Saya nge-fans dengan buku ‘Shaidul Khatīr’

Saya nge-fans dengan buku ‘Shaidul Khatīr’ tulisan Ibnul Jauzi. Ketika SMA ada adik kelas punya terjemahannya, di lembar cover tertulis ‘cara manusia cerdas menang dalam hidup’. Buku ini saya pinjam dan saya tamatkan beberapa kali.

Saking ngefans-nya ketika bikin nama blog ini, awalnya saya tulis Shaidul Khatir namun saya pikir-pikir lagi namanya terlalu Arab nanti malah susah di hafal orang. Lalu saya pilih nama Ahmad bin Hanbal yang saya sandarkan kepada nama bapak yang kebetulan bernama Hanbali dan Ahmad berasal dari kalimat kedua nama saya, jadilah Ahmad bin Hanbal, si Ahmad anaknya bapak Hambali.

Waktu IBF tahun 2013, saya mencari buku ini. Saya punya perasaan khusus dengan buku ulama multitalenta ini. Dulu sewaktu SMA saya pernah meminjam  terjemahan buku ini dari adik kelas saya, karena saking asyiknya saya sampai bisa membaca ulang buku itu sebanyak 5 kali. Buku ini telah menginspirasi penulis best seller Syaikh Aidh Alqarni untuk menulis buku Laa Tahzan yang sangat terkenal di dunia Islam.

Buku paling bagus dan paling menarik yang pernah saya baca adalah Shaid al-Khathir karya Ibnu al-Jauziy. Dalam pandangan saya, buku ini adalah buku terbaik yang pernah ditulis oleh ulama besar ini. Sulit bagi kita untuk tidak membaca buku ini. Selain tidak berat dan tidak sulit, buku ini menggambarkan kejujuran penulisnya, keluasan cakrawala ilmunya, kekayaan pengalamannya, kecermatan analisanya, dan kelurusan pikirannya, Buku ini merupakan buah kehidupannya.

Saya menyarankan Anda untuk membaca buku ini. Isinya sangat menarik, sarat dengan pesan moral, penuh dengan pengalaman-pengalaman manusia yang cukup panjang. Bahasannya lugas dan penyampaiannya sederhana sehingga mudah dicerna dan dipahami oleh setiap orang.

Buku ini telah dikomentari oleh begitu banyak cendekiawan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa, selalu laris di pasaran, dan bisa diterima oleh banyak kalangan, seolah-olah buku ini baru saja ditulis. Buku ini telah memberikan manfaat yang tidak terhitung kepada umat ini. Siapa ingin menulis, menulislah sepertinya dan tirulah pola yang digunakannya. Demikian nasihat DR. ‘Aidh ‘Abdullah al-Qarni, penulis buku Laa Tahzan).

Baca juga:   Iduladha di Bandung

Buku ini seperti bunga rampai yang membahas semua persoalan hidup dengan baik, berisi tentang pencarian ilmu, persoalan akal, syariah, ibadah, dan ciri-ciri ulama dunia dan akhirat. Persoalan yang cukup banyak dibahas adalah penggunaan waktu dengan baik.

Berikut nukilan pilihan dari buku Syaidul Khaatir.

  1. “Orang berakal adalah orang yang melaksanakan kewajibannya pada waktunya, sehingga bila kematian mendatanginya secara mendadak ia sudah punya kesiapan untuk menghadapinya”.
  2. “Hal yang dibenci Ali bin Abi Thalib ra adalah terus makan sesudah kenyang dan mengenakan pakaian guna menyombongkan diri”.
  3. “Mengurangi porsi makanan secara permanen adalah sesuatu yang tak diperkenankan, karena ia memelahkan tubuh”.
  4. “Salah satu tanda cinta yang kuat terhadap seorang wanita adalah tidak memalingkan padangan darinya”.
  5. “Seorang pria yang akan menikah seyogyanya meneliti dengan sungguh-sungguh akhlak wanita yang akan dinikahinya”.
  6. “Seorang pria yang telah berhasil mendapatkan seorang wanita yang baik, fisik maupun akhlaknya, disarankan untuk memaafkan kekurangan-kekurangannya”.
  7. “Orang-orang cerdik pandai mengatakan: ‘Kemaksiatan setelah kemaksiatan adalah hukuman kemaksiatan sebelumnya, dan ketaatan setelah ketaatan adalah ganjaran ketaatan sebelumnya”.
  8. “Seseorang yang meninggalkan sebuah kemaksiatan karena Allah SWT pasti akan melihat buahnya, demikian pula apabila ia mengerjakan suatu ketaatan”.
  9. “Bila seseorang Cuma membaguskan hubungannya dengan sesama makhluk dan mengabaikan Rabb-Nya, yang akan terjadi justru kebaikan apap yang dia niatkan: orang yang semula memujinya pun malah akan berubah menjadi pencelanya”.
  10. “Keberhasilan mengalahkan hawa nafsu adalah kepuasan yang mengalahkan seluruh jenis kepuasan”.
  11. “Orang yang aku salahkan adalah orang yang menyedekahkan seluruh hartanya tapi ia bukan termasuk golongan orang yang punya sumber penghidupan tetap”.
  12. “Jihad melawan hawa nafsu sama dengan jihad seorang penderita suatu penyakit yang cerdas”.
  13. “Salah satu alat pendidik hawa nafsu yang paling baik adalah tekad dan semangat”.
  14. “Demi Allah, kalau salah satu malaikat yang didekatkan diuji dengan ujian yang ditimpakan kepada manusia, pasti ia tak akan mampu bertahan!”.
  15. “Banyak orang telah membicarakan sifat-sifat Allah berdasarkan pemikirannya, lalu mereka pun pasti menanggung akibat buruknya”.
  16. “Engkau juga melihat banyak ulama menghina pihak lain dan menyombongkan diri, maka aku pun bertanya-tanya bagaimana mungkin orang-orang seperti itu punya kelayakan menjadi tetangga Tuhan dan masuk surga-Nya?”.
  17. “Jangan pernah meremehkan sesuatu yang masih belum jelas akibatnya, karena langkah pertama setan biasanya adalah memoles kemubahan, lalu ia menyeret pelakunya ke perbuatan dosa”.
  18. “Merawat tubuh dengan baik merupakan pangkal memperbaiki agama”.
  19. “Kemalasan merawat tubuh ini berakibat negatif pada agama dan dunai pelakunya”.
  20. Abu Yazim mengatakan “Saya terus menerus melatih jiwaku berjalan menuju Allah dengan menangis, hingga akhirnya saya pun berhasil mengajaknya berjalan ke arah-Nya dengan tertawa”.
  21. “Besar kecilnya rasa cinta di hati seorang pecinta bergantung pada kekuatan memikirkan akibat, dan berat ringannya kesedihan jiwa bergantung pada parah ringannya kebekuan hati”.
  22. “Jauhilah pemahaman literal para penukil, keliaran pemahaman ahli ilmu kalam, banyaknya pengikut tasawuf, kerakusan para penyembah hawa nafsu, ulama yang mencukupkan diri pada ilmu tanpa mengamalkannya dan kesungguhan orang-orang yang beramal tanpa didasari ilmu”.
Baca juga:   Menjemput Bidadari

Semoga bermanfaat.

Ini link buku Shaidul Khathir yang saya beli, diterbitkan oleh penerbit Uswah kelompok Pro U-Media, di halaman awalnya dituliskan bahwa terjemah buku ini telah mendapatkan lisensi dari penerbit bahasa Arabnya sehingga lebih berkah.

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *