Shalat Jumat Termegah

Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

أَنَّهُمْ كَتَبُوْا إِلَى عُمَرَ يَسْأَلُوْنَهُ عَنِ الْجُمُعَةِ فَكَتَبَ: جَمِّعُوْا حَيْثُمَا كُنْتُمْ.“

Kaum muslimin pernah menulis surat kepada ‘Umar menanyakan tentang shalat Jum’at? Lalu beliau menulis surat kepada mereka (yang isinya): ‘Lakukanlah shalat Jum’at di mana saja kalian berada.’”

Sanad hadits ini shahih, diriwayatkan pula dari Imam Malik, beliau berkata:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ فِيْ هذِهِ الْمِيَاهِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِيْنَةِ يُجَمِّعُوْنَ.

“Dahulu para Sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada di sekitar perairan ini, antara Makkah dan Madinah mereka melakukan shalat Jum’at”. 

Mayoritas ulama masih membolehkan shalat di jalan karena dengan alasan keumuman hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Semua tempat di muka adalah masjid kecuali kuburan dan tempat pemandian.” (HR. Tirmidzi, no. 317; Ibnu Majah, no. 745; Abu Daud, no. 492)

Membaca adanya protes bahwa sholat jumat di jalanan merupakan bid’ah, adakah praktek ini pernah dilakukan umat islam sebelumnya. yuk kita buka buka buku sejarah.

Tahukah anda, sholat Jumat termegah dan terpanjang pernah terjadi pada tahun 1453 dilakukan oleh Sultan Muhammad Al Fath. 
Termegah karena sholat itu dilakukan di jalan menuju konstatinopel dengan jamaah yang membentang sepanjang 4 km dari Pantai Marmara hingga Selat Golden Horn di utara.

Sholat jumat tesebut terjadi 1.5 KM di depan benteng Konstantinopel, dalam proses Penaklukan Konstantinopel oleh Sultan yang kemudian mengakhiri sejarah Kekaisaran Byzantium dan menjadi cikal bakal kekhalifahan Utsmaniyah.

Penaklukan Konstantinopel merupakan pembuktian atas kabar gembira “Bisyarah” atau nubuwat yang disampaikan oleh Rasulullah kepada sahabat sahabatnya, bahwa negara adidaya seperti Romawi akan dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin.

Baca juga:   Tasawuf Modern Hamka

Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah? 

Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)

Sholat Jumat termegah di jalanan pernah dilakukan Al Fatih, yang menghantarkan umat membuka lembaran baru, membuktikan nubuwat Rasulullah dalam penaklukan konstantinopel.

Dan Insyaallah, sholat Jumat 212 nanti pun akan jadi lembaran baru bagi kita, menjadi penanda baru bagi kita, untuk menuntut keadilan sekaligus mengakhiri kedzaliman dan kesombongan rezim penguasa  antek asing dan aseng. Aamiin.

Setelah melakukan pengkajian dalil masing-masing mazhab fiqih, pendapat yang rajih (kuat) menurut kami adalah yang membolehkan sholat Jum’at di luar masjid, termasuk di jalan raya. 
Ada 3 (tiga) alasan; 

pertama, terdapat riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan sholat Jum’at di perut lembah (bathn al wadi) sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad dan para penulis sejarah perang Rasulullah SAW (ahlus siyar). Kata Imam Syaukani,”Kalaupun riwayat ini tidak shahih, maka tindakan Rasulullah SAW melakukan sholat Jum’at di masjid tidaklah menunjukkan persyaratan sholat Jum’at wajib dilakukan di masjid.” (Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Abadi,‘Aunul Ma’bud, III/399; Imam Syaukani, Nailul Authar, IV/304).  

Kedua, terdapat riwayat Ibnu Abi Syaibah bahwa Umar pernah menulis kepada penduduk Bahrain untuk melaksanakan sholat Jum’at di mana pun mereka berada (an jamma’uu haitsu maa kuntum). (Imam Syaukani, Nailul Authar, IV/303). 

Ketiga, terdapat riwayat bahwa Mush’ab bin ‘Umair pernah melakukan sholat Jumat bersama kaum Anshar di suatu tanah khusus negara (naqii’/hima) bernama Al Khadhimat, yakni bukan di dalam masjid. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, II/243).

Baca juga:   Puasa adalah Keimanan dan Ihtisab

Ulama Syafi’iyyah sendiri sebenarnya membolehkan sholat Jum’at di lapangan atau tempat terbuka di luar masjid, asalkan tempat tersebut masih dekat dengan area pemukiman [darul iqamah] dan jaraknya dekat, yakni tidak sampai jarak qashar, yaitu 4 barid = 88,7 km.  Imam Nawawi berkata:

قال أصحابنا ولا يشترط إقامتها في مسجد ولكن تجوز في ساحة مكشوفة بشرط أن تكون داخلة في القرية أو البلدة معدودة من خطتها فلو صلوها خارج البلد لم تصح بلا خلاف سواء كان بقرب البلدة أو بعيدا منه وسواء صلوها في كن أم ساحة

“Telah berkata para sahabat kami [ulama Syafi’iyyah],’Tidak disyaratkan mendirikan sholat Jum’at di masjid tetapi boleh di lapangan terbuka dengan syarat tempat itu ada di dalam kampung [qaryah] atau kota [baldah] yang masih terhitung dalam batas kampung/kota itu. Kalau mereka melaksanakan sholat Jum’at di luar kota [baldah] maka tidak sah sholat Jum’atnya tanpa perbedaan pendapat, baik tempat itu dekat dengan kota [baldah] maupun jauh dari kota, baik mereka sholat di rumah (kin) kota maupun di lapangan.” (Imam Nawawi, Al Majmu’, IV/501).

Imam Al Khathib Al Syarbaini berkata :

ويجوزإقامتها في فضاء معدود من الأبنية المجتمعة بحيث لا تقصر فيه الصلاة كما في الكن الخارج عنها المعدود منها بخلاف غير المعدود منها.

“Boleh mendirikan sholat Jum’at di tanah lapang yang masih terhitung bagian dari bangunan-bangunan yang terkumpul [area pemukiman], dalam arti jaraknya tidak sampai membolehkan qashar shalat pada tempat itu, seperti rumah yang terletak di luar kampung tapi masih terhitung bagian area pemukiman. Ini berbeda dengan rumah yang letaknya tidak lagi terhitung bagian dari area pemukiman.” (Imam Al Khathib Al Syarbaini, Mughnil Muhtaj, I/529).

Baca juga:   Nasionalisme dalam Perspektif Islam

Jumal Ahmad -ICD

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *