Nabi Muhammad saw merupakan sosok pendidik yang paling ideal. Keberhasilan Nabi Muhammad saw. sebagai pendidik mengisyaratkan adanya profesionalisme yang dilakukannya Nabi dalam mendidik umat, disamping figur nya yang memiliki karakter yang luar biasa.
Rasulullah saw. sebagai Guru
Sebuah ajaran, prinsip dan nasehat tidak akan bisa dibuktikan kebenaran dan kekuatannya selama ia belum pernah diaplikasikan. Aplikasi dan keteladanan yang nyata dari tokoh pembawa ajaran akan menjadi bukti paling kuat dan tak terbantahkan bahwa sebuah ajaran layak dianut karena ia telah membuktikan dirinya sebagai ajaran yang benar dan realistis.
Islam memiliki tokoh dan figur sentral dimana seluruh sisi kehidupannya dapat dijadikan contoh oleh para pengikutnya, sehingga ajarannya tidak bersifat utopia dan khayalan, melainkan terwujud dalam tataran realitas. Itu semua nampak dalam pribadi Nabi Muhammad Saw.
Maka fungsi utama diutusnya Rasulullah saw adalah untuk menjadi bukti hidup dan contoh nyata dari seluruh ajaran dan syariat Allah Swt. yang diturunkan melalui wahyu-Nya. Rasulullah Saw telah memperagakan semua ajaran yang diterimanya dari Allah Swt., hal ini menjadi bukti bahwa Syariat Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti Islam dengan dalih ajarannya dinilai berat dan di luar batas kemampuan manusia.
Rasulullah saw. adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Ia adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah. Tapi dari sekian banyak peran beliau, peran paling utama dan esensial adalah peran sebagai seorang pendidik atau guru.
Bukti hal ini bisa dilihat pada firman Allah Swt. berikut ini:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (2)
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata
Qs. Al-Jumuah [62]: 2
Ada tiga peran utama Rasulullah saw. yang tertera dalam di atas:
- Membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka
- Mensucikan mereka
- Mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).
Ketiga peran itu tersimpul dalam satu kata “Mendidik”
Ayat yang pertama turun kepada Nabi Muhamad saw. yaitu ayat 1-5 Surat Al-‘Alaq:
- Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.
- Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
- Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
- Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
- Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat ini menegaskan bahwa Islam dibangun di atas pondasi Ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi tujuan diutusnya Nabi adalah menunjukkan manusia kepada kebenaran dan mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya ilmu dan pengetahuan.
Maka tidak heran jika Nabi Muhammad saw. mengutamakan ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Nabi mengutamakan ilmu dari shalat nafilah.
Mari simak hadits hadits berikut.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Rasulullah Saw bersabda: “Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kaku dan keras akan tetapi mengutusku sebagai seorang pendidik dan mempermudah”.
HR. Muslim No 2703
Muawiyah bin Hakam berkata:
مَا رَأَيْتُ مُعَلِّماً قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيْماً مِنْهُ
“Belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang lebih baik pengajaranya selain beliau (Nabi Muhammad Saw)”
Dalam riwayat dari Abu Dawud disebutkan:
فَمَا رَأَيْتُ مُعًلِّماً قَطٌّ أَرْفَقُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
“Aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih santun dari Rasulullah Saw”
HR. Abu Dawud No 931
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ حُجَرِهِ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Dari Abdullah bin Amru ia menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah saw. masuk ke masjid. Di dalam masjid ada dua kelompok sahabat sedang berkumpul-kumpul. Kelompok pertama sedang membaca Al-Quran dan berdoa, sementara kelompok kedua sedang melakukan kegiatan belajar mengajar.
Melihat pemandangan indah tersebut Nabi Saw bersabda:
“Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Quran dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang mininta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru”. Kemudian Rasulullah Saw duduk dan bergabung bersama kelompok yang kedua.
HR. Ibnu Majah No 225
Dalam riwayat Ath-Thayalisi disebutkan Nabi bersabda “wainnama bu’itstu mu’alliman wa hadzaa afdhal” = sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru dan ini lebih utama. Maka Rasulullah duduk dan memilih kelompok yang sedang belajar mengajar.
Rasulullah Saw bahkan menjadikan ilmu dan belajar sebagai hak dalam bertetangga, maka seorang tetangga wajib menghilangkan buta huruf dari tetangga yang lain.
مَا بَالُ أَقْوَامٍ لَا يُفَقِّهُونَ جِيرَانَهُمْ، وَلَا يُعَلِّمُونَهُمْ، وَلَا يَعِظُونَهُمْ، وَلَا يَأْمُرُونَهُمْ، وَلَا يَنْهَوْنَهُمْ. وَمَا بَالُ أَقْوَامٍ لَا يَتَعَلَّمُونَ مِنْ جِيرَانِهِمْ، وَلَا يَتَفَقَّهُونَ، وَلَا يَتَّعِظُونَ. وَاللَّهُ لَيُعَلِّمَنَّ قَوْمٌ جِيرَانَهُمْ، وَيُفَقِّهُونَهُمْ وَيَعِظُونَهُمْ، وَيَأْمُرُونَهُمْ، وَيَنْهَوْنَهُمْ، وَلْيَتَعَلَّمَنَّ قَوْمٌ مِنْ جِيرَانِهِمْ، وَيَتَفَقَّهُونَ، وَيَتَفَطَّنُونَ، أَوْ لَأُعَاجِلَنَّهُمُ الْعُقُوبَةَ
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwa Nabi Saw bersabda:
“Bagaiamankah keadaan suatu kaum yang tidak mengajarkan tetangga mereka, tidak menasihati mereka, tidak beramar makruf dan nahi mungkar kepada mereka. Dan bagaimanakah keadaan suatu kaum yang tidak belajar dari tetangga mereka, dan tidak meminta nasehat kepada mereka?
Demi Allah, Suatu kaum hendaknya mengajarkan tetangga mereka, memberikan nasehat dan beramar makruf dan nahi mungkar kepada mereka dan hendaknya suatu kaum belajar dari tetangga mereka dan meminta nasehat mereka. Jika tidak maka akan disegerakan hukuman di dunia”.
HR. Ath-Thabrani
Rasulullah Saw mengajarkan agar seorang guru mendidik dengan dengan cara yang lemah lembut, luwes dan tidak keras. Sebagaimana sabda Nabi Saw berikut:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
Dari Abu Musa berkata: Jika Rasulullah Saw mengutus seseorang dari para Sahabatnya dalam suatu perkara, beliau bersabda: “Berikanlah berita gembira dan jangan membuat orang lari, permudahlah orang lain jangan engkau persulit”.
HR. Bukhari Muslim
Nabi Saw selalu berdoa agar diberikan ilmu yang bermanfaat dan dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti doa yang selalu beliau baca berikut ini.
للَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ وَمَنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ
“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu, nafsu yang tidak pernah kenyang dan dari doa yang tidak diterima”.
HR. Muslim
Rasulullah saw. sebagai Pendidik
Nabi Muhammad saw. adalah seorang Murabbi, sebuah kata yang masuk ke dalamnya aktivitas mengajar, mentoring, pemberi nasehat dan pemberi petunjuk. Merupakan pusat dari misi kenabian dan pucak kesuksesan revolusi sosial.
Sebagai pendidik, Muhammad saw. adalah seorang Rasul yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang guru.
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلاَ مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengutus aku sebagai manusia yang membuat kekerasan dan tidak juga kemudaratan, akan tetapi Dia mengutusk aku sebagai seorang pendidik dan orang yang memudahkan”
HR Muslim
Sebagai seorang pendidik, Nabi saw. memiliki sifat fathanah dan mampu memahami karakter dan kondisi objek didik. Berdasarkan hadith Malik bin Huwairith berikut:
عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنه قَالَ: أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا، وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا، فَقَالَ: ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
“Kami pernah datang kepada Rasulullah, ketika itu kami pemuda yang sebaya usianya. Lalu kami tinggal bersama Nabi selama 20 hari, Rasulullah merupakan seorang yang penyayang dan lemah lembut. Ketika Nabi menyangka bahwa kami sudah rindu keluarga, Nabi menanyakan kami tentang keluarga yang kami tinggalkan.
Lalu kami menjawabnya. Nabi berpesan: “Pulanglah kepada keluarga kalian, menetaplah bersama mereka. Ajarilah mereka, perintahkanlah salat kepada mereka.” – Nabi menyebutkan beberapa perkara yang aku tidak hafalkan – “Salatlah kamu sebagaimana kamu melihatku salat. Jika datang waktu salat, azanlah salah seorang kalian, dan menjadi imamlah orang yang paling tua di antara kalian”.
HR. Bukhari
Malik bin Huwairits menyampaikan pengalamannya ketika dulu belajar kepada Nabi bersama teman-teman sebayanya. Mereka tinggal bersama Nabi selama 20 hari. Suatu ketika mereka kangen keluarganya, lalu menyampaikan hal ini kepada Nabi. Maka nabi bersabda dan memberikan pesan kepada mereka dengan pesar yang lugas, bersahaja dan tidak teoritis.
Akhlak menurut al-Ghazali adalah respon spontan yang muncul dari kesadaran manusia (M. Ghofur Al-Lathif, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali Kisah Hidup dan Pemikiran Sang Pembaru Islam. Araska Publisher, Cet. 1, 2020, hal. 120) Memilki akhlak yang baik, perlu punya sebanyak-banyaknya stok respon akhlak baik. Salah satunya dengan mengikuti figure teladan (model of excellence). Pada hadis ini, pemuda dianjurkan mendatangi ahli ilmu untuk belajar dan mendalami pemahaman agama secara langsung. Bergaul dalam waktu tertentu supaya dapat melihat perilaku, petunjuk dan amalnya sehingga ilmu itu mengakar dan mewarnai segala tindak tanduk mereka.
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi telah mempraktikkan teori psikologi yaitu konsep conditioning (pengondisian) dan modelling (keteladanan). Ketika Malik bin Huwairits dan teman-temannya belajar bersama Nabi, hari-hari mereka terkondisikan dengan berbagai amal saleh, karena Nabi terjaga dari melakukan hal yang tidak bermanfaat. Kemudian Malik dan teman-temannya menyaksikan bagaimana keseharian Nabi, bagaimana Nabi berbicara, makan, minum, beribadah dan bergaul dengan para Sahabat Beliau. Pengamatan tersebut akhirnya menjadikan kesaksian dari Malik bin Huwairits bahwa ‘Rasulullah orang yang sangat penyayang dan lembut’.
Guru yang baik selalu memberikan keteladanan kepada peserta didiknya secara langsung. Keteladanan pendidik merupakan faktor penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran, guru menjadi tokoh identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikan teladan dalam kehidupan. Sebagai seorang pendidik, Nabi Saw mendidik dengan aplikasi dan contoh nyata. Cara terbaik mendidik anak atau orang lain adalah dengan perilakunya sendiri, menjadi contoh bagi mereka yang dididik.
Sifat kasih sayang Nabi Muhamamd Saw juga bisa kita dapatkan dari kisah Anas bin Malik yang menemani Nabi Saw selama kurang lebih 10 tahun. Bertahun-tahun melayani Nabi Muhammad, belum pernah ia mendapati kata-kata kasar keluar dari mulut Nabi. Bahkan, muka yang masam tak pernah ditunjukkan kepadanya, apalagi memukul. Muhammad memperlakukan pembantunya, Anas bin Malik, dengan lemah lembut.
Anas bin Malik bercerita:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا فَأَرْسَلَنِي يَوْمًا لِحَاجَةٍ فَقُلْتُ وَاللهِ لاَ أَذْهَبُ وَفِي نَفْسِي أَنْ أَذْهَبَ لِمَا أَمَرَنِي بِهِ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجْتُ حَتَّى أَمُرَّ عَلَى صِبْيَانٍ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي السُّوقِ فَإِذًا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَبَضَ بِقَفَايَ مِنْ وَرَائِي قَالَ فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقَالَ: يَا أُنَيْسُ أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ أَنَا أَذْهَبُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَنَسٌ: وَاللهِ لَقَدْ خَدَمْتُهُ تِسْعَ سِنِينَ مَا عَلِمْتُهُ قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ: لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا أَوْ لِشَيْءٍ تَرَكْتُهُ: هَلاَّ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling indah budi pekertinya. Pada suatu hari beliau menyuruhku untuk suatu keperluan. Demi Allah, saya tidak pernah bepergian untuk keperluanku sendiri, tetapi selamanya saya pergi untuk melaksanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepadaku. Pada saat saya pergi, dan kebetulan bertemu dengan beberapa orang anak sedang bermain-main di pasar.
Tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk pundakku dari belakang. Saya menengok kepada beliau, dan beliau tersenyum. Lalu kata beliau; Hai, Anas kecil! Sudahkah engkau laksanakan apa yang aku perintahkan? Jawabku; Ya, saya akan pergi untuk melaksanakannya ya Rasulullah.
Anas berkata; ‘Demi Allah, sembilan tahun lamanya saya membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pernah saya dapatkan beliau menegur saya atas apa yang saya kerjakan dengan ucapan; ‘Mengapa kamu tidak melakukan begini dan begitu.’ ataupun terhadap apa yang tidak saya laksanakan, dengan perkataan; ‘seharus begini dan begini.’
HR. Muslim
Nabi Saw berusaha memahami kondisi orang yang mendengar dan bertanya kepadanya. Beliau tidak pernah mengajarkan hal-hal yang tidak mereka pahami. Tetapi menjawab pertanyaan sesuai pemahaman masing-masing.
Menjadi kesahalan fatal jika seorang guru di sekolah atau madrasah, mengajarkan Islam tanpa melihat perbedaan keilmuan pada mereka. Sebab di antara murid tersebut ada yang segera paham, ada yang baru paham setelah dua kali dijelaskan, dan ada yang paham setelah berkali-kali dijelaskan. Jangan sampai tujuan mengajar seorang guru hanya menghabiskan materi saja tanpa memberikan perhatian apakah murid paham atau belum.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah membonceng Muadz bin Jabal ra di atas kendaraan. Kemudian beliau berkata kepada Muadz:
«يا معاذ» قال: لبَّيْكَ يا رسول الله وسَعْدَيْكَ، قال: «يا معاذ» قال: لَبَّيْكَ يا رسول الله وسَعْدَيْكَ، قال: «يا معاذ» قال: لبَّيْكَ يا رسول اللهِ وسَعْدَيْكَ، ثلاثا، قال: «ما من عبد يشهد أن لا إله إلا الله، وأَنَّ محمدا عبده ورسوله صِدْقًا من قلبه إلَّا حرمه الله على النار» قال: يا رسول الله، أفلا أُخْبِر بها الناس فَيَسْتَبْشِرُوا؟ قال: «إِذًا يتكلوا» فأخبر بها معاذ عند موته تَأَثُّمًا.
“Wahai Mu’āż!”. Mu’āż berkata, “Aku memenuhi panggilanmu dengan senang hati wahai Rasulullah.” Beliau berkata lagi, “Wahai Mu’āż!”. Mu’āż berkata, “Aku memenuhi panggilanmu dengan senang hati wahai Rasulullah.” Beliau berkata lagi, “Wahai Mu’āż!” Mu’āż berkata, “Aku memenuhi panggilanmu dengan senang hati wahai Rasulullah” tiga kali.
Beliau -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Tidaklah seorang hamba bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya dengan jujur/tulus dari hatinya, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api Neraka“.
Mu’āż bertanya, “Wahai Rasulullah! Bolehkah saya beritahukan hal ini kepada manusia agar mereka merasa gembira?” Beliau menjawab, “(Apabila engkau beritahukan hal ini kepada mereka), niscaya mereka akan menyandarkan diri (pada hal ini saja).” Maka Mu’āż menyampaikan hal itu menjelang kematiannya karena takut berdosa (jika tidak disampaikan).
Muttafaq Alaih
Al-Aini berkata dalam kitab Umdatul Qaari bahwa “Hadis ini menjelaskan tentang kewajiban mengkhususkan ilmu buat kaum yang memiliki kecerdasan dan pemahaman yang baik. Juga menjelaskan bahwa ilmuyang sulit dipahami tidak disampaikan kepada anak didik yang tidak pantas menerimanya. Serta melarang agar tidak menyampaikan ilmu tersebut kepada seseorang yang dikhawatirkan akan gampangan dan berhenti beramal karena pemahamannya yang buruk”.
Manusia ibarat barang tambah. Kapasitas dan energinya berbeda-beda. Baik dari sisi semangat, kecerdasan, kesiapan, dan daya tangkap. Sehingga seorang pendidik harus berinteraksi dengan semua orang. Ia harus berbicara dengan siapa saja tanpa terkecuali. Maka disinilah tersimpan kepandaian seorang pendidik dalam memberikan kepuasan kepada seluruh tingkatan dan mewujudkan (tawazun) keseimbangan di antara mereka.
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com
Sangat menginspirasi sekali
Afwan.
Silakan, dengan senang hati
Syukron jazakallahu khairan izin copy akhi
ma sya Allah keren…
Alhamdulillah.
Terima kasih.