Dunia Islam pada saat ini berada di tangga yang terbawah, pada abad ini tidak ada kaum yang mengalami kekalahan seperti umat Islam. Umat Islam telah dibantai dan dirampas kehidupan dan harapannya. Dalam hal Politik, umat Islam terpecah-pecah menjadi 50 negara yang berdiri sendiri dan saling bermusuhan di antara mereka. Batas-batas negara Islam telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga umat Islam menjadi terkotak-kotak.
Dalam hal Ekonomi. Umat islam masih terbelakang, Produksi barang dan jasa mereka berada jauh di bawah kebutuhan, kebutuhan mereka banyak dipenuhi dengan mengimpor barang dari dari negara colonial. Kenikmatan alam yang diberikan Allah banyak dilalaikan dan banyak dimanfaatkan para penjajah.
Dalam hal pembudidayaan Agama. Umat Islam mengalami kemerosotan drastis yang menyebabkan mereka buta huruf dan berkembangnya takhayyul di antara mereka. Semua ini menimbulkan kelemahan yang sangat pada tubuh umat Islam.
Dan inti dari masalah yang dihadapi Umat Islam hari ini adalah system pendidikan yang jamak berlaku. Di sekolah-sekolah hari ini, murid yang beragama Islam, dijauhkan dari warisan dan gaya Islam. Sistem pendidikan ini ibarat mesin pencuci otak yang mengubah paradigma mereka ke dalam sebuah karikatur Barat. Disinilah keinginannya untuk ruju’ ila al-Islam (kembali kepada Islam) terhalang karena keragu-raguan yang ditanamkan oleh system tersebut dalam ranah pemikirannya.
Ada beberapa point tentang keadaan pendidikan Islam pada masa kini.
- Sistem pendidikan sekuler mendapat dana besar dari pemerintah sedangkan pendidikan Islam, kebanyakan usaha swasta masyarakat.
- Hasil dari pendidikan sekuler adalah manusia yang tidak memiliki ketajaman wawasan tentang Islam dan cita-cita Islam.
Maka tugas terberat yang dihadapai Umat Islam pada abad ke-15 Hijriyah sekarang ini adalah memecahkan masalah pendidikan. Tidak ada harapan akan kebangkitan Umat Islam kecuali dengan merubah system pendidikan dan memperbaiki kesalahan-kesalahannya
Dalam hal Reformasi Pendidikan, maka Rasulullah saw adalah prototype yang terbaik, bagaimana orang yang ummi (buta huruf), hanya dalam jangka waktu 23 tahun telah melahirkan satu “Generasi yang Unik” (Jiil al-Fariid) dan tidak akan ada lagi satu peradaban yang bisa melahirkan manusia-manusia jenius seperti para sahabat Nabi Muhammad saw.
Sarjana kenamaan Islam terdahulu telah menyatakan bahwa “umat pada akhir zaman itu tidak akan menjadi baik kecuali dengan mengikuti apa yang telah dilakukan umat Islam terdahulu (tiga generasi terbaik umat Islam”.
Ekses dari dipisahkannya Ilmu Umum dari Agama
- Masing-masing pihak tegar di pihakmya sendiri, tanpa ada titik pertemuan, timbul faham dari agamawan bahwa ilmuwan telah keluar dari agama, sebaliknya para ilmuwan menganggap agamawan adalah orang yang kolot dan ketinggalan zaman.
- Muncul dikotomi antara ilmuwan dan ulama atau “kesobongan ilmiah” antara keduanya.
- Ekses terhadap al-Quran, akibat kurangnya ilmu pengetahuan Umum bagi penterjemah maka akan keringlah terjemahan al-Quran yang mengandung makna yang sangat tinggi, Shanya karena tidak sampainya keilmuan penterjemah.
Menurut Prof. Abdus Salam –satu-satunya ilmuwan Muslim yang hingga sekarang berhasil memperoleh Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1979- terdapat tiga sebab mengapa selama 350 tahun abad keemasan umat Islam menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan ke taraf yang amat tinggi:
- Umat Islam benar-benar menghayati dan mengamalkan firman Allah swt, yang berulangkali diberikan di Al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Dalam banyak ayat, Allah swt selalu memerintahkan untuk mempelajari alam, berfikir, menalar, membuaat upaya-upaya ilmiah dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan sebagainya.
- Seorang ‘Alim diberi status yang terhormat dalam Islam. Rasulullah saw memberi julukan “Pewaris Nabi” kepara cendekiawan muslim, dalam banyak ayat, Allah swt juga banyak memuji keunggulan orang yang berilmu; seperti firman Allah swt: “Yang takut kepada Tuhan hanyalah orang-orang yang berilmu di antara hamba-hamba-Nya” (QS Fathir: 28) dan sabda Nabi: “Kelebihan orang yang berilmu daripada orang yang beribadat ialah laksana kelebihan bulan purnama daripada sekalian bintang-bintang”. (HR Abu Dauwd, Tirmidzi dan Nasa’i).
- Islam bersifat internasional, yakni bukan hanya bercorak antar bangsa dan lintas budaya, namun mereka juga sangat toleran terhadap mereka yang dari luar Islam beserta pemikiran-pemikirannya.
Oleh karenanya, dunia Islam mesti bangkit dari keterpurukannya, berupaya kembali meneruskan penemuan cemerlang di masa silam dan tidak semata-mata menggantungkan pada penemuan orang Barat. Kita harusnya bisa menemukan sendiri teori-teori itu, dan semua ini menjadi tugas kita bersama.
Tantangan Besar Pendidikan Kita
Bagian ini adalah ringkasan saya dari opini di koran Kompas 15 oktober 2012 yang saya anggap pas dan realistis untuk melengkapi tulisan di atas.
Boediono di kompas pernah menulis konsep ideal pendidikan untuk pembangunan masa depan Indonesia, yaitu dengan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang punya soft skill dan hard skill. Banyak pakar sepakat soft skill lebih penting daripada hard skill, seperti Daniel Goleman yang mengunggulkan kecerdasan emosi (EQ) daripada kecerdasan intelektual (IQ) dan Robert Strenberg yang memperkenalkan istilah successful intelegence (SI) yang dianggap lebih penting dari hard skill. Seorang dengan SI tinggi akan meraih sukses karena mampu memotivasi dirinya untuk terus maju, mengontrol emosi, berani mengambil resiko, fokus, mampu memecahkan masalah, menerjemahkan pikiran dalam aksi nyata serta mampu berfikir kreatif, analisis dan praktis yang seimbang.
Dan tantangan terbesar pendidikan kita sekarang adalah bagaimana menerjemahkan konsep SI ke dalam operasional sistem pendidikan, data menunjukkan hanya 1 % siswa Indonesia yang memiliki kemampuan berfikir tinggi (advanced) dan 78% siswa Indonesia memiliki kemampuan berfikir rendah dan di bawah minimal atau lower order thinking skills (LOTS).
Pertanyaannya, mengapa sistem pendidikan kita belum menghasilkan SI tinggi?? Banyak factor yang melatar belakangi seperti kurikulum, kualitas guru, fasilitas sekolah dan sebagainya, namun yang cukup dominan adalah system pendidikan yang terlalu berorientasi akademik dan proses belajar yang tidak jauh dari hafalan, latihan berulang, instruksi terstruktur dan pengajaran satu arah.
Ekses dari orientasi nilai adalah kemungkinan terbentuknya sifat “takut salah”, takut mengambil inisiatif, menghindari resiko, takut berbeda, takut dikritik dan mencari zona aman yang menghasilkan siswa yang tidak siap menghadapi tantangan hidup modern.
System seperti ini juga bisa membuat stress bisa memunculkan sifat reptile yang reaktif dan impulsive, maraknya tawuran dan sikap brutal siswa seperti yang banyak diberitakan, mungkin disebabkan peran otak reptil ini.
Diperlukan perubahan besar pada pendidikan kita dan dunia akan terus berubah dengan kecepatan eksponensial. SI makin urgen untuk kehidupan anak kita yang keadaannya lebih kompleks. []