Pujian Ibnu Taimiyah Terhadap Ali bin Abi Thalib dan Ahlu Bait

PUJIAN IBNU TAIMIYAH ATAS AHLU BAIT – Risalah ini ditulis oleh Abu Khalifah Ali bin Muhammad al-Qudhaibi, beliau adalah seorang mantan Syi’ah yang menyadari akan kesalahannya dalam beraqidah kemudian kembali kepada manhaj yang benra yaitu manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

Pada risalah ini juga, al-Qudhaibi menyingkap keraguan-keraguan yang disebarkan oleh orang-orangyang ingin merusak aqidah umat, seperti golongan an-Nawasib dan Khawarij yang mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah termasuk berpemahaman an-Nawashib.

Beliau kumpulkan dari buku-buku Ibnu Taimiyah dan beliau ambil sari patinya yang menerangkan sikap Ibnu Taimiyah kepada khalifah keempat, Ali dan juga kepada Ahlu Bait, ia bantah orang-orang yang menganggap bahwa Ibnu Taimiyah membenci dan memusuhi Ali dan Ahlu Bait, beberapa kitab yang menjadi rujukannya adalah kitab Minhajus Sunnah, Aqidah Washitiyah dan kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah lam yakun Nashibiyan karangan Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi.

Mauqif (pandangan) Ibnu Taimiyah kepada Ali dan Ahlu Bait adalah cinta, menghormati, ridha dan menempatkannya pada manzilah yang telah Allah berikan padanya, bukan seperti an-Nawashib yang kurang penghormatan, golongan Syi’ah dan Ahlu Bid’ah yang terlalu ghuluw lagi melampaui batas.

Selain itu Ibnu Taimiyah juga bersikap I’tidal sebagaimana para salaf dalam masalah aqidah, membela Ali dan Ahlu Bait serta menjelaskan kesalahan golongan yang melampaui batas kepada Ali dan Ahlu Bait.

Banyak perkataan beliau yang menunjukkan pujan dan banyak buku-buku beliau yang membela mereka dan mengangkat manzilah mereka.

Ibnu Taimiyah mencela Nawashib

Ibnu Taimiyah sangat mencela kepada Nawashib dan Khawarij yang mereka membenci, mengkafirkan, menfasikkan, mencela dan menghina Ali, banyak didapatkan dalam Minhajus Sunnah. Beliau berkata: “ adapun Ahlu Sunnah maka mereka berwala’ kepada semua mukmin dan membicarakan mereka berdasarkan ilmu dan keadilan, bukan seperti golongan bidah dan ahli bid’ah, dan berbara’ dari Rafihah dan Nawashib, mengetahui kadar sahabat dan keutamaan mereka, menjaga hak-hak Ahlu Bait yang telah disyariatkan Allah.” (Minhajus Sunnah: 2/71)

Perkataan Ibnu Taimiyah tentang keutamaan Ali

Sebelum membahas tentang perkataan Ibnu Taimiyah terhadap Ali, kami sampaikan dahulu aqidah ibnu Taimiyah secara global terhadap para sahabat, yaitu bahwa pokok Ahlu Sunnah adalah hati dan lisan mereka selamat terhadap para Sahabat Nabi, sebagaimana telah Allah sifatkan dalam QS al-Hasyr: 10 dan mentaati Nabi SAW yang melarang untuk menghina sahabat Nabi SAW.

Mereka menerima apa yang datang dari al-Quran, sunnah dan ijma’ tentang keutamaan dan martabat sahabat, mengutamakan orang yang berinfaq sebelum fathu makkah dari yang setelahnya, mendahulukan Muhajirin atas orang Anshar dan mengimani bahwa Allah telah berfirman kepada Ahlu Badr “berbuatlah sesukamu karena Aku telah mengampuni kalian.” Tidak akan masuk neraka seorang pun yang ikut berbaiat di bawah pohon, Allah telah ridha dan mereka juga telah ridha kepada Allah, mereka bersaksi bahwa ada bebrapa sahabat yang telah dijanjikan untuk masuk surga.

Menetapkan bahwa orang yang paling utama dalam umat ini adalah Abu Bakar lalu  Umar, Utsman dan Ali, tentang masalah keutamaan Ali dan Utsman bukanlah masalah pokok yang bisa membuat sesat orang yang menyelisihi menurut jumhur ullama’ karena hal itu hanyalah masalah khilaf saja, tetapi mereka meyakini bahwa khalifah setelah Nabi SAW adalah Abu Bakar, Umar Utsman dan Ali, dan barang siapa yang mencela salah satu dari sahabat tersebut maka ia telah sesat. (Aqidah Wasitiyah: 50-53)

Perkataan Ibnu Taimiyah tentang keutamaan Ali, Keutamaan Ali dan ketinggian manzilahnya di sisi Allah sudah diketahui, segala puji bagi Allah, hal itu diketahui secara yakin, tidak butuh kepada orang yang dusta dan orang yang tidak diketahui kejujurannya (Minhajus Sunnah: 8/165)

Tidak diragukan lagi bahwa Ali adalah orang yang mencintai Allah dan Allah mencintainya (Minhajus Sunnah: 7/325)

Tidak diragukan lagi bahwa berwala’ kepada Ali hukumnya wajib, sebagaimana wajib atas tiap orang yang beriman untuk berwala’ kepada mukmin yang lain (Minhajus Sunnah: 7/27)

Kezuhudan Ali dalam masalah harta tidak diragukan, bahkan ia lebih zuhud dari Abu Bakar dan Umar (Minhajus Sunnah: 7/489)

Beliau lebih mengutamakan sahabat yang bersama Ali dari pada sahabat yang bersama Muawiyah, “telah diketahui bahwa sahabat yang bersama Ali seperti Amar, Sahal bin Hunaif dan lainnya adalah lebih utama dari pada sahabat yang bersama Muawiyah.” (Majmu rasail wa Masail Ibnu Taimiyah: 61)

Maka setelah penjabaran ini, apakah kita akan mengatakan seperti yang dikatakan Ahli Bid’ah bahwa Ibnu Taimiyah melenceng dari Ali atau beliau menguranginya dalam kitab-kitabnya? Sungguh ini adalah kebohongan yang nyata terhadap Ibnu Taimiyah

Perkataan Ibnu Taimiyah tentang pembunuhan Husain

Beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa: 4/487-488 mengatakan bahwa orang yang membunuh atau menolong untuk membunuh Husain dan meridhainya, maka ia akan mendapat laknat dari Allah, Malaikat dan semua manusia, Allah tidak akan menerima dari mereka keringanan.

Tentang mencintai Ahlu Bait, beliau mengatakan bahwa mencintai mereka adalah wajib dan berpahala sebagaimana khutbah Nabi dalam Ghadir Khum dan kita setiap shalat senantiasa mendoakan kepada Ahlu bait.

Posisi Ahlu Bait Nabi SAW menurut Ahlu Sunnah

Ibnu Taiimiyah mengatakan dalam Aqidah Wasitiyah tentang sikap Ahlu Sunnah terhadap Ahlu Bait bahwa mereka mencintai Ahlu Bait, berwala’ pada mereka, menjaga wasiat Rasulullah yang bersabda ketika di Ghadir ((أذكر كم في أهل بيتي)) (HR Muslim)

dan sabda Nabi kepada Abbas ketika mengadu bahwa sebagian orang Quraisy tidak menghormati Bani Hasyim, lantas beliau bersabda: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya. Mereka tidak dikatakan beriman sehingga mereka mencintai kalian dan kerabatku.” (HR Ahmad dan lainnya)

dan sabda Nabi: “Allah telah memilih telah meilih Bani Ismail dan memililih dari Bani Ismail Kinanah dan memilih dari Kinanah Quraisy dan memilih dari Quraisy Bani Hasyim dan memilihku dari Bani Hasyim.” (HR Ahmad dan Muslim)

Penjelasan Syaikh Shalih Fauzan tentang perkataan Ibnu Taimiyah

Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang kedudukan Ahlu Bait disisi Ahlu Sunnah bahwa mereka mencintai Ahlu Bait, dan Ahlu Bait adalah keluarga Nabi SAW yang diharamkan bagi mereka sedekah mereka adalah keluarga Ali, Ja’far, Uqail, Abbas, Bani Harits bin Abdul Muthalib, isteri dan anak Nabi SAW.

Ahlu Sunnah mencintai, menghormati dan memuliakan mereka karena hak itu termasuk menghormati Nabi SAW dan memulikannya.

Berwala’ kepada mereka maksudnya mencintai mereka, menjaga wasiat Rasul maksdunya mengerjakan wasiat Nabi, yaitu ketika Nabi berwasiat di Ghadir Khum yaitu suatu tempat mengalirnya air dan ia terletak pada jalan ke Madinah ketika Nabi pulang dari haji Wada’ dan berkhutbah disana, dan diantara khutbah Nabi adalah sebagaimana yang disampaikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Kemudian dalam hadits yang menyebutkan pengaduan Abbas kepada Nabi, lalu Nabi bersabda bahwa mereka tidak beriman, maksudnya iman yang sempurna yang wajib dan maksud sabda Nabi sehingga mereka mencintai kalian dan kerabatku, karena dua sebab

Pertama, sebagai Taqarub kepada Allah karena mereka termasuk Wali Allah SWT

Kedua, karena mereka adalah kerabat Nabi yang harus dihormati.

Kemudian dalil yang ketiga adalah Nabi menyebutkan bahwa Allah telah memilih keluarga Ismail kemudian Kinanah kemudian Bani Hasyim kemudian Quraisy kemudian Nabi SAW. Dan  dapat diambil dari hadits tersebut sebagai dalil keutamaan Arab, dan Quraisy adalah orang Arab yang paling utama dan dalam hadits ini juga disebutkan keutamaan Bani Hasyim yang mereka merupakan kerabat Nabi SAW.

Penutup

Setelah kita mengetahui sekilas dari perkataan Ibnu Taimiyah, jelaslah mauqif Ibnu Taimiyah terhadap Ahlu Bait dan orang yang mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah membenci Ahli Bait adalah perkatan dusta dan bohong dan mereka ingin menimbulkan keraguan pada ulama dan menjatuhkan fatwa dan ijtihad mereka agar dengan hal itu mereka bisa merusak syari’at dan menggantinya dengan perkataan Ahli sesat dan bid’ah.

Diringkas oleh Jumal Ahmad dari artikel tsana’ Ibnu Taimiyah ala amirul Mukminin Ali ibnu Abi Thalib wa Ahlu Bait yang ditulis oleh mantan Syi’ah, Abi Khalifah Ali bin Muhammad al-Qidhaibi.

Baca Juga:

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

3 Comments

  1. Lihat : Minhaj as-Sunnah Jil:2 Hal:404,Ibid Jil:1 Hal:537, Ibid Jil:6 Hal:419,Ibid Jil:4 Hal:682.

    1. Diriwayatkan dari Syafi’i dan pribadi-pribadi selainnya, bahwa khalifah ada tiga; Abu Bakar, Umar dan Usman.

    2. Manusia telah bingung dalam masalah kekhilafan Ali (karena itu mereka berpecah atas) beberapa pendapat; Sebagian berpendapat bahwa ia (Ali) bukanlah imam, akan tetapi Muawiyah-lah yang menjadi imam. Sebagian lagi menyatakan, bahwa pada zaman itu tidak terdapat imam secara umum, bahkan zaman itu masuk kategori masa (zaman) fitnah.

    3. Dari mereka terdapat orang-orang yang diam (tidak mengakui) atas (kekhalifahan) Ali, dan tidak mengakuinya sebagai khalifah keempat. Hal itu dikarenakan umat tidak memberikan kesepakatan atasnya. Sedang di Andalus, banyak dari golongan Bani Umayyah yang mengatakan: Tidak ada khalifah. Sesungguhnya khalifah adalah yang mendapat kesepakatan (konsensus) umat manusia. Sedang mereka tidak memberi kesepakatan atas Ali. Sebagian lagi dari mereka menyatakan Muawiyah sebagai khalifah keempat dalam khutbah-khutbah jum’atnya. Jadi, selain mereka menyebutkan ketiga khalifah itu, mereka juga menyebut Muawiyah sebagai (khalifah) keempat, dan tidak menyebut Ali”

    4. Kita mengetahui bahwa sewaktu Ali memimpin, banyak dari umat manusia yang lebih memilih kepemimpinan Muawiyah, atau kepemimpinan selain keduanya (Ali dan Muawiyah), maka mayoritas (umat) tidak sepakat dalam ketaatan”.

    Jelas sekali di sini bahwa Ibnu Taimiyah selain ia berusaha menyebarkan karaguan atas kekhalifah Ali bin Abi Thalib kepada segenap umat, ia pun menjadi corong dalam menyebarkan kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Sedang hal itu jelas-jelas bertentangan dengan akidah Ahlusunnah wal Jama’ah.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *