AHMADBINHANBAL.COM – Nabi Shallallahu Alaihiwasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Khara’ithi dengan sanad Hasan dan Ibnu Mas’ud dalam Makarim Akhlaq bahwa:
«إِنَّ الصَّوْمَ اَمَانَةٌ، فَلْيَحْفَظْ اَحَدَكُمْ اَمَانَتَه»
“Puasa adalah amanah maka hendaklah salah seorang di antara kamu menjaga amanahnya”. (HR. Al-Khara’ithi)
Tujuan utama puasa Ramadhan adalah menjadikan manusia yang bukan hanyan beriman, tetapi juga bertakwa sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah: 183)
Dua dalil di atas kita akan mendapatkan dua ciri orang yang bertakwa:
- Merasa takut dan diawasi oleh Allah Subhanahu Wata’ala
- Amanah.
Merasa Takut dan Diawasi
Tujuan akhir dari puasa adalah menjadi manusia yang bertakwa, dan puasa bisa melatih kita menjadi manusia yang bertakwa.
Orang yang berpuasa berlatih agar menjadi manusia yang merasa takut. Takut akan pengawasan Allah Subhanahu Wata’ala. Ibadah puasa adalah ibadah yang bersifat rahasia, yang mengetahui kualitasnya hanya diri orang yang berpuasa dan Allah Subhanahu Wata’ala.
Dengan sifat puasa yang rahasia ini, puasa mendidik agar senantiasa menjaga kualitas puasa kita. Bisa saja kita diam-diam menengok es kelapa tanpa ada orang yang tahu. Tapi, apakah bisa membohongi diri sendiri dari lari dari pengawasan-Nya? Tidak bisa. Karena Allah Maha Melihat segala sesuatu.
Orang yang berpuasa, hendaknya meyakini kalau dia menjadi seorang tamu di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala, bukan menjadi kacung di depan syahwat, meyakini kalau Allah Subhanahu Wata’ala melihat dia dalam keadaan bersembunyi atau terang-terangan.
Orang yang berpuasa merasa takut pada Allah Subhanahu Wata’ala, menjadikan dirinya sebagai penghuni akhirat, sehingga dia selalu mengingat-ingat keadaan di akhirat nanti, bukan apa yang akan dimakan ketika azan maghrib datang.
Harapannya orang yang berpuasa mejadi orang yang bertakwa yang tetap menjaga perilakunya setelah bulan Ramadhan (muslim rabbani), bukan hanya saat Ramadhan saja (muslim ramadani), tetapi juga setelahnya. Menjadi manusia yang menjaga perilaku diri karena merasa terus diawasi oleh-Nya.
Amanah
Allah Subhanahu Wata’ala telah mewajibkan puasa sebagai sarana untuk membersihkan hati, mensucikan jiwa, membuat badan sehat dan sebagai sarana untuk memperkuat hubungan antara hamba dan sang Pencipta.
Salah satu nama dari bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Ya, puasa berarti sabar yang mencakup semuanya. Sabar dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sabar dari kemaksiatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dan sabar atas ketentuan-ketentuan Allah Subhanahu Wata’ala.
Ketika berpuasa, kita bersabar karena meyakini puasa sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, puasa sebagai ibadah, dan puasa sebagai sarana mendekat pada Allah Subhanahu Wata’ala.
Ketika berpuasa, kita bersabar dari kemaksiatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Ketika lapar dan haus, kita ingat bahwa kita sedang berada di atas jalan Allah Subhanahu Wata’ala, sabar dengan penuh harap kepada pahala dan dijauhi dari hukuman di akhirat.
Puasa mendidik kita menjadi amanah. Puasa menjadi ujian Amanah bagi manusia karena kewajiban syariat adalah amanah Allah dalam diri setiap hamba yang kelak akan Allah Subhanahu Wata’ala mintai pertanggung jawaban.
Amanah dalam berpuasa artinya menjalankan puasa dari awal sampai akhir waktu, meyakini bahwa puasa adalah ibadah antara hamba dan pencipta, tidak ada yang melihat kecuali Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan melaksanakan amanah ini, insya Allah kita akan mendapatkan pahala yang besar di dunia dan akhirat.
Kita tidak boleh korupsi sedikitpun. Misalnya diam-diam menelan air putih atau air keran. Korupsi satu detik akan menggugurkan puasa yang telah kita lakukan berjam-jam. Satu hal kecil yang memusnahkan perjuangan besar. Puasa mendidik kita menjadi orang yang amanah, yang menjaga puasa dari awal sampai akhir, yang menjaga kualitasnya dari awal sampai akhir.
Puasa mendidik kita menjadi manusia yang amanah. Bukan hanya di bulan Ramadan saja, tetapi juga pada bulan selanjutnya. Jika kita bisa amanah dalam melakukan puasa, kita diharapkan akan menjadi amanah dalam hal lain, misalnya dalam hal jabatan, kepemimpinan dan tanggung jawab. Jadi efek puasa bukan hanya pada satu bulan, tetapi pada bulan-bulan setelah puasa.
Puasa adalah media pelatihan diri yang efektif. Puasa melatih diri terbiasa berperilaku positif, seperti menolong orang lain, memenuhi janji, berkata jujur, rendah hati dan rela berkurban demi kepentingan orang banyak. Media pelatihan diri dari perilaku negatif seperti khianat, meremehkan amanah, tidak jujur, suka berdusta dan sumpah palsu.
Saudaraku, kita semua berharap, puasa kita seperti puasanya para Sahabat Nabi Shallallahu Alaihiwasallam yang hanya mengharap wajah dan ridha-Nya, dan diterima amal dan puasa mereka. Puasa yang sukses itu bukan ditunjukkan dengan menahan lapar dan haus, ini hanya penampakan dari luar saja. Puasa yang sukses menjadi arena pelatihan, penggemblengan, ketaatan, dan penyucian jiwa dari noda-noda terutama noda dengki, dusta, salah niat dan buruk sangka.
Saudaraku, ketika ifthar atau berbuka puasa nanti, gantung dan guncangkan hatimu antara harap dan cemas. Tanyakan hatimu, tanyakan dirimu, apakah puasa saya hari ini diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala sehingga masuk dalam golongan Muqarrabiin atau tidak diterima dan masuk golongan orang-orang yang jauh dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri bahwa ia melewati suatu kaum yang tengah tertawa, lalu ia berkata: “Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai arena perlombaan melakukan ketaatan bagi makhluk-Nya, kemudian ada orang yang berlomba hingga menang dan ada pula orang yang tertinggal dan kecewa. Tetapi yang sangat mengherankan ialah pemain yang tertawa tawa di saat orang-orang berpacu meraih kemenangan”.
Abu Darda pernah berkata: “Duhain indah tidurnya orang-orang cerdas dan tidak puasanya mereka, bagaimana mereka tidak mencela puasa orang-orang bodoh dan begadangnya mereka! Sungguh satu butir dari kebaikan orang yang yakin dan bertakwa lebih utama dan lebih kuat ketimbang segunung ibadah dari orang-orang yang tertipu”.
Sebagian ulama berkata: “Berapa banyak orang yang berpuasa, sesungguhnya dia tidak berpuasa dan berapa banyak orang yang tidak berpuasa tetapi sesungguhnya ia berpuasa”.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan bisa memotifasi kita untuk lebih giat lagi dalam beribadah di bulan Ramadan dan mengingatkan amanah Allah Subhanahu Wata’ala kepada kita lewat ibadah Puasa. [ ]
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com