Pengaruh Menghafal Al-Quran Terhadap Prestasi Belajar

Al-Quran merupakan sumber utama dan pertama ajaran Islam. Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan pada umat manusia sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pegangan dan pedoman hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Al-Quran adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik di kala senang maupun susah, di kala gembira maupun sedih. Bahkan membaca Al-Quran bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ketika diminta nasehat oleh seseorang tentang kegelisahan hatinya, beliau berkata: “kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu:

  1. Ke tempat orang membaca Al-Quran, engkau baca Al-Quran atau engkau dengar dengan baik-baik orang yang membacanya.
  2. Pergi ke tempat majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah.
  3. Atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah, umpama di tengah malam buta, di saat orang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam meminta dan memohon kepada Allah SWT ketenangan jiwa, ketentraman jiwa dan kemurnian hati.

Dengan demikian tidak ada suatu kebahagiaan dihati seorang mukmin, melainkan bila dapat membaca Al-Quran, tapi selain bisa membaca, mendalami arti dan maksud yang terkandung di dalamnya yang terpenting adalah mengajarkannya. Karena mengajarkan Al-Quran merupakan suatu pekerjaan dan tugas yang mulia disisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم”خيركم من تعلم القرآن وعلمه”

Artinya: Utsman bin Affan berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Dari hadits di atas terlihat keutamaan orang yang membaca Al-Quran dan mengamalkannya sangat besar. Selain dibaca, Al-Quran perlu untuk dihafalkan, karena dengan menghafal Al-Quran akan dapat menjaga keaslian dan kemurnian Al-Quran itu sendiri.

Menghafal Al-Quran merupakan kebutuhan Umat Islam sepanjang zaman. Sebuah masyarakat tanpa hufadz (para penghafal) Al-Quran akan sepi dari suasana Al-Quran yang semarak. Oleh karena itu pada zaman Rasulullah SAW mereka yang menghafal Al-Quran akan mendapat kedudukan yang khusus. Tanpa menghafal Al-Quran dan mengamalkannya, umat Islam tidak akan meraih kembali izzahnya.

Karena Al-Quran diturunkan dengan hafalan bukan dengan tulisan, maka setiap ada wahyu yang turun Nabi menyuruh menulisnya dan menghafalkannya. Nabi menganjurkan supaya Al-Quran itu dihafal, selalu dibaca dan diwajibkan membaca dalam shalat, sehingga dengan demikian Al-Quran terpelihara keaslian dan kesuciannya. Sebagaimana Firman Allah SWT:

إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون.

Artinya:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kamilah yang benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Pengertian Menghafal (Tahfidh)

Tahfidz berasal dari Bahasa Arab ((حَفِظَ يَحْفَظُ حِفْظًا yang berarti menghafal, sedangkan kata “menghafal” berasal dari kata “hafal” yang memiliki dua arti : (1) telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran), dan (2) dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Adapun arti “menghafal” adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat.[1]

Menurut Ahmad Warson Munawwir, kata “menghafal” dalam bahasa Arab adalah “hifzh”. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja) : hafizha – yahfazhu – hifzhan. Jika dikatakan, hafizha asysyai’a, artinya menjaga (jangan sampai rusak), memelihara dan melindungi. Namun jika dikatakan, hafizha as-sirra, artinya katamahu (menyimpan). Dan jika dikatakan, hafizha ad-darsa, artinya istazhharahu (menghafal).[2]

Dari sini, dapat diketahui bahwa kata hafizhayahfazhuhifzhan dalam bahasa Indonesia artinya adalah “menghafal”.

Pengertian Al-Quran

Al-Qur’an ( القرآن ) berasal dari bahasa Arab dari kata kerja (fi’il) yang artinya adalah membaca.[3] Adapun menurut Syar’i, Sebagaimana yang diungkapkan oleh An-Nawawi, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang merupakan mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril as. yang ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bernilai ibadah dalam membacanya.[4]

Baca juga:   Al-Quran Sebagai Penawar Epilepsi

Sedangkan menurut Muhammad Abdullah dalam kitabnya, “Kaifa Tahfadzul Qur’an”, memberi definisi Al-Qur’an sebagai berikut, Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Ruuhul Amin (Malaikat Jibril) dan dinukilkan kepada kita dengan tawatur yang membacanya dinilai sebagai ibadah, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.

Dari definisi di atas, maka kalam Allah yang diturunkan kepada selain Nabi Muhammad SAW, seperti Taurat, Zabur, Injil dan shuhuf Ibrohim tidak dinamakan Al-Qur’an. Demikian halnya dengan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tetapi tidak dimasukkan ke dalam mush-haf, juga tidak dinamakan Al-Qur’an, tapi disebut hadits qudsi.

Al-Qur’an sebagai mu’jizat, artinya Al-Qur’an merupakan sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa seorang manusia dan jin dapat menandinginya, karena hal itu di luar kesanggupannya. Allah swt Berfirman di dalam surat Al-Israa’ ayat 88, yaitu:

“Katakanlah:”Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.

Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni “prestasi” dan “belajar”. Antara kata “prestasi” dan “belajar” mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian “prestasi belajar” peneliti akan mengemukakan pengertian masing-masing kata tersebut di atas sebelum kita memahami pengertian kata “prestasi belajar” secara utuh.

Menurut Poerwadarminta Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dikerjakan dan sebagainya.[5] Sedangkan belajar adalah: “suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.”[6] Jadi prestasi belajar adalah “hasil dari proses belajar yang berupa perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pengalaman, dalam bidang ketrampilan, dalam bidang sikap dan nilai seseorang dalam belajar.”[7]

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Masalah prestasi belajar merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan, Karena berhasil tidaknya suatu pendidikan di sekolah dapat diketahui melalui prestasi belajar yang diperoleh siswa. Banyak orang yang menganggap bahwa prestasi belajar itu adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh siswa di sekolah. Pandangan yang demikian terlalu sempit, dimana prestasi belajar itu bukan hanya membicarakan tentang nilai melainkan juga semua perubahan dalam bidang pengetahuan, ketrampilan dan juga sikap seorang siswa dalam belajar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh WS Winkel bahwa “Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar yang berupa perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pengalaman, dalam bidang ketrampilan, dalam bidang sikap dan nilai seseorang dalam belajar.”[8]

Berdasarkan kutipan di atas, dapat difahami bahwa indikasi tinggi atau rendahnya prestasi belajar yang dimiliki seseorang bukan semata diukur pada nilai yang diperoleh dalam ujian yang dilaksanakan, tetapi terletak pada keseluruhan perubahan yang terjadi pada anak didik. Dengan kata lain, tingginya nilai yang ditempuh oleh seorang siswa dalam seluruh mata pelajaran belum dapat dikatakan telah memperoleh prestasi yang baik, sebelum terjadinya perubahan yang signifikan pada diri anak didik dari sikap yang kurang baik kepada sikap yang lebih baik.

Banyak faktor yang mendukung tercapainya prestasi bagi seorang anak didik. Secara umum terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seorang anak didik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Faktor intern antara lain berupa bakat, minat, intelegensi dan sebagainya. Sedangkan faktor ekstern misalnya faktor lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga dan sebagainya.

Baca juga:   Hafal Al-Quran Di Jalan Macet

Faktor Internal

a. Bakat

Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan seseorang, sebagai potensi yang masih perlu dilatih dan dikembangkan. Setiap orang mempunyai bakat yang dibawa sejak lahir. Hilgar mengatakan bahwa bakat adalah “the capacity to learn” bahwa bakat adalah “kemampuan untuk belajar”. Kemampuan itu baru dapat terwujud jika seseorang belajar dan berlatih. Orang yang berbakat akan lebih cepat berhasil daripada orang yang tidak punya bakat.

b. Minat

Minat merupakan kecenderungan yang permanen untuk memperhatikan dan mengingat kegiatan yang telah dilakukan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang diikuti oleh perasaan senang, sehingga akan tercapai suatu kepuasan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena jika suatu pelajaran tidak diminati oleh seseorang, akan mempengaruhi hasil yang dicapai orang tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto yang mengatakan: “Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar”.[9]

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa seseorang yang berminat lebih mudah memahami materi yang dipelajarinya, karena mereka mengetahui manfaat dan tujuan yang ingin dicapai sehingga timbul keinginan untuk melakukan dengan cara yang baik.

c. Intelegensi

Orang berfikir menggunakan intelegensi. Cepat tidaknya suatu permasalahan dapat dipecahkan tergantung kemampuan intelegensinya. Dari intelegensi inilah seseorang dapat digolongkan kepada golongan cerdas atau bodoh. Intelegensi amat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang memiliki intelegensi yang lebih rendah.

Walaupun begitu, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan belajar adalah sebuah proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktornya. Sesuai dengan hal tersebut William Stem mengatakan: “Intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar atau turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang”.[10]

Faktor Eksternal

a. Lingkungan Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, maka anak akan berpikir kalau orang tuanya tidak mau tahu tentang belajarnya, tidak pernah memberikannya dorongan belajar. Apapun yang terjadi dalam belajar, misalnya memperoleh nilai jelek orang tua tidak pernah menanyakan atau memarahinya. Apabila ungkapan ini timbul dalam pikiran anak, maka jangan harap anak tersebut serius dalam belajarnya. Hal ini sangat mempengaruhi prestasi belajar yang akan dicapai oleh anak. Sehubungan dengan hal ini Slameto berpendapat: “Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar-Nya”[11]

Jelaslah bahwa faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Seorang anak yang mendapat perhatian penuh dari orang tuanya kemungkinan akan lebih berhasil daripada anak yang tidak pernah mendapat perhatian belajar dari orang tuanya.

b. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar seorang anak. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Lingkungan masyarakat secara umum merupakan perkembangan yang bersifat alami, kadangkala tidak menunjukkan nilai-nilai positif yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor budaya, agama dan sebagainya.

Nilai yang berlaku dalam lingkungan masyarakat tertentu yang dianggap baik belum tentu dianggap baik juga oleh lingkungan masyarakat yang lain. Karena faktor lingkungan ini sangat sulit untuk dilakukan upaya-upaya mencegah hal-hal yang dapat menggangu prestasi belajar seorang anak.

Korelasi Konseptual Menghafal Al-Quran dengan Prestasi Belajar Siswa

Upaya menjadikan anak untuk bisa menghafal Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada mereka termasuk urusan yang terhitung vital dan tinggi nilainya dalam kehidupan ini. Namun dengan catatan seorang pendidik harus benar-benar kaya akan warisan ilmu dan keterampilan pendidikan lain yang dapat menunjang dalam merealisasikan harapannya dengan sebaik mungkin. Selain itu, seorang pendidik juga harus selalu mempersenjatai diri dengan skill yang bisa mempermudah dalam mencapai tujuannya itu, tanpa mendatangkan kerugian-kerugian atau efek buruk bagi jiwa anak pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.

Baca juga:   Marijn van Putten: Titik dalam Al-Qur'an sudah ada sebelum masa Usman

Orang yang terbiasa menghafal al-Qur’an, maka ia akan belajar keseriusan dalam hidup, serta belajar menata dan mengatur hidupnya. Para akademisi dan spesialis sependapat bahwa menghafal al-Qur’an memiliki efek yang baik dalam pengembangan keterampilan dasar pada siswa, serta dapat meningkatkan pendidikan dan prestasi akademis.

Dr. Abdullah Subaih, profesor psikologi di Universitas Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyah di Riyadh, menyerukan kepada para pelajar agar mengikuti perkumpulan (halaqoh) menghafal al-Qur’an. Ia juga menegaskan bahwa hafalan al-Qur’an tersebut dapat membantu untuk konsentrasi dan merupakan syarat mendapatkan ilmu.

Ia juga menambahkan bahwa semua ilmu pengetahuan, baik itu ilmu kedokteran, matematika, ilmu syari’ah, ilmu alam dan lain sebagainya, membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam meraihnya. Dan bagi orang yang terbiasa menghafalkan al-Qur’an, ia akan terlatih dengan konsentrasi yang tinggi.

Menurutnya, sel-sel otak itu seperti halnya dengan anggota tubuh yang lainnya, yakni harus difungsikan terus. Orang yang terbiasa menghafal, maka sel-sel otak dan badannya aktif, dan menjadi lebih kuat dari orang yang mengabaikannya.[12]

Dalam proses menghafal Al-Qur’an, hendaknya setiap orang memanfaatkan usia-usia yang berharga, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sholeh terdahulu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anaknya, mereka lakukan sejak usia dini, sehingga banyak dari tokoh ulama yang sudah hafal Al-Qur’an pada usia sebelum akil baligh, Imam Syafi’i misalnya- telah hafal Al-Qur’an pada usia sepuluh tahun, begitupun Ibnu Sina, alim dibidang kedokteran.

Adapun usia dini sebagaimana yang disebutkan oleh Dr. Abdurrahman Abdul Kholik ialah usia anak-anak dari lima tahun sampai kira-kira usia dua puluh tiga tahun. Pada usia ini, kekuatan hafalan manusia sangat bagus. Bahkan ia merupakan tahun-tahun emas untuk menghafal, karena pada usia anak-anak mempunyai otak yang masih bersih dari berbagai kotoran.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Imam Hafidz Suyuti dengan komentarnya, ” Anak-anak diajari Al-Qur’an merupakan hal yang asasi dalam Islam agar mereka tumbuh berdasarkan fitrahnya yang suci, dan agar cahaya hikmah masuk kedalam hati mereka sebelum hawa nafsu bercokol di hati mereka dan sebelum hati mereka digelapi dengan kabut-kabut kemaksiatan dan kesesatan.”

Ibnu Khaldun pun berkomentar, “ Mengajari anak-anak Al-Qur’an merupakan syiar dari syiar-syiar agama yang harus dijadikan pegangan oleh semua pemeluk agama Islam. Mereka juga berkewajiban mendirikan sekolah Al-Qur’an di seluruh Dunia.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghafal Al-Quran akan memungkinkan siswa untuk memperoleh prestasi dalam aktivitasnya, lebih-lebih dalam korelasinya dengan kegiatan belajar.


[1] Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Duta Rakyat, 2002) hal. 381

[2] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997) hal. 279

[3] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997) hal. 1101

[4] LTQ ibadurrahman http://blog.ltq-ibadurrahman.com diakses pada 25 Juli 2012

[5] Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Duta Rakyat, 2002) hal. 280

[6] Djamarah, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994) hal. 21

[7] WS Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi, (Jakarta: Erlangga, 1984) hal. 102

[8] WS Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi, (Jakarta: Erlangga, 1984) hal. 102

[9] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 1995) hal. 102

[10] M. Ngalim Poerwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992) hal. 52

[11] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 1995). hal. 102

[12] M. Ngalim Poerwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992) hal. 52

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

19 Comments

  1. mas jamal, ini penelitian resmi/ skripsi/ atau baru sekedar teori yang dihubungkan?

    nuwun

    jawaban inbok saja

  2. Ya Allah rahmatilah kami dengan Al-Quran dan jadikanlah ia imam, cahaya serta rahmat bagi kami semua…

    Sepertinya semua orang sudah mengetahui bahwa menghafal Al-Quran dapat meningkatkan konsentrasi dan kecerdasan yang sangat penting dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

    Karena itu banyak ilmuan, psikolog dan pakar pendidikan yang membahas hal ini. Tidak akan sulit anda menemukan penelitian atau skripsi pembahasan ini, coba searching saja di google atau jika anda memiliki kemampuan berbahasa Arab yang bagus, silahkan masuk ke muntada atau forum Tafsir dan Al-Quran, atau di indonesia juga ada forum tentang tahfidz Al-Quran seperti Muntada Ahlul Quran yang dikelola mahasiswa alumni Yaman.

    Demikian jawaban kami, dan mohon maaf jika ada kesalahan.

    Link komunitas penghafal Al-Quran Indonesia = http://muntadaquran.net/1433/

    Link komunitas Tafsir dan Al-Quran bahasa Arab = http://tafsir.net/

  3. bisa tolong tunjukkan link yang berupa link data yang anda tampilkan di blog anda?

    bukan bermaksud tidak percaya dengan alquran, karena anda menampilkan data secara ilmiah, maka saya juga menanyakan secara ilmiah pula.

    jika itu skripsi, maka saya minta link sumbernya. jika itu penelitian, maka saya juga minta link sumbernya yang menyebutka jelas tentang yang anda tulis diblog. (link langsung ke sumber bukan dari link ke link)

    maaf merepotkan terimakasih ^_^

  4. Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk nabi terakhir Muhammad saw, untuk kita semua dan untuk hamba-hamba Allah yang shalih.

  5. Oh ya dulu sudah saya siapin tapi gara-gara warnetnya baru di maintainance jadi aplikasi word dan winrar belum ada jadinya belum bisa saya kirim. 🙂

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *