Skenario Allah SWT Menjaga Al-Quran

Sejarah mencatat, saat terjadi Perang Yamamah (11 Hijriyah), banyak para penghafal Al Qur’an yang gugur di medan jihad. Hal inilah yang menjadi keresahan Umar bin Khaththab ketika itu. Kekhawatirannya menguat, jika para penghafal Al Quran lainnya gugur di medan perang yang berbeda. Sehingga, Al Qur’an punah bersama gugurnya penghafal Al Qur’an.

Ketika menghadap Khalifah Abu Bakar, Umar ra mengajukan usulan agar segera mengumpulkan dan membukukan Al Qur’an. Usulan itu disambut baik Khalifah dengan membentuk komisi pengumpul Al-Qur’an secepat mungkin.

Mengingat, pembukuan Al-Qur’an harus didasarkan pada hafalan dan naskah-naskah (manuskrip) di beberapa catatan sahabat, lalu dibentuklah tim penyusun Al Qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Ia adalah sahabat Nabi Saw yang dikenal sebagai pencatat wahyu, dan juga penghafal Al Qur’an.

Dimasa Khalifah Utsman bin Affan, terjadi perselisihan yang tajam diantara sahabat terkait perbedaan qira’ah (cara membaca Al Qur’an). Saat itu Utsman kembali mengumpulkan para penghafal Al Qur’an untuk menyusun mushaf Al Qur’an untuk kedua kalinya, hingga kaum muslimin kembali bersatu.

Allah mengutus malaikat Jibril untuk memuraja’ah hafalan Nabi SAW, sekali dalam setahun dan ditahun terakhir dari kehidupan beliau. Jibril mengoreksi hafalan Rasulullah sebanyak dua kali. Meski menghafal Al Qur’an bukan merupakan kewajiban, namun banyak hikmah dan keutamaan dari menghafal Al Qur’an.

Allah-lah yang memudahkan manusia untuk menghafal Al Quran sebagaimana firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS al-Qamar: 17).

Bukti Allah telah menepati janjinya dengan menyiapkan suatu generasi yang tajam hafalannya, benar pemahamannya, dan sempurna pengamalannya. Al Quran pun terjaga dan terpelihara.

Baca juga:   IslamAwakened | Indeks Terjemah Al-Quran dalam Bahasa Inggris

Pertama, Allah telah menyiapkan suatu umat yang kuat dalam ingatan dan hafalannya. Yang demikian itu karena bangsa arab pada masa Jahiliyah terkenal dengan kekuatn hafalannya. Dimana mereka meriwayatkan beribu-ribu bait syair yang tidak dibukukan. Karena sesunnguhnya mereka bertumpu pada hafalan mereka.

Kedua, Allah memudahkan bagi manusia untuk menghafal al-Quran sebagaimana firman Allah: “Dan sesungguhnya Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, maka adalah orang yang mau mengambil pelajaran.” (QS al-Qamar: 17)

Ketiga, Allah menyediakan suatu generasi yang memiliki ketajaman hafalan, kefahaman dan amanah. Para Huffadz menghafalnya langsungdari Rasulullah SAW sehingga rekatlah hafalan mereka.

Keempat, Allah mengutus malaikat Jibril untuk memuraja’ah hafalan Nabi SAW sekali dalam setahun dan ditahun terakhirdari kehidupan beliau. Jibril mengoreksi hafalan beliau dua kali.

Kelima, dan setelah al-Quran dibukukan, para Huffaz mengoreksi lembar perlembar dari mushaf ketika akan dicetak oleh percetakan tertentu. Dengan metode seperi inilah Allah telah menepati janjinya bahwa al-Quran adalah terpelihara.

Dan Sayid Qutb yang telah menulis kitab Tafsir fenomenal di abad ini, dalam kitab Tafsirnya Fi Dhilalil Quran menyebutkan bahwa al-Quran sejak kemunculannya telah mengalami banyak usaha perubahan dan talbis dan tahrif dan juga fitnah-fitnah dari kelompok-kelompok yang menyimpang, sebagian mereka seperti Yahudi dan penyeru Qaumiyah bisa melakukan penakwilan terhadap hadits dan ayat al-Quran atau untuk mendukung pendapat mereka, tetapi satu yang tidak dapat mereka lakukan yaitu mendatangkan satu ayat seperti dalam al-Quran, sehingga al-Quran tetap terjaga sebagaimana ia diturunkan oleh Allah.

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *