Santri Luar Biasa; Menghafal Al-Quran Meski Down Syndrom dan Epilepsi

Menghafal Al-Quran itu sebuah pekerjaan yang berat, disebut demikian karena untuk melakukannya dibutuhkan waktu dan semangat yang ekstra. Namun pahala yang besar akan diberikan Allah kepada orang-orang yang bisa menghafal Al-Quran baik ketika di dunia dan kelak di akhirat nanti. Di dunia dia akan mendapatkan kemudahan dalam segala hal dan di akhirat ia akan mendapat derajat yang terus naik sampai tingkat tertinggi.

Menghafal Al-Quran sudah menjadi tradisi dan kewajiban umat Islam sebagai bentuk realisasi dari firman Allah yang akan menjaga Al-Quran dari segala bentuk perubahan dan pengurangan. Rasulullah saw adalah penghafal Al-Quran yang pertama, beliau bertalaqi langsung bacaan Al-Quran dengan malaikat Jibril, beliau mengulang hafalan dengan Jibril satu tahun sekali dan di akhir kehidupan beliau sebanyak dua kali dalam setahun.

Para sahabat juga menghafal Al-Quran dari Rasulullah saw selama beliau hidup kurang lebih 23 tahun, dengan waktu yang panjang seperti ini hafalan mereka kuat dan mereka mentadaburi dan mempelajari kandungan Al-Quran dengan lebih intim. Dan di masa-masa setelahnya muncul ribuan bahkan jutaan penghafal Al-Quran yang sekiranya ada tambahan satu huruf saja di dalamnya, mereka akan segera tahu.

Hafal Al-Quran merupakan nikmat terbesar bagi seorang mukmin, dengan hafalan itu ia lebih mudah menghafal dan membacanya waktu shalat, berdiri, berjalan atau ketika duduk.

Di diary kali ini, saya ingin berbagi kepada pembaca pengalaman saya setelah beberapa bulan mengajar program tahfidz di Pesantren Bina Qolbu, salah satu pesantren di Puncak Bogor.

Santri disini luar biasa. Luar biasa karena dengan umur mereka yang masih belia dan remaja, di saat teman setara mereka bermain-main dan tinggal bersama orang tua mereka, di sini mereka mau mewakafkan umur dan kesempatan untuk menghafal Al-Quran.

Baca juga:   Tafsir Al-Quran Surat Al-Baqarah: 07- 10 Sifat Hati Orang-orang Kafir

Ada tiga santri dari daerah Flores, nama mereka Faruq, Muslih dan Abu Dzar, merantau ke Bogor hanya untuk menghafal Al-Quran. Mereka sangat sabar dan hafalan mereka pun sudah banyak jauh dengan anak-anak sekolah dasar atau madrasah sekarang. Sebagai perbandingan, saya bulan kemarin mengajar PPL di MI Darul Kirom Jati Raden materi menghafal al-quran kelas 4 dengan hafalan juz 30 sedangkan anak Flores ini dengan umur yang sama dengan mereka telah mampu menghafal Al-Quran 10 juz lebih. Subhanallah.

Anda akan lebih kagum dengan dua santri ini,  yang lebih luar biasa lagi. Mereka bisa menghafal Al-Quran di atas kekurangan yang mereka miliki. Yang pertama adalah Ridho yang down syndrom dan kedua Fikri yang epilepsi.

Ridho, ketika kecil dirinya selalu menjadi bahan ejekan serta bahan lelucon diantara teman temannya, karena ia memang memiliki kekurangan dalam IQ, hingga ia harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa…..

Masa kecil yang selalu ia jalani dengan tawaan, ejekan serta hinaan teman sebaya tak membuatnya patah semangat dan hidup dengan pesimisme, namun hal itu justru menjadi cambukan baginya untuk lebih maju serta membuktikan kepada mata dunia bahwa ia layak untuk diperhitungkan.

Di pesantren ini pun ia hampir tidak diterima karena belum bisa membaca Al-Qur’an, namun karena semangat yang RUARRR BIASA ia akhirnya diterima.

Suatu hari ia pernah bercerita, Ustadz saya sangat bersyukur banget masuk pesantren tahfidz Bina Qolbu, bisa belajar bahasa Arab, bisa menghafal Al-Qur’an, padahal tadz saya dulu banyak orang yang menghina saya, mencibir saya, emang kamu bisanya apa do?

Banyak orang yang sering bilang begitu tadz, tapi setelah saya buktikan bahwa saya bisa mereka semua diam tadz,. Tapi saya dulu tadz harus kerja keras, saya kan cedal ne, harus menyikat lidah saya dengan pelepah kelapa biar lancar ngomongnya tadz, teruus aja seperti itu setiap sore tu tadz, Alhamdulillah sekarang mah saya sudah lancar ngomong, kalau dulu mah gagap, apalagi baca Al-Qur’an, gak bisa malah tadz..

Baca juga:   Ketika Santriku Epilepsi

Terus saya disini dulu belajar dari awal tadz, dari iqro’ terus aja baca, sampe waktu saya sudah bisa baca Al-Qur’an, saya disuruh baca 5 juz satu hari tadz, itu selama 5 bulan tadz, sampe dah saya bisa menghafal Al-Qur’an tadz..

Pembaca, itulah awal mula perjuangan saudara kita untuk menghafal Al-Qur’an, seorang yang mempunyai keterbelakangan mencoba bangkit dari kekurangan untuk bersaing dengan mereka yang sempurna.

Fikri, berasal dari keluarga yang bermasalah atau broken home, kedua orang tuanya berpisah dan Fikri dibawa oleh ayahnya, ayahnya menikah lagi dengan istri baru yang kurang menyayangi fikri, konon dia seperti hidup dalam neraka. Persis seperti kisah ibu tiri di televisi. Akibat asuhan yang buruk itu ia harus menanggung penderitaan dalam jangka waktu lama bahkan dapat seumur hidup karena dia mengidap penyakit Epilepsi. Epilepsi (seizure) sendiri adalah pelepasan muatan listrik yang tidak terkontrol masa kelabu susunan saraf pusat (otak) yang menyebabkan gejala klinis yang mengganngu fungsi normal (Kumpulan Naskah KPPIK-X, FKUI, 1979).

Untuk mengobatinya dia harus minum obat anti kejang setiap hari seperti fenobarbital atau diazepam, masalah akan timbul ketika obatnya habis, kadang dalam semalam dia bisa kejang (santri menyebutnya kumat) sampai tiga kali dalam semalam dan dengan tidak sadar menjedotkan kepalanya berkali-kali ke lantai sampai kepalanya bentol-bentol, pernah dalam sehari dia kumat sampai delapan kali dan bikin saya sampai menangis ketika itu lantaran ingat dengan perjuangan anak ini untuk menghafal Al-Quran, hebatnya, sekalipun malamnya kumat paginya dia masih bisa setoran hafalan satu lembar Al-Quran.

Kepada Fikri saya hanya mengingatkan untuk bersabar sebagaimana kisah yang disebutkan dalam kitab Riyadhus Shalihin tentang seorang wanita yang tergugu dihadapan Nabi saw. Musibah yang menimpanya menyeret langkah kakinya datang mengadu. Memohon jalan keluar atau minta didoakan dari penyakit Epilepsi yang ia derita. Nabi saw hanya tersenyum. Sejenak kemudian beliau berucap, “Mana yang engkau pilih, bersabar dan engkau memperoleh surga atau aku akan mendoakan agar Allah menyembuhkanmu? Ia pun menjawab, ‘Aku akan bersabar’. Dan yakinlah bahwa obat antum adalah Al-Quran, Al-Quran adalah penyembuh setiap penyakit, jika antum hafal Al-Quran dengan kuasa Allah penyakit antum juga akan hilang.

Baca juga:   Awal Ramadan dan 9 Tahun Blog

Pembaca, itulah sepenggal kisah perjuangan sahabat kita dalam menghafal Al-Qur’an, dan jika mereka bisa, dengan segala keterbatasan yang mereka miliki pasti anda lebih bisa dari mereka.[]

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

  1. teruslah berjuang wahai anak2 ku… kami walau tidak mengenalmu tapi dengan cerita diatas kami berdoa kepada ALLOH untuk senantiasa melindungi kalian dan menjaga kalian. Cintailah ALLOH dan Rasulnya, cintailah ustad2 kalian dan cintailah kaum muslimin semuanya. Baarokalloohu fiikum……

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *