Potensi Gempa Mentawai Menurut Prof. Kerry Edward Sieh

gempa mentawaiAlhamdulillah, senang sekali mendapat info dari Ust Arifin Jayadiningrat kalau tempat yang menjadi proyek pembangunan Aksi Peduli Bangsa di Mentawai yaitu di Dusun Buttui aman dari gempa, kata beliau gempa semalam tidak sampai kesana karena cukup jauh dari pantai, 6 jam perjalanan naik kapal kecil untuk sampai disana. Warga di pesisir pantai pun sudah kembali ke rumah masing masing.

Sudah tiga kali saya diberi kesempatan berkunjung ke Mentawai, terakhir kesana akhir tahun 2015 bersama Ust Arifin Jayadiningrat, Mas Sholihin, kakak Ust Arifin, istri beliau dan 3 anak beliau yang cantik dan shalihah, masih kecil sudah mau bertualang ke Mentawai.
image

Sewaktu disana, saya melihat pemerintah Siberut Selatan sudah mempersiapkan daerahnya jika sewaktu waktu terjadi gempa, salah satunya dengan membuat jalur evakuasi dan titik titik berkumpul jika ada bencana.

Semalam saya mencoba mengumpulkan berita dan artikel tentang gempa Mentawai dan mendapatkan tulisan dari Profesor Kerry Edward Sieh, yang akrab dipanggil Sieh.

Menurut pakar dari Earth Observatory of Singapore yang telah lama meneliti kawasan Mentawai bersama LIPI, Profesor Kerry Edward Sieh, dari data gempa besar di Mentawai pada 1797 dan 1833 yang mereka dapatkan, ternyata hampir seluruh megathrust (sesar naik) antara Pulau Pagai Selatan sampai Pulau Batu belum pernah patah sejak tahun 1797 atau bahkan seratus tahun sebelumnya.

“Ini menyebabkan slip (pergeseran) sejauh 8 hingga 12 meter bisa terjadi pada bagian megathrust itu,” demikian kata Sieh.

Data GPS yang mereka miliki, Sieh menambahkan, mengimplikasikan bahwa terjadinya patahan di megathrust itu terjadi sisi samudera megathrust, di bagian bawah, dan di bagian sisi dalam kepulauan itu (yang menghadap ke bagian Sumatera Barat).

Baca juga:   Penyimpangan ESQ Leadership Training

image

“Bila ini gempa terjadi dalam satu waktu, maka ukuran gempa bisa mencapai magnitude 8,8 SR,” Sieh menambahkan. Sebagai gambaran, gempa 1797 juga diikuti oleh tsunami yang diperkirakan mencapai hingga setidaknya 5 meter di Muara di Padang.

Lalu, seperti apa kerusakan yang bakal ditimbulkan akibat gempa tersebut? Sieh menuturkan, bila pergeseran megathrust hanya terjadi terjadi di bagian barat Pulau Siberut, Pulau Pagai Utara dan Sipora, maka diperkirakan bakal menimbulkan tsunami yang sangat serius yang bakal melibas Pantai Barat kepulauan itu.

Sementara bila pergeseran hanya terjadi di bagian bawah kepulauan itu, maka akan terjadi kenaikan permukaan pada kepulauan itu setinggi satu atau dua atau tiga meter, seperti yang terjadi pada gempa Nias Maret 2005 dan gempa di Pagai Selatan, pada 2007.

image

Dalam kasus ini, akan sedikit air laut yang digerakkan, namun akan tetap memicu tsunami yang signifikan seperti pada gempa Nias 2005, dan gempa sepanjang Pantai Utara Bengkulu pada 2007.

Bila pergeseran atau slip terjadi di timur Siberut, Sipora dan Pagai Utara, maka air di bagian utara kepulauan itu akan terganggu dan Pantai Barat Sumatra akan terkena tsunami.

Untuk itu, kata Sieh, perlu disiapkan upaya mitigasi yang bervariasi di tiap-tiap daerah, mengingat tsunami yang terjadi baru-baru ini cukup besar.

“Persiapan yang memikirkan jangka yang lebih panjang akan lebih efektif dalam mempertahankan hidup banyak orang serta ketahanan ekonomi masyarakat, ketimbang hanya sekadar sebuah peringatan yanng dikeluarkan beberapa menit sebelum tsunami,” katanya.

Bangunan-bangunan di sekitar potensi gempa, menurutnya, musti dibuat lebih tahan gempa. Desa-desa juga harus didesain agar lebih tahan terhadap terjangan tsunami.

Lebih jauh, Direktur Jendral Daerah Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan yang juga pakar pemodelan tsunami, Subandono Diposaptono, mengatakan dalam situs ViVaNews bahwa mitigasi gempa dan tsunami musti dilakukan secara menyeluruh.

Baca juga:   Harmoni Alam dalam Tarian dari Bumi Sikerei

Antara lain dengan menyiapkan pertahanan fisik alami meliputi terumbu karang, bukit-bukt pasir, hutan mengrove dan hutan pantai, maupun pertahanan fisik buatan seperti pemecah ombak, tembok laut, pintu air tanggul, shelter, rumah panggung, atau rumah evakuasi tahan bencana.

Sementara pertahanan non-fisik meliputi pembuatan peta rawan bencana, sistem peringatan dini, relokasi, pengaturan tata ruang, zonasi, tata guna lahan, serta penyadaran dan penyuluhan masyarakat.

Sumber:
Pdf: The Next Giant Sumatran Megathrust Earthquake: From Science to Human Welfare

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *