Menguak Pemikiran Hasan Hanafi

Hasan Hanafi adalah seorang pemikir hukum Islam dan profesor filsafat terkemuka di Mesir. Ia dilahirkan di Kairo tanggal 13 Februari 1956, sepuluh tahun kemudian ia telah mengantongi gelar doktor dari la sorbonne salah satu universitas terkemuka di Prancis.selama rentang studi di negeri yang multi etnis tersebut, ia mengajar bahsa arab di ecole des langues orientiales di Paris.

Setelah menamatkan studinya ia kembali ke Mesir Universitas Kairo untuk mengabdi di almamaternya memberikan mata kuliah pemikiran kristen abad pertengahan dan filsafat Islam.

Reputasi internasional diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi asing dan mendapatkan jabatan guru besar luar biasa (visting profesor). Ia juga mengajar pada berbagai perguruan tinggi asing seperti Belgia 1970, Amerika Serikat 197—1975,Kuwait 1979, Maroko 1982-1984, Jepang 1984-1985 dan menjadi penasehat pengajaran universitas PBB di Tokyo.

Dari kapasitasnya sebagai konsultan dan guru besar ini, ia berusaha mengamati secara langsung berbagai kontradiksi dan penderiataan yang terjadi di banyak belahana dunia. Persentuhannya dengan agama revolusioner Amerika Serikat dan teologi pembebasan di Amerika Latin mengantarkan Hasan Hanafi pada kesimpulan bahwa berteologi sudah sesaatnya dan seyogyanya menjadi refleksi kemanusian tentang kondisi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Rekontruksi teologi lebih lanjut berfungsi untuk mentranformasikan kehidupan manusia, pandangan dunia dan cara hidupnya sehingga perubahan sosial, politik dan terjadi restrukturisasi tauhid.

Sebagaimana dalam autubiografinya Hasan Hanafi banyak peristiwa dan pengalaman pribadinya yang telah membangkitkan kesadarannya tentang pentingnya teologi tanah, sebuh teologi yang ia imajinasikan dengan nasionalisme, kekuatan pembebasab dari kolonial bahkan ketika ia masih duduk dibangku sekolah menengah. Ketika usia dua puluh satu tahun ia melanjutkan pendidikan di universitas sorbone dengan mengambiul spesialisasi filsafat modern barat dan pra modern.

Persentuhannya dengan berbagai pemikiran ia berusaha merumuskan sebuah proyek pembaharuan menyeluruh terhadap pemikiran Islam yang kemudian ia tuangkan dalam proposal doktoralnya dengan judul al Manahij al islami al amm. Rencana Hasan Hanafi untuk meletakkan Islam sebagi teori koperhesip atau semacam proyek peradaban bagiu tranformasi kehidupan individu dan masyarakat muslim.

Sekilas Pemikiran Hasan Hanafi

Sebagaimana dalam bukunya yang telah diterbitkan oleh paramadina Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat yang dalam judul aslinya Muqadimah Fi Ilm Al Istighrab. Dalam karya tersebut ia mengajak kepada pembacanya berjihad melawan barat, tepatnya berteologi untu kepentingan pembebasan.

Jika dilihat dari sprektur teoritis-filosofis watak pemikiran Hasan Hanafi kiri revolusioner. Sebagai seorang yang memiliki sense of reality yang kuat, Hasan Hanafi memiliki pandangan sangat empiris atau membumi. Sebagai muslim yang reformer ia sebagai pengusung kebudayaan yang kritis terhadap Islam dan pemikir peradaban Islam. Strategi kebudayaan sebagai upya sadar manusia mentrasendesikan kesulitan, rintangan, bahkan persoalan-persolan kekinian dan kedisinian.

Hasan Hanafi memiliki concern yang begitu besar terhadap persolan-persoalan riil umat Islam, seperti ketidak adilan, penindasan, penjajahan. Pemikiran tersebut merupakan sejalan dengan sahabatnya Ali Syariati salah satu ideolog Iran yang sama kuliah di Sorbone.

Hasan Hanafi dalam strategi kebudayaan yang bersifat koprehensip yang dikenal dengan proyek tradisi dan modernisasi. Dalam proyek tersebut ia mengagendakan tiga agenda utama sikap kita terhdap tradisi, sikap kita terhadap tradisi barat, dan sikap kita terhadap realitas.

Ketiga agenda tersebut merupakan dialektika ego dengan dirinya, nyakni warisan masa lalu, dan dialektika dengan orang lain, dalam sebuah medium waktu tertentu nyaitu dialektika dengan kekinian.ketiga agenda tersebut oleh Hasan Hanafi sebagai tindakan yang bukan sekedar intellektual exercises, tetapi memang ditunjukan sebagai perubahan nyata dalam dunia Islam.

Dalam agenda yang pertama Hasan Hanafi telah menerbitkan sebuah karya monumental dengan judul Min al Aqidah  ila ats-tsawrah. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh paramadina dengan judul Dari Akidah Menuju Revolusi, setelah karyanya yang kedua Oksidentalisme; Sikap kita terhadap Tradisi Barat.

Dalam karya tersebut Hasan Hanafi telah menggambarkan tentang pentingnya kesadaran wahyu tentang manusia dan sejarah yang sebanarnya sangat kuat dengan teologi Islam klasik, namun seringkali tersembuyi atau sengaja disembunyikan dibalik citraan tentang Tuhan.

Teologi Islam lebih mengatakan keserba sempurnaan Tuhan ketimbang makna manusia dari tema-tema dalam sejarah. Hasan Hanafi mentranformasikan dogma-dogma teologis menjadi ideologi revolusioner dalam Islam.

Sedangkan dalam agenda kedua menjadikan Oksidentalisme menjadi suatu disiplin keilmuan yang sama sekali baru dalam pemikiran Islam. Ia menyebutkan kajian tersebut sebagai kritik terhadap penggambaran dan pembentukan struktur kesadaran barat. Semacam dekontruksi barat dengan menggunakan kacamata Islam.

Tujuan agenda adalah mengakhiri invansi kebudayaan barat terhadap umat Islam dengan mengembalikan mereka kebatas-batas kulturalnya. Sebagaimana dalam kultur umat Islam yang memiliki ketergantungan terhadap bangsa barat, yang menyebabkan pengabaian terhadap tradisinya yang sangat kaya.

Gambaran agenda pertama dan kedua merupakan dengan jelas menunjukan orisinalitas pemikirannya sebagai sebuah strategi kultural bagi kehidupan umat Islam. Hasan Hanafi selain melakukan dekontruksi, ia juga melakukan rekontruksi sekaligus menyajikan kritik terhadap realitas Islam melalui teologi pembebasan yang berwatak tranfoiramatif. Sebagai pertanyaan bagaimanakah sikap hasan Hasan Hanafi terhadap realitas yang berisi metodologi penafsiran dengan bebrbasis kerkaitan teks dengan realitas.

Metodologi Tafsir Hasan Hanafi

Hasan Hanafi membangun landasan pemikiran hermenetisnya diatas emapat pilar; dari khasanah klasik ia memimilih ushul al fiqh, sementara fenomenaologi, marxisme, disampaing hermeneutika itu sendiri, dari tradisi intelektual barat.

Hal ini merupakan ancangan baru mayoritas penafsir dan metode tafsir Al quran saat ini kmasih terbatas dengan menggunakan pendekatan filologi, hukum periwayatan atau laporan sejarah, teologi, filsafat, kajian mistik, jastifikasi penemuan sains, kajian sosio-politik, hingga oendekatan estetis pada al quran.

Pada khazanah klasik ia memilih ushul al fiqh secara paraktis ia melihat ada keterkaitan yang erat antara kegiatan penafsir, dengan proses pembentukan hukum. Hal tersebut dikarenakan merumuskan hukum dalam rangka melihat realitas sosial yang memiliki permasalahan sangat komplek dalam dunia muslim.

Hermeneutik Hasan Hanafi juga sangat dipengaruhi oleh hermeneutika Hans Georg Gadamer. Dengan salah satau pendektan ini berkaitannya penafsiran teks terletak pada anggapan penafsir tidak bisa lepas dari subjektifitas penafsir yang kemudian disebut sebagai pra faham.  Kegiatan penafsir senantiasa melibatkan pandangan tertentu penafsir terhadap objek yang ia tafsir. Oleh karena itu proses penafsiran bersifat equivalen dan berusaha mencari makna baru sehingga penafsiran bersikap kreatif.

Ia melibatkan pendekatan fenomenologi terutama keterkaitannya dengan kritik eidentik atau usaha trasendensi, dengan mengupayakan penafsiran atas dasar pengalaman eksperimental penafsir. Fenomenologi yang ia maksudkan adalah sebagi ilmu yang rigorus metode apodiktif yang didalamnya diizinkan adanya keraguan  dan absolut.

Dengan pandangan semacam ini ia menggambarkan pengetahuan yang diperoleh tidak boleh berasal dari keragu-raguan akan tetapi harus dibangun berdasarkan kesadaran akan realitas benda-benda sebagaimana adanya. Satu-satunya pengetahuan yang sah adalah melalui medium intuisi langsung tanpa perantara apa pun. Hal tersebut menajdikan kesadaran yang terarah pada sesuatu “kesadaran akan”, dalam fenomenologi kesadaran tersebut dikatakan dengan kesadaran “intensionalisme”.

Sedangkan pemikiran yang lain yang sangat mempengaruhi hermeneutik Hasan Hanafi yang bercorak sosial disebut Marxisme. Tanpa marxisme Hasan Hanafi juga revolusioner dikarenakan terpengaruh oleh Jamaliddin Al Afghani dan Sayyed Qutb, tetapi pengalaman berkenalan dengan Marx dan teologi pembebasan ini menjadikan bercorak kiri dan membantu secara metodologis dalam menganalisa berbagai kontradiksi dalam realitas umat Islam saat ini. Hasan Hanafi banyak meminjam instrumen dalam marxisme, terutama metode dialektika, dalam meminjam kritik terhadap realitas dan pengujian teks pada realitas.

Hasan Hanafi memiliki kecurigan terhadap hermeneutuka objektif yang dibelakangnya mungkin ada kepentinmgan kelas tertentu. Teks dan penafsir juga dilahat dengan menggunakan struktur ganda sebagaimana dalam struktur kelas marxism. Hal tersebut yang menjadikan hermeneutik tidak hanya sekedar teori saja, tetapi sebagai kontium atas kritik sejarah, penafsiran hingga praksis, merupakan elaborasi pemikiran marxism terhadap al quran yang menjadikan hermeneutika al quran bersifat pembebasan. Hermeneutika Hasan Hanafi merupakan proses pergulatan perjalanan intelektualnya dalam wilayah pemikiran dan sosialnya.

Sumber: Nukilan Skripsi Jumal Ahmad di Pesantren Tinggi Al-Islam tahun 2010

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *