Sehari Tanpa Matahari

Pernahkaha merasakan satu hari tidak melihat matahari? Pernahkah anda merasakan suasana sekitar dipenuhi kabut dengan jarak pandang hanya beberapa meter? Pernahkah anda merasakan waktu seakan pagi terus?

Inilah pengalaman saya kemarin di desa saya, Prampelan, Adipuro yang terletak di lereng gunung Sumbing dan dikenal desa Atas Awan karena letaknya sangat tinggi. Dari pagi suasana desa penuh dengan kabut dan sama sekali tidak ada matahari sampai waktu saya menulis tulisan ini.

Penduduk desa Adipuro rata rata bekerja sebagai petani, melihat mereka pergi ke ladang setiap pagi hari dan kembali ke rumah di siang hari atau sore hari juga menjadi pemandangan yang indah.

Meskipun dingin dan kabut menyelimuti desa dan jarak pandang hanya beberapa meter saja, sama sekali tidak menyurutkan semangat warga tetap ke ladang atau kebun mereka, seperti bapak saya yang pagi kemarin tetap pergi ke ladang di daerah Ireng Kidol.

Masjid pun tetap ramai seperti biasanya meskipun penuh kabut. Dan menjadi pemandangan yang indah kala melihat warga berbondong-bondong pergi ke masjid atau mushala di dekat tempat tinggal mereka.

Semangat keberagamaan di Adipuro muncul secara organik, hasil usaha para kyai, ustadz dan guru mengaji yang membina agama masyarakat desa. Dan sekarang sudah ada dua Pesantren besar yang menjadi gawang desa membina akhlak warga yaitu pesantren Luqman Al-Hakim dan pesantren Istiqomah.

Sempat ada wacana menjadikan desa Adipuro sebagai Kampung Quran agar orang desa lebih mantap dalam belajar Al-Quran dan orang dari luar desa mengingat Adipuro bukan dinginnya tetapi islam, dakwah dan toleransi antar warga.

Wacana ini mendapat dukungan dari lurah saat ini yaitu Bapak Waluyo, dan sesuai dengan visi dan misinya dalam membangun desa yang berbasis dalam Pendidikan. Bahkan menurutnya, upaya seperti ini tidak bisa dengan mudah ditiru tempat lain karena desa ini membutuhkan waktu yang lama, hasil didikan para kyai dan ustadz yang bertahun-tahun.

Baca juga:   Sikap Hidup

Semoga wacana ini segera terealisasi dan menjadikan warga desa atas awan ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur, desa yang baik, berkah dan warganya diberikan ampunan Allah. Amiin.

Desa ini berada di kaki gunung Sumbing, berada di desa ini sesekali terlihat hamparan awan yang terlihat lebih rendah dari desa, seolah kita berada di negeri di atas awan. Gugusan awan putih yang dihiasi pancaran sinar matahari menimbulkan landskap alam yang sangat indah.

Seperti video ini yang saya ambil kemarin lusa waktu mau turun gunung, terlihat di depan gunung Merapi dan Merbabu dan saya di Sumbing kemudia di bawah desa terlihat kumpulan awan tebal.

Video pendek lain dari IG yang saya ambil dari samping rumah.

https://www.instagram.com/p/BkV92QIhQ-2/
Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

6 Comments

  1. Kalau belum kesini bisa saja beranggapan seperti itu, beda kalau lihat langsung, kehidupan disini damai, tenang dan jauh dari hiruk pikuk kota.

  2. Masya Allah, pasti nikmat ya tinggal di tempat yang tenang begitu. Dulu saya pernah ke Gunung Sumbing untuk Hiking, sebelum naik, kami base camp di rumah salah seorang warga yang kebetulan kerabat dr Pembina Pramuka saya. Sangat berkesan suasana pagi di kak Gunung Sumbing. 🙂

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *