Rabi bin Sulaiman al-Muradi adalah murid senior Imam Syafi’i yang diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam Syafi’i. Imam Syafi’i dikenal sabar ketika mengajarkan ilmu kepadanya. Sila simak lebih lengkap.
Firasat Imam Syafi’i terhadap Murid-Muridnya
Imam Syafi’i memiliki ketajaman firasat yang tinggi. Hal ini berdasarkan pengamatan yang mendalam ketika ia tinggal bersama orang Badui pada masa kecilnya. Di antara ketajaman firasatnya adalah firasatnya terhadap murid-muridnya.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman meriwayatkan: “Kami masuk menemui Imam Syafi’i menjelang wafatnya. Saya, Al-Buwaithi, Al-Muzani dan Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam. Asy-Syafi’i memandang kami cukup lama kemudian dengan serius memperhatikan kami seraya berkata:
“Engkau wahai Abu Ya’qub, dirimu akan meninggal dalam belenggu besimu. Adapun engkau wahai Muzani, di Mesir akan ada peristiwa besar dan engkau akan mengalami masa di mana engkau menjadi orang terpandai di zaman itu.” “Adapun engkau wahai Muhammad, engkau akan kembali ke mazhab ayahmu. Adapun engkau wahai Robi’ akan menjadi muridku yang paling bermanfaat bagiku dalam menyebarkan kitab. Bangkitlah wahai Abu Ya’qub dan terimalah halaqah (jadilah pengasuh majelisku).”
Ar-Rabi’ berkata: “Demikianlah yang terjadi sebagaimana yang beliau katakan.”
Dalam kisah di atas diceritakan ada empat murid menonjol Imam Syafi’i yang datang membesuk gurunya pada saat sang guru sakit.
Mereka adalah Ar-Rabi’, Al-Buwaithi (dipanggil Asy-Syafi’i dengan nama Abu Ya’qub), Al-Muzani dan Ibnu Abdi al-Hakam (dipanggil Asy-Syafi’i dengan nama Muhammad).
Setelah Imam Syafi’i memandang beberapa saat maka dengan serius beliau memberitahukan “penglihatannya” kepada mereka.
- Al Buwaithi diramalkan Imam Syafi’i akan diuji dan meninggal dalam belenggu besi.
- Al-Muzani diramalkan akan menjadi tokoh besar.
- Ibnu Abdi al Hakam diramalkan akan kembali ke mazhab ayahnya (Mazhab Maliki).
- Ar-Rabi’ diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam Syafi’i.
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i benar-benar menjadi kenyataan. Pada masa Khalifah Al-Watsiq Billah, Ibnu Abi Du-ad yang beraliran Mu’tazilah memerintahkan wali Mesir untuk memanggil Al-Buwaithi dan mengetesnya terkait Al-Qur’an. Al-Buwaithi menolak untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Beliau pun ditangkap, diikat pada leher dan kakinya dengan belenggu dan rantai seberat 40 rithl (kira-kira seberat 16 Kg) dan dibawa ke Baghdad. Di sana beliau dipenjara dalam keadaan dibelenggu dan wafat dalam keadaan dibelenggu sebagaimana firasat Imam Syafi’i.
Setelah Al-Buwaithi dizalimi dalam peristiwa fitnah “Al-Qur’an makhluk” itu, maka Al-Muzani yang menggantikan Al-Buwaithi untuk mengasuh majelis Imam Syafi’i. Pengaruh Al-Muzani semakin membesar dan ilmunya tersebar luas terutama setelah beliau mengarang kitabnya yang masyhur “Mukhtashar Al-Muzani”. Inilah yang dimaksud Imam Syafi’i sebagai perkara besar dan Al-Muzani akan menjadi orang terpandai di zamannya.
Riwayat Hidup Rabi’ bin Sulaiman al Muradi
Nama
Nama lengkapnya Rabi bin Sulaiman bin Abdul Jabbar bin Kamil al-Muradi.
Lahir pada tahun 174 H dan wafat pada tahun 270 H di hari senin, disalatkan oleh Amir Khumārawayh ibn Ahmad ibn Tūlūn.
Memiliki keturunan seorang lelaki bernama Abu al-Madha Muhammad. Ia wafat setelah tiga tahun sang ayah.
Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ halaman 70 menyebutkan kalau ada perkataan “sahabat kita ar-Rabi’” maka maksudnya adalah ar-Rabi’i bin Sulaiman al-Muradi ini. Ia juga mengatakan, tidak ada “Rabi’ selain Rabi’ ini, kecuali satu ar-Rabi’ dalam masalah menyamak kulit yang bukan ar Rabi’ ini, tetapi ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Jizi. (Beliau sahabat Imam Syafi’i juga).
Muadzin
Rabi bin Sulaiman al-Muradi adalah seorang muadzin di Masjid Jami’ di Fustat (ibu kota sebelum Kairo), Mesir yang sekarang dikenal dengan Masjid Jami’ Amru bin Ash. Ada yang menyebutkan dia adalah syaikh muadzin di masjid Jami’ tersebut. Di antara julukannya adalah Abu Muhammad al-Muadzin.
Dia melantunkan adzan dan bacaan Al Quran dengan suara yang merdu dan sangat disukai oleh Imam Syafi’i.
Rabi bin Sulaiman al-Muradi juga menjadi orang pertama yang mendiktekan hadis di Masjid Jami’ Ahmad Tulun.
Guru Rabi’
Rabi’ bin Sulaiman belajar langsung kepada Imam Syafi’i. Dia ikut meyebarkan kitab-kitab karya Imam Syafi’i dan meriwayatkan hadis darinya. Selain itu dia belajar kepada ulama-ulama lain. Berikut ini adalah daftar guru-gurunya:
- Imam Syafi’i
- Abdullah bin Wahb
- Abdullah bin Yusuf at-Tanisi
- Ayyub bin Suwaid ar-Ramli
- Yahya bin Hassan
- Asad bin Musa
Murid Rabi’
Banyak ulama yang belajar kepada ar-Rabi’ bin Sulaiman dan meriwayatkan hadis darinya. Berikut ini adalah daftar penerus keilmuannya dan periwayat hadis darinya:
- Imam Abu Daud
- Imam an-Nasa’i
- Imam Ibnu Majah
- Abu Zur’ah ar-Razi
- Abu Hatim ar-Razi
- Abdurrahman bin Abu Hatim ar-Razi
- Zakaria as-Saji
- Abu Ja’far ath-Thahawi
- Abu Bakar Abdullah bin Muhammad Ibnu Ziyad an-Naisaburi
- Al-Hasan bin Habib al-Hashairi
- Ibnu Sha’id
- Abu al-Abbas al-Asham
- Abu al-Fawaris as-Sandi
- Imam at-Tirmidzi (meriwayatkan hadis dari Rabi’ melalui metode ijazah/memberikan lisensi untuk meriwayatkan kitab-kitabnya)
Periwayat Mazhab Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki ketajaman firasat yang tinggi. Di antara ketajaman firasatnya adalah firasat terhadap murid-muridnya.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman meriwayatkan: “Kami masuk menemui Imam Syafi’i menjelang wafatnya. Saya, Al-Buwaithi, Al-Muzani dan Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam. Asy-Syafi’i memandang kami cukup lama kemudian dengan serius memperhatikan kami seraya berkata:
“Engkau wahai Abu Ya’qub, dirimu akan meninggal dalam belenggu besi. Wahai Muzani, di Mesir akan ada peristiwa besar dan engkau akan mengalami masa di mana engkau menjadi orang terpandai di zaman itu.” “Adapun engkau wahai Muhammad, engkau akan kembali ke mazhab ayahmu. Adapun engkau wahai Rabi’ akan menjadi muridku yang paling bermanfaat bagiku dalam menyebarkan kitab. Bangkitlah wahai Abu Ya’qub dan terimalah halaqah (jadilah pengasuh majelisku).”
Ar-Rabi’ berkata: “Demikianlah yang terjadi sebagaimana yang beliau katakan.”
Dalam kisah di atas diceritakan ada empat murid menonjol Imam Syafi’i yang datang membesuk gurunya pada saat sang guru sakit.
Mereka adalah Ar-Rabi’, Al-Buwaithi (dipanggil Asy-Syafi’i dengan nama Abu Ya’qub), Al-Muzani dan Ibnu Abdi al-Hakam (dipanggil Asy-Syafi’i dengan nama Muhammad).
Setelah Imam Syafi’i memandang beberapa saat maka dengan serius beliau memberitahukan “penglihatannya” kepada mereka.
Al-Buwaithi diramalkan Imam al-Syafi’i akan diuji dan meninggal dalam belenggu besi.
Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i benar-benar menjadi kenyataan. Pada masa Khalifah Al-Watsiq Billah, Ibnu Abi Du-ad yang beraliran Mu’tazilah memerintahkan wali Mesir untuk memanggil Al-Buwaithi dan mengetesnya terkait Al-Qur’an. Al-Buwaithi menolak untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Beliau pun ditangkap, diikat pada leher dan kakinya dengan belenggu dan rantai seberat 40 rithl (kira-kira seberat 16 Kg) dan dibawa ke Baghdad. Di sana beliau dipenjara dalam keadaan dibelenggu dan wafat dalam keadaan dibelenggu sebagaimana firasat Imam Syafi’i.
Melihat para Ulama yang menulis biografi dan sejarah sosok Imam Al-Buwaithi, sangat jelas bahwa Al-Buwaithi merupakan murid yang paling alim pada saat wafatnya Imam Syafii (204 H).
Meski di kemudian hari, Al-Muzani dan Rabi’ Al-Muradi telah mencapai kesuksesan besar dalam hal fikih, khidmah mazhab, periwayatan dan mempertahankannya melebihi dari apa yang dicapai oleh Imam Al-Buwaithi. Terlebih lagi keduanya hidup lebih dari 30 tahun setelah wafatnya Al-Buwaithi, dan kondisi Imam al-Buwaithi yang harus mendekam di penjara karena menolak pendapat Quran makhluk sampai akhirnya meninggal di dalamnya telah menghalangi kemungkinan kaum muslimin untuk dapat beristifadah dari ilmunya.
Al-Muzani diramalkan akan menjadi tokoh besar.
Setelah Al-Buwaithi dizalimi dalam peristiwa fitnah “Al-Qur’an makhluk” itu, maka Al-Muzani yang menggantikan Al-Buwaithi untuk mengasuh majelis Imam Syafi’i. Pengaruh Al-Muzani semakin membesar dan ilmunya tersebar luas terutama setelah beliau mengarang kitabnya yang masyhur “Mukhtashar Al-Muzani”. Inilah yang dimaksud Imam Syafi’i sebagai perkara besar dan Al-Muzani akan menjadi orang terpandai di zamannya.
Ibnu Abdi al Hakam diramalkan akan kembali ke mazhab ayahnya (Mazhab Maliki).
Diriwayatkan terjadi selisih pendapat antara Muhammad bin Abdillah bin Abdul Hakam dengan al-Buwaithi karena Imam al-Syafi’i memilih al-Buwaithi untuk menggantikannya mengajar di majelisnya sehingga Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam meninggalkan mazhab al-Syafi’i dan kembali ke mazhab Maliki.
Ar-Rabi’ diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam al-Syafi’i. Dikenal sebagai periwayat mazhab al-Syafi’i.
Rabi’ al-Muradi telah melakukan perjalanan untuk mendapatkan kitab kitab Syafi’i dengan menemui sekitar 200 orang di seluruh penjuru. Hal ini diketahui Imam asy-Syafi’I sehingga ia mengunkapkan kepada Rabi’ al-Muradi:
أَنْت راوية كتبى
Artinya:
“Engkau adalah periwayat tulisan-tulisanku.”
Di waktu yang lain beliau mengatakan kepada murid muridnya.
الربيع راويتي
Artinya:
“Al Rabi adalah periwayatku.”
Perkataan Imam asy-Syafi’i ini kemudian terbukti, Rabi’ al-Muradi memiliki jasa besar dalam menulis ulang, meriwayatkan dan menyebarkan kitab besar Asy-Syafi’i yang bernama “Al-Umm”. Ia juga murid Syafi’i yang paling panjang umurnya. Dia hidup 64 tahun setelah gurunya itu wafat dan meninggal pada umur 96 tahun (270 H.).
Itulah yang menyebabkan tersebarnya buku-buku Imam asy-Syafi’i dengan sanad yang tinggi dan kita menjadi tahu kitab-kitab besar Asy-Syafi’i dalam hal fikih maupun ushul fikih. Dengan demikian genap pulalah firasat Imam Syafi’i.
Rabi’ bin Sulaiman termasuk perawi hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam periwayatannya. Bahkan ketika ditemukan kontradiksi antara riwayatnya dan riwayat al-Muzani, para pengikut Imam Syafi’i lebih mendahulukan riwayatnya. Padahal semua orang tahu bahwa al-Muzani juga sangat mumpuni dan kredibel dalam periwayatan hadis.
Muhammad bin Hamdan pernah bercerita bahwa ia datang ke rumah Rabi’ pada suatu hari, ia didapati di hadapan rumahnya 700 kendaraan membawa orang yang datang mempelajari kitab Syafi’i dari beliau.
Ini suatu bukti bahwa Rabi’i bin Sulaiman al Muradi adalah seorang yang utama, penyiar dan penyebar Madzhab Syafi’i di abad-abadnya yang pertama.
Tentang periwayatannya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban menilainya Tsiqah Tsabat yang menunjukkan terpercayanya seorang perawi. Ibnu Abi Hatim menilainya Shaduq, al Khalil dalam kitab al Irsyad menilainya Tsiqah.
Kesabaran Syafi’i Mengajarkan Rabi’
Dia biasa membaca Al-Quran dengan melodi. Syafi’i mencintainya dan berkata kepadanya suatu hari, “Aku sangat menyukaimu”.
Syafi’i berkata bahwa tidak ada seorang pun yang pernah melayaniku seperti yang dilakukan oleh Rabi’i bin Sulaiman.
Perlu diketahui pula bahwa Rabi’ al-Muradi merupakan murid Imam asy-Syafi’i yang paling lambat memahami pelajaran, namun ia juga yang paling setia berkhidmat kepada gurunya.
Dikisahkan bahwa Imam asy-Syafi’i pernah menjelaskan permasalahan dan diulang selama 40 kali namun ia tetap tidak memahaminya. Maka setelah selesai mengajar, beliau menyiapkan waktu khusus untuk mengajarinya, sampai dia paham.
As-Subki menuliskan:
قَالَ (أي الشافعي) لَهُ (أي المرادي) يَوْمًا مَا أحبك إِلَى وَقَالَ مَا خدمنى أحد قطّ مَا خدمنى الرّبيع بن سُلَيْمَان وَقَالَ لَهُ يَوْمًا يَا ربيع لَو أمكننى أَن أطعمك الْعلم لأطعمتك
“Imam asy-Syafi’i berkata kepada ar-Rabi’al-Muradi: ‘Sungguh kau sangat aku cintai’ dan ia juga pernah berkata: ‘Tidak ada satu pun yang berkhidmat kepadaku sebagaimana Rabi’ bin Sulaiman (al-Muradi).’ Dan suatu hari Imam asy-Syafi’i pernah berkata, ‘Kalau aku mampu menyuapimu ilmu (seperti menyuapi makanan), maka aku akan menyuapimu.’
Seolah Imam asy-Syafi’i menyadari betul tugasnya sebagai seorang guru adalah berusaha mendidik muridnya tanpa membeda-bedakan, terlepas apakah dia cerdas atau tidak, karena kita tidak mengetahui di mana tepatnya Allah akan mencurahkan keberkahan-Nya di antara murid kita. Tidak semua biji yang ditanam itu tumbuh, yang tumbuh tidak semua berbuah, yang berbuah tidak semua dimakan.
Berbeda dengan al-Buwaithi dan al-Muzanni, ar-Rabi’ tidak menulis karangan buku, akan tetapi ia fokus meriwayatkan tulisan gurunya. Bahkan apabila terjadi kontradiksi dengan riwayat al-Muzanni, maka ar-Rabi’ yang didahulukan, karena ia menghafal perkataan Imam asy-Syafi’i dengan tepat dan detail.
Referensi
Jumal Ahmad, Firasat Imam Syafi’i atas 3 Muridnya: Mengenal Biografi Al Buwaithi, Al Muzani dan Rabi bin Sulaiman Al Muradi, Magelang: Islamic Character Development, 2024. [link buku]
Artikel Terkait
Mengenal Imam Al-Muzani dan Kitab Mukhtashar Al-Muzani fi Furu al-Syafi’iyyah, https://ahmadbinhanbal.com/mengenal-imam-al-muzani-dan-mukhtashar-al-muzani/ terbit 21 April 2024
Peran Al-Juwaini dalam Mengembangkan Mazhab Syafi’i, https://ahmadbinhanbal.com/peran-al-juwaini-dalam-mengembangkan-mazhab-syafii/, terbit 18 April 2024
Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan Fiqih dan Ushul Fiqh Mazhab Syafi’i, https://ahmadbinhanbal.com/peran-al-ghazali-dalam-mengembangkan-keilmuan-fiqih-dan-ushul-fiqh/, terbit 10 November 2021
FAQ
Rabi bin Sulaiman al-Muradi adalah murid senior Imam Syafi’i yang diramalkan akan berperan besar menyebarkan kitab-kitab karangan Imam Syafi’i. Suatu hari Imam asy-Syafi’i pernah berkata kepada Rabi’ al-Muradi: “Engkau adalah periwayat tulisan-tulisanku.”
Rabi bin Sulaiman al-Muradi adalah seorang muadzin di Masjid Jami’ di Fustat (ibu kota sebelum Kairo), Mesir yang sekarang dikenal dengan Masjid Jami’ Amru bin Ash. Bahkan dia dikenal sebagai syaikh muadzin atau gurunya para muadzin. Di antara julukannya adalah Abu Muhammad al-Muadzin. Lantunan azan dan bacaan Al Qurannya sangat merdu dan disukai oleh Imam Syafi’i.
Benar, Rabi bin Sulaiman dikenal lemah dalam belajarnya, meski demikian ia memiliki semangat belajar yang tinggi. Dikisahkan bahwa Imam asy-Syafi’i pernah menjelaskan permasalahan dan diulang selama 40 kali namun ia tetap tidak memahaminya. Maka setelah selesai mengajar, beliau menyiapkan waktu khusus untuk mengajarinya, sampai dia paham.
Tidak, Rabi bin Sulaiman al Muradi tidak menuliskan karya sebuah buku seperti murid Syafi’i lainnya yaitu Al Buwaithi dan Al Muzani, ia fokus meriwayatkan tulisan gurunya. Bahkan apabila terjadi kontradiksi dengan riwayat al-Muzanni, maka ar-Rabi’ yang didahulukan, karena ia menghafal perkataan Imam asy-Syafi’i dengan tepat dan detail.
Mereka dua orang yang berbeda meski sama sama murid dari Imam Syafi’i. Jadi ada 2 orang murid Imam Syafi’i yang bernama Rabi’ bin Sulaiman. Pertama adalah Rabi’ bin Sulaiman al-Murodi al-Muadzin, muazin sekaligus khadim Imam Syafi’i. Kedua adalah Rabi’ bin Sulaiman al-Jizi al-A’raj, murid Imam Syafi’i yang pincang, makanya dijuluki al-A’raj.
Syafi’i mencintainya dan berkata kepadanya suatu hari, “Aku sangat menyukaimu”. Syafi’i berkata bahwa tidak ada seorang pun yang pernah melayaniku seperti yang dilakukan oleh Rabi’i bin Sulaiman.