Ringkasan Buku Islam dan Sekulerisme: Sekular-Sekularisasi-Sekularisme

Sekuler, Sekularisasi dan Sekulerisme – Bab ini menguraikan pengertian dan hakikat sekulerisme, tantangannya terhadap Islam, dan Islamisasi sebagai respon proaktif terhadapnya. Terdapat tiga dimensi sekulerisasi yaitu penghilangan pesona daripada alam tabi‘ī; peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik; dan penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai-nilai dari kehidupan.

Kristen yang sekarang ini yakni Kristen Barat merupakan agama sejarah atau agama budaya yang tidak lagi asli, berbeda dengan Islam yang merupakan agama wahyu yang telah dijamin terjaga keasliannya hingga akhir zaman. Dari sini kemudian lahir suatu pengertian, penilaian, dan sikap terhadap agama (religion) yang tumbuh dari fenomena historis Kristen Barat dipaksakan pada agama-agama yang lain termasuk Islam.

Syed Naquib Al-Attas menjelaskan pengertian ketiga kata tersebut yakni sekular sebagai kata benda, sekularisasi sebagai proses sejarah yang tak terbantahkan, dan sekularisme sebagai faham yang telah berwujud menjadi sebuah ideologi.

Ketiganya merujuk pada satu fenomena pemisahan unsur-unsur alam yang dapat difahami secara positif-empiris dengan masalah-masalah metafisis, mendesakralisasi setiap fenomena yang ada di dunia, dan membersihkan segala yang ada dari agama dan pemahaman mitis.

Pengertian Sekuler

Secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti dua pengertian yaitu waktu dan ruang (atau tempat). Definisi sekular yang difahami sekarang, merujuk kepada dunia atau duniawi. Saeculum bermakna masa kini. Berarti juga peristiwa-peristiwa masa kini.

Disebabkan oleh konsep sekuler yang merujuk kepada “keadaan dunia saat ini”, maka ia mudah berkembang dan diterima karena seolah ia adalah konsep yang “up-to-date”. Jadi faham relativisme tentang nilai-nilai kemanusiaan, yaitu nilai manusia bisa berubah mengikuti keadaan ruang dan tempat, mudah untuk mendapat sambutan.

Pengertian Sekulerisasi

Sekulerisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia dari kekangan agama dan metafisik yang mengatur akal dan bahasanya. Ini definisi yang diberikan ahli teologi Belanda Corenlis van Peursen.

Van Peursen menguraikan lagi maksud sekulerisasi sebagai, “membebaskan dunia dari kefahaman mengenai dirinya yang berdasarkan agama dan kefahaman berunsurkan keagamaan, menolak segala pandangan alam (worldview) yang tertutup, menghapuskan semua mitos luar biasa dan simbol yang dianggap kudus”.

Baca juga:   Analisis Fatwa MUI No. 53 Tahun 2014 tentang Hukuman Mati bagi Produsen, Bandar dan Pengedar Narkoba

Sekulerisasi juga dimaksudkan “membebaskan perjalanan sejarah dari campur tangan nasib”. Manusia berkuasa penuh kepada apa yang ingin dicapai. Manusia tidak boleh lagi menyalahkan takdir, nasib atau kuasa lain.

Hasil terakhir dari sekulerisasi adalah relativisme kesejarahan. Konsep relativisme adalah bahwa di sana tidak ada kebenaran mutlak (absolute truth). Setiap pandangan ada persepsi dan pertimbangan sendiri. Apa yang berkait dengan sesuatu peristiwa sejarah, ada persepsi dan pertimbangan tersendiri.

Ini bertentangan dengan pandangan Islam yang berpendirian bahwa di dalam sejarah dan perjalanan kehidupan manusia, sentiasa ada pertempuran antara haq dan batil.

Pengertian Sekulerisme

Sekularisasi berbeda dengan sekularisme. Menurut Weber, sekulerisasi merupakan suatu proses yang berlanjutan dan terbuka (open-ended), di mana nilai-nilai pandangan alam (worldview) diperbaharui sesuai dengan peredaran zaman yang berevolusi. Sementara itu, sekularisme, sepertimana agama, menayangkan pandangan alam yang tertutup (closed-ended) dan faham nilai yang mutlak sesuai dengan adanya maksud akhir sejarah yang menentukan hakikat manusia.

Sekularisme turut menerima tiga dimensi proses sekularisasi. Namun tidak menghapus kesucian dan kemutlakan nilai-nilai karena ia membentuk sistem nilai sendiri dengan maksud agar dipandang mutlak dan tidak berubah. Maka sekularisme berarti sebuah ideologi.

Di atas berbedaan open-ended vs. closed-ended dalam menerima sesuatu nilai, sekularisasi menganggap sekularisme sebagai ancaman terhadap sekularisasi dan mendesak agar ia terus diawasi dan dikekang supaya tidak menjadi idealogi sesebuah negara.

Sekularisme dikatakan masih tidak menolak unsur keagamaan sepenuhnya. Tetapi sekularisasi menolak terus unsur keagamaan. Seperti sekularisme yang melanda Kristen, mereka masih mau kekal dengan nilai Kristen, tetapi dengan memisahkan bagian tertentu antara dunia dan agama di dalam ajaran agama mereka. Kristenn di Barat mengambil dan menyerap hukum-hukum dari Romawi dan Yunani, dan membangun teologi dan metafisik yang terperinci  untuk memenuhi kekosongan yang ada di dalam ajaran Kristen Barat itu.

Hasil akhir yang dikehendaki sekularisasi adalah atheisme. Penolakan terhadap apa saja yang berkait dengan agama dan ketuhanan.

Baca juga:   Imam Al-Ghazali dan Tuduhan Kemunduran Sains Islam

***

Secara hakikat, ancaman sekularisme tidak akan mampu menggugat kemuliaan agama Islam,walau demikian sebagian muslim telah keliru memahami istilah ini karena terjajah akalnya oleh pendidikan ala Barat, termasuk sebagian muslim yang membuat istilah yang jauh dari hakikatnya, seperti sekulerisme dengan ilmaniyyah. Kekeliruan terletak pada kata tersebut yang berakar dari kata ilmu, sehingga membawa implikasi bahwa yang menolak sekulerisme juga menolak ilmu.

Sementara itu, apa yang dihadapi oleh agama Kristen menghadapi sekularisme menunjukkan bahwa agama ini seolah-olah bersedia mengalami proses sekularisasi. Kesan modernisme telah membawa kepada arah baru dari ‘theocentricism’ ke ‘anthropocentricm’ yaitu pemusatan kepada manusia semata-mata tanpa ada kaitan dengan Yang Pencipta. Perubahan pusat agama dari Jerusalem ke Roma menandakan berlakunya proses pembaratan yang membawa kepada bibit penolakan kewibawaan yang terdapat dalam proses sekularisasi, karena Roma merupakan pusat kekaisaran Romawi.

Kesan sekularisasi juga bertambah kuat akibat penerapan yang salah atas filsafat Yunani dalam teologi dan metafisik Barat pada abad ke-17 melalui René Descartes yang membuka kepada metod pencarian ilmu melalui keraguan dan skeptisisme. Kesan pembaratan agama Kristen ini telah menghasilkan pengaruh ateisme, agnostisisme, utilitarianisme, materialisme dialektik, evolutionisme dan historisisme secara berturut-turut pada abad ke-18, abad ke-19 sampai sekarang.

Awalnya pihak gereja menolak sekularisme disebabkan ada perbedaan yang mendasar terhadap tiga dimensi sekularisme. Misalnya amal asli metafisik Kristen bersifat tertutup sedangkan sekularisme bersifat terbuka. Kegagalan Kristen melawan sekularisasi dengan menerima fisafat Yunani, di mana filsafat ini mempunyai elemen sekularisasi, seperti pemisahan Tuhan dan sains. Maka secara tidak langsung, ahli Kristen modern menyuarakan agar Kristen menerima sekularisme.

Ahli teologi Barat membuat perbedaan antara sekularisasi dan sekulerisme. Sekulerisme merujuk bukan pada proses, tetapi hasil akhir daripada proses sekulerisasi ke dalam bentuk tertentu yaitu suatu ideology. Menurut mereka setiap isme adalah ideologi. Menurut Al-Attas, hal ini bergantung pada bagaimana istilah ‘ideologi’ itu difahami dan kepada kata isme itu menjadi akhiran.

Baca juga:   Pentingnya Reflective Practice dalam Pendidikan Agama Islam

Perihal pertama, jika ideology dimaksud sebagai seperangkat ide umum atau program filsafat yang terlepas dari penafsiran dan pelaksanaan sebagai sebuah worldview, maka demikianlah sekulerisasi difahami sebagai sebuah ideology. Perbedaannya, jika worldview adalah tertutup, sedang yang lain terbuka.

Tetapi jika ideologi dimaksudkan sebagai seperangkat ide umum atau program filsafat yang menjadi worldview sebuah negara, maka sekulerisasi yang mereka pahami ini tidak terlepas dari bentuk ideologi, karena mereka menggambarkan sekulerisasi bukan hanya proses sejarah yang manusia pasif, akan tetapi manusia terlibat aktif dalam menciptakan proses itu. Manusia setiap generasi menyusun program filsafat yang menayangkan worldview resmi Negara. Maka dalam hal ini, sekulerisasi tidak berbeda dengan secularisasioinime (secularizationism).

Perihal kedua, tidak setiap isme adalah bentuk ideologi, dalam pengertian ideology yang kedua yaitu bergantung pada bagaimana istilah ‘ideologi’ itu difahami dan kepada kata isme itu menjadi akhiran. Kalau isme menjadi akhiran pada kata secular, capital, sosial atau nihil maka menunjukkan suatu ideologi. Tetapi jika isme berada di akhir real atau rasional, tidak membawa pengertian ideology.

Ringkasan bab-bab lainnya dapat dibaca di tautan berikut:

  1. Islam dan Sekulerisme: Pendahuluan (disini)
  2. Islam dan Sekulerisme: Latar Belakang Kristen Barat (disini)
  3. Islam dan Sekulerisme: Sekular-Sekularisasi-Sekularisme (disini)
  4. Islam dan Sekulerisme: Islam: Faham Agama dan Asas Akhlak (disini)
  5. Islam dan Sekulerisme: Dilema Muslim (disini)
  6. Islam dan Sekulerisme: Dewesternisasi Ilmu (disini)

Link terkair dari blog/web lain;

Sumber:

  • Kajian berseri Buku “Islam dan Sekulerisme” bersama Dr. Khalif Muammar A. Harris di At-Taqwa College dalam Program Perkuliahan Pemikiran Imam Al-Ghazali dan Syed Al-Attas.
  • Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, diterjemahkan oleh Khalif Muammad A. Haris, Cet ke 2 Bahasa Melayu, 2021 oleh RZS-CASIS, Malaysia

Jumal Ahmad | ahmadbinhanbal.com

Pin it

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *