Ini adalah ringkasan dari buku magnum opus Syed Al-Attas, yaitu buku ‘Islam dan Sekulerisme’ yang mengandung pemikiran-pemikirannya, dibahas langsung oleh Dr. Khalif Muammar A Harris yang telah menerjemahkan buku ini dari bahasa Inggrisnya dalam kuliah pemikiran Imam Al-Ghazali dan Syed Al-Attas di At-Taqwa College, Depok.
Biografi Singkat Prof. Syed Naquib Al-Attas
Syed Al-Attas adalah keturunan ahlu bait yang lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 5 September 1931. Silsilahnya sebagai keturunan sayyid dalam keluarga Ba’lawi di Hadramaut sampai kepada Imam Husain, cucu Nabi Muhammad. Mengutip keterangan Adian Husaini dalam bukunya ‘Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab’ , pada usia 5 tahun, Al-Attas dikirim orang tuanya untuk sekolah di SD Ngee Heng di Singapura kemudian kembali ke Indonesia pada masa pendudukan Jepang dan melanjutkan sekolah di Madrasah Al-Urwatul Wutsqa di Sukabumi.
Pada tahun 1951 ia bergabung dengan Malay Regiment dan melanjutkan pendidikan ke University of Malaya, Singapura dan MacGill University, dengan tesisnya tentang penasihat Sultan Iskandar Muda Tsani, Nuruddin Al-Ranini.
Pada tahun 1962-1965, Al-Attas melanjutkan studi di SOAS University of London dan tamat dengan disertasi tentang Hamzah Fanshuri. Selanjutnya, Al-Attas diangkat sebagai ketua Jurusan Sastra Fakultas Melayu UKM, Kuala Lumpur.
Pada periode 1968-1970, ia menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra di kampus yang sama sekaligus bertanggungjawab dalam upaya menjaga bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di lingkungan fakultas dan universitas.
Pada tahun 1985, Al-Attas mendirikan kampus ISTAC di Kuala Lumpur yang kelak menjadi tempat bertemunya para mahasiswa Islam dari seluruh dunia.
Pengantar oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud
Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud membagi diskusi pendahuluan buku Islam dan Sekulerisme menjadi tiga bagian utama yaitu hakikat Islam & Sekularisme sebagai sebuah karya kulli, beberapa bahasan utama Islam & Sekularisme dan pengaruh Islam & Sekularisme kepada masyarakat dunia sampai sekarang.
Menurut Prof. Wan, demikian biasa panggilan untuk pemegang otoritas keilmuan Syed Alatas bahwa Islam & Sekulerisme adalah satu karya agung kulli, ya’ni bersifat menyeluruh dan universal. Isu-isu yang dibicarakan oleh Prof Al-Attas dalam Islam & Sekularisme bersifat menyeluruh dan universal karena menyentuh kebudayaan Barat, memberi penjelasan dan pemahaman tentang akar masalah yang melanda orang Islam, diikuti dengan bagaimana pola-pola sekulerisasi menyentuh pemikiran dan kebudayaan orang Kristian, Yahudi dan umat Islam.
Masalah yang dihadapi oleh umat Islam dengan sebenarnya, belum banyak dilihat dan dikaji secara mendalam oleh sarjana lain sebelum Prof Al-Attas. Bukan tentang politik, ekonomi, peperangan, atau perpecahan yang selalu disebut. Melainkan masalah utama yang melanda umat Islam baik dari dalam dan dari luar yang saling berkait antara satu dan lainnya yaitu keruntuhan dan kehilangan adab (loss of Adab), kekeliruan dalam memahami ilmu, dan kemunculan pemimpin yang tidak berwibawa di berbagai bidang kehidupan. Setiap isu tidak hanya diuraikan secara menyeluruh tetapi juga secara halus dan terperinci, dengan pembuktian yang jelas dan penyelesaian amaliah atau praktiknya.
Ada sebagian pihak yang memandang Islam & Sekularisme tidak pantas dianggap sebuah karya agung karena pembahasan di dalamnya tidak spesifik ke satu tema poko dan tidak akademik karena tidak memiliki catatan kaki yang banyak, tidak merujuk karya lain, dan tidak memiliki indeks dan glosari. Lebih dari itu, Islam & Sekularisme juga tidak setebal karya agung yang lain.
Prof. Wan Mohd Nor menegaskan bahwa sebuah karya agung kulli yang universal akan benar-benar memahami dan mendalami isu yang dibicarakan dengan menyatakan sebab dan sumber permasalahan itu lalu menjelaskan cara melepaskan diri dari masalah tersebut secara praktikal. Kaedah ini tidak terdapat dalam karya sarjana lain sebelum itu yang tidak dapat melihat masalah sebenar, serta tidak mampu melakukan perubahan atas kekangan tersendiri.
Jika ingin menilai karya Profesor al-Attas dalam kerangka akademik, maka perlulah melihat kepada karya seperti The Mysticism of Hamzah Fansuri (kajian PhD yang diterbitkan pada 1970) dan A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur al-Din al-Raniri (terbit pada 1986) yang memang ditulis atas tujuan tersebut, justeru dipenuhi dengan nota kaki, rujukan, indeks, glosari dan pelbagai lampiran kitab turath.
Sebenarnya, sebelum Prof Al-Attas menulis Islam & Sekularism (terbit 1978), beliau lebih awal menyiapkan Risalah Untuk Kaum Muslimin (ditulis pada 1973) yang berisi ide dan pemikiran yang hampir sama dengan bahasa yang berbeda. Jika Risalah Untuk Kaum Muslimin tidak diterbitkan lebih awal karena menurut Prof Al-Attas, masyarakat saat itu belum siap menerima ide dan pandangan di dalamnya, Maka Islam & Sekularism terbit dalam Bahasa Inggris untuk khalayak yang lebih besar guna memahami kandungannya. Karena bersifat universal, impaknya juga universal. Tidak heran Islam & Sekularism telah diterjemah ke banyak bahasa dunia.
Menurut Prof Wan, pembaruan yang dilakukan Syed Al-Attas bersifat pergerakan teguh (dynamic stabilism) yang berbeda dengan kaum modernis yang ingin mengubah apa saja yang berlawanan dengan tuntutan zaman, berbeda pula dengan kaum tradisionalis yang gigih mempertahankan warisan tanpa memikirkan mana yang perlu dirubah agar tidak jumud dan merugikan.
Ketika menjelaskan masalah yang dihadapi oleh kaum Muslimin, Prof Al-Attas dengan tegas menyatakan bahawa sekulerisasi adalah program filsafat. Strategi jalan keluarnya adalah melalui kajian di pendidikan tingkat tinggi atau universitas. Proses pendidikan ini disebut sebagai Islamisasi untuk melahirkan manusia beradab. Jalan keluar ini berbeda dengan usulan pada umumnya yang selalu harus bermula dari benihnya atau tingkat paling rendah.
Prof. Al-Attas mengambil pelajaran dari proses dakwah yang dijalankan oleh para nabi dan rasul untuk orang dewasa, mereka saat ini adalah tempat melatih intelektual di tingkat universitas. Jika proses ini dimulai dari tingkat rendah dan menengah, lalu siapa yang akan menjadi guru, pengajar yang meletakkan hikmah, silabus dan menyusun kurikulum untuk pelajar tingkat rendah ini, akhirnya orang-orang di tingkat perguruan tinggilah yang diberi tanggungjawab untuk menyiapkan keperluan tersebut.
Maka menurut Prof. Al-Attas, proses Islamisasi semestinya dilaksanakan di peringkat perguruan tinggi dan kaidah ini beliau terapkan ketika mendirikan ISTAC dengan menyediakan kursus dan pembelajaran terstruktur, tenaga pengajar pilihan dan suasana belajar yang memungkinkan hubungan suasana ilmiah antara dosen dan mahasiswa.
Prof. Wan Mohd Nor menegaskan bahawa proses Islamisasi tidak boleh dilihat dari sudut fanatik dan ketaksuban dengan sekedar ‘menempelkan’ Islam sebagai satu ‘jenama’ yang menjadi retorik dan popular dan tidak bersifat fundamental. Akhirnya Islamisasi ditolak dan tertolak atas ketidakfahaman dari sudut filsafat, sejarah dan pandangan alamnya hingga berubah menjadi proses ‘deislamisasi’. Islamisasi perlu disandarkan pada metafizik, sistem dan aqidah akhlaq yang mantap yang melahirkan manusia penuh adab, hikmah dan adil terhadap dirinya dan Islam secara keseluruhan.
Selesai
Ringkasan bab-bab lainnya dapat dibaca di tautan berikut:
- Islam dan Sekulerisme: Pendahuluan (disini)
- Islam dan Sekulerisme: Latar Belakang Kristen Barat (disini)
- Islam dan Sekulerisme: Sekular-Sekularisasi-Sekularisme (disini)
- Islam dan Sekulerisme: Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak (disini)
- Islam dan Sekulerisme: Dilema Muslim (disini)
- Islam dan Sekulerisme: Dewesternisasi Ilmu (disini)
Sumber:
- Kajian berseri Buku “Islam dan Sekulerisme” bersama Dr. Khalif Muammar A. Harris di At-Taqwa College dalam Program Perkuliahan Pemikiran Imam Al-Ghazali dan Syed Al-Attas.
- Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh Khalif Muammad A. Haris, Cet ke 2 Bahasa Melayu, 2021 oleh RZS-CASIS, Malaysia
Terima kasih disampaikan kepada At-Taqwa College sebagai penyelenggara kuliah ini dan Dr. Khalif Muammar sebagai pemateri. Semoga ringkasan ini bermanfaat, dan mohon maaf atas kekurangan.
Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com