sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Selanjutnya, dalam tulisan ini, kita akan mengkaji lebih jauh tentang hakikat ekonomi Islam berdasarkan buah pemikiran yang dikemukakan oleh ahli ekonomi Islam yang bernama Abdul Manan.

Muhammad Abdul Mannan (selanjutnya dibaca: Mannan) merupakan seorang tokoh ekonomi Islam yang menganjurkan pembentukan Bank Dunia Islam Muslim Word Bank, lima tahun sebelum pembentukan sesungguhnya dari Islamic Development Bank (IDE) pada tahun 1975 di Jeddah, Arab Saudi. Ia dilahirkan di Bangladesh, pada tahun 1938.

Abdul Manan ketika menjelaskan pengertian ekonomi Islam menyebutkan

“Islamic economics is a social science which studies the economic problems of a people imbued with the values of Islam”.

Dimana menurut beliau ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Dalam bukunya yang sudah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Abdul Mannan memaparkan hampir seluruh aspek ekonomi Islam secara utuh dan rinci.

Baca juga:   Tanggapan Terhadap M. Quraish Shihab Tentang Masalah Riba

Mannan benar-benar ingin membangun sebuah ekonomi Islam mulai dari kerangka paradigma teorinya, aspek individu, kelembagaan sampai ke tingkat negara.

Dalam persoalan pertumbuhan ekonomi, Mannan berpendapat bahwa  persoalan-persoalan yang berkaitan dalam masalah produksi harus diselesaikan dan dipastikan status hukumnya.

Beberapa masalah yang pokok yang berkaitan dengan faktor produksi yang harus tuntas penyelesaiannya adalah menyangkut: sistem penguasaan tanah dalam, kebijakan tentang kependudukan dan hubungan industrial.

Ketiga hal itu dianggap penting dan menentukan dalam kaitannya dengan produksi dalam ekonomi Islam, sedangkan kapitalisme maupun sosialisme telah dianggap gagal dalam menyelesaikan persoalan itu.

Dalam persoalan penguasaan tanah, menurut Mannan, Islam telah menekankan bahwa tanah harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, karena itu pemilikan dan penguasaan atas tanah untuk keuntungan segelintir orang (feodalisme) bertentangan dengan Islam.

Demikian juga pada sistem zamindari (tuan tanah) yang pada hakikatnya melakukan pembagian tanah secara merata pada semua penggarap tanah adalah bertentangan dengan Islam.

Untuk mengindari hal itu, Islam menekankan arti pentingnya penggarapan tanah pada pemiliknya sendiri. Jika tidak mampu menggarapnya, harus diberikan kepada orang lain yang mampu menggarapnya serta melarang untuk menyewakannya pada orang lain.

Jika seseorang tidak mampu menggarap tanahnya maka hak pemilikannya hanya sebatas maksimal tiga tahun

Dalam persoalan kependudukan, keluarga berencana (KB) melalui pembatasan kelahiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu kebijakan pembatasan penduduk yang meluas.

Hasil yang diharapkan bukanlah untuk mencegah pertumbuhan yang terus-menerus melainkan untuk menciptakan perkawinan yang bahagia di antara pertumbuhan ekonomi bagi suatu bangsa secara keseluruhan.

Adanya kontroversial di dunia Islam yang berkaitan dengan program KB, Mannan lebih cenderung berpendapat untuk menyetujui diterapkannya program KB sebagai kebijakan pengendalian penduduk yang komprehensif bagi dunia Islam.

Baca juga:   Ibnu Khaldun: Bapak Ekonomi Islam Multitalenta

Negara Islam membawa misi dan kewajiban yang harus dipenuhi yaitu mencapai keadilan sosial. Jika ledakan penduduk menimbulkan kemacetan dalam mencapai keadilan sosial, maka negara Islam berhak menanggulanginya.

Dalam kaitannya dengan hubungan industrial, perselisihan antara tenaga kerja dan majikan dianggap merupakan kutukan bagi dunia kapitalis.

Pertumbuhan organisasi pekerja dan majikan selama beberapa dekade terakhir dan kemudian dibarengi dengan pemogokan-pemogokan dan larangan-larangan bekerja telah menjadi fenomena yang identik dengan dunia industri.

Pemogokan tidak saja berpengaruh pada para konsumen dan para produsen, tetapi juga pada para pekerja itu sendiri. Para konsumen akan terpengaruh oleh kelangkaan barang yang dibuat dan hal ini akan mengakibatkan naiknya harga.

Para produsen akan terpengaruh oleh gangguan dalam kelanjutan produksi. Selanjutnya terhentinya pekerjaan yang disebabkan oleh pemogokan berarti kerugian kerja dan upah bagi para pekerja.

Menurut Mannan, Islam tidak mengakui penghisapan buruh oleh majikan, tetapi juga tidak menyetujui dihapuskannya kelas kapitalis dari kerangka kerja sosial sebagaimana yang terdapat dalam analisis Marx tentang masyarakat tanpa kelas.

Oleh karena itu, apabila sebab utama pertentangan industri modern maupun di berbagai pemerintah Islam dianalisis berdampingan, maka dapat dengan mudah mengatakan bahwa Islam melindungi kepentingan kaum buruh maupun majikan dalam kerangka suatu organisme nyata yang serba lengkap. Dengan memberikan suatu penilaian moral bagi seluruh persoalan, Islam telah menjalin persatuan antara buruh dan majikan.

Dengan demikian, jika para pekerja dan majikan diresapi nilai Islam, maka seluruh persoalan mengenai pemogokan dan penutupan tempat kerja relatif tidak perlu.

Pokok persoalannya bukanlah bagaimana melarang atau membatasi pemogokan dan penutupan tempat kerja, tetapi bagaimana cara memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kerangka pengembangan industri yang terdapat di negara-negara Islam.

Baca juga:   Teori Akad dalam Hukum Islam

Dalam persoalan pemerataan ekonomi, sejumlah paket kebijakan operasional yang diharapkan mempunyai implikasi berjangka jauh guna mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan dapat direncanakan dengan melaksanakan tindakan pengaturan wajib dan sukarela yang secara Islami dibenarkan, yaitu:

  1. Pembayaran zakat dan ‘Usr.
  2. Larangan riba atas pinjaman konsumtif maupun produktif.
  3. Hak atas sewa ekonomik murni (yaitu pendapatan yang diperoleh tanpa suatuuasaha khusus oleh siapapun juga) dari semua anggota masyarakat atau negara.
  4. Pelaksanaan hukum waris guna menjalin pengalihan harta benda antar generasi secara adil.
  5. Dorongan untuk memberi pinjaman secara tulus dan ikhlas serta bebas dari bunga (qardul-hasanah).
  6. Pencegahan dari habisnya sumber daya alam oleh generasi sekarang, yang akan dapat merugikan generasi yang akan datang.
  7. Dorongan untuk memberikan sadaqah kepada orang miskinoleh mereka yang memiliki dana surplus di luar kebutuhan mereka.
  8. Dorongan pengorganisasian ansuransi koperatif.
  9. Dorongan didirikannya perserikatan kedermawanan (awqaf) untuk menyediakan barang-barang kebutuhan sosial, maupun barang-barang kebutuhan pribadi bagi orang-orang yang layak menerimanya.
  10. Dorongan untuk meminjamkan modal produktif tanpa mengenakan beaya bagi mereka yang membutuhkannya, si penerima diharapkan akan mengembalikan pada si pemilik asli, sesudah mencapai sasaran atau tujuan peminjaman (ma’un).
  11. Tindakan hukum terhadap perbendaharaan pemerintah demi terlaksananya jaminan realisasi tingkat minimum penghidupan, segera setelah ditetapkan oleh suatu negara Islam sesuai dengan syari’at maupun kenyataan sosio-ekonomis.
  12. Pemungutan pajak tambahan di luar zakat dan ‘usr oleh suatu negara Islam untuk menjamin pemerataan yang adil.

Sumber:

Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (terjemahan),1995

Baca Juga:

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *