Beberapa tahun lalu anak pertama saya sakit yg agak aneh. Sudah beberapa kali ke dokter tidak kunjung sembuh. Keputusan 2 dokter spesialis anak dan penyakit dalam memutuskan “wajib opname”. Ternyata sudah seminggu dirawat juga tidak sembuh sama sekali tidak ada perkembangan. Singkat cerita melibatkan kerjasama dengan rumah sakit lain (RSCM).
Semua orang sekitar saya mengerti bahwa ini membutuhkan biaya yg besar.
“Mas habis habisan ya !” tanya adik saya.
Saya senyum saja, “apanya yg habis-habisan ?”. Saya dengan tegas dan tenang menjelaskan “ALHAMDULILLAH SEMUA GRATIS”.
Kontan adik saya memahami bahwa saya TIDAK dipungut biaya dokter, obat, rawat inap dan lain-lain. “Jadi gak bayar ya mas !, wah syukurlah, itulah buah dari banyak relasi mas, coba kalau harus bayar biayanya berat sekali” ujar adik saya.
Saya menjelaskan ulang
“bukan gitu, kalau kacamata kamu dik, semua saya bayar, gak ada yg gratis, saya tidak kenal dokter, dan pemilik Rumah sakit, atau apoteker. Kalau kacamata seperti itu maka hidup jadi susah karena sombong “aku punya uang, maka aku bayar”….
Saya senyum melanjutkan perbincangan “jadi gini dik, HIDUP INI semua pemberian dari Allah, saya kerja krn DIKASIH hidup sehat oleh ALLAH,
DIKASIH ilmu oleh Allah,
DIKASIH isteri dan anak.
Semua DIKASIH ALLAH.
maka uang dari ALLAH,
jadi TDK ADA YG KITA MILIKI KRN SEMUA DIKASIH ALLAH.
Nah skrg hrs mengeluarkan biaya demi kesembuhan anak KARENA ALLAH… jadi artinya hidup ini SEMUA GRATIS..”
Adik saya terdiam berpikir memahami”hidup semua gratis”.
Kisah nyata tadi berulang saat saya merawat almarhum ayah saya 2 tahun lalu pindah-pimdah rumah sakit dari rumah sakit daerah sampai Jakarta, total semua 4 rumah sakit.
Alhamdulillah semua “gratis”.
Ini kacamata jiwa yg tenang merasa semua di langit & bumi milik Allah maka akan tumbuh jiwa SYUKUR.
Sebaliknya, bila kita merasa memiliki maka jiwa akan rapuh mudah goncang.
Mari kita bangun jiwa tenang !
Sumber: BC Ust. Arifin Jayadiningrat, Direktur Islamic Character Developmet – ICD Jakarta