syiahindonesia- Pemimpin Hizbullah Libanon, Sayyed Hasan Nasrallah mengatakan para demonstran melawan ‘martabat Arab’ dan menyingkirkan Amerika dalam mendukung ‘kediktatoran’ Negara.
Nasrallah mengatakan jika unjuk rasa yang meminta pengunduran diri Hosni Mubarak, presiden Mesir telah mengubah Negara tersebut menjadi pertarungan melawan “martabat Arab”.
Dalam komentar pertamanya sejak kerusuhan dimulai di Mesir sekitar dua minggu yang lalu, hari Senin Nasrallah mengatakan jika gerakan Syiah nya tidak dimaksudkan untuk mengintervensi “masalah internal” para demonstran atau untuk mempengaruhi keputusan mereka.
“Gerakan Anda akan merubah wajah dari Negara kita dan kepentingan orang-orangnya,” ujar Nasrallah di televisi dalam konfrensi yang diadakan di Beirut untuk mendukung unjuk rasa rakyat Mesir.
“Anda akan melawan kewibawaan Arab, dan mengembalikan kembali kemuliaan bangsa Arab.”
Mesir telah diguncang unjuk rasa yang terjadi selama dua minggu, dengan permintaan agar Mubarak turun sebagai presiden dan mengadakan pemilihan yang baru yang memiliki kesempatan yang terbuka untuk semua partai oposisi.
Mubarak telah menyetujui untuk tidak mencalonkan diri lagi di pemilihan bulan September, tetapi tetap menolak untuk mengundurkan diri hingga pemilu dimulai, ia mengatakan, takut partai oposisi yang didzahiliminya selama puluhan tahun, Al Ikhwan al Muslimun berkuasa jika ia mundur.
Mubarak telah lama mencurigai hubungan Hizbullah ke Iran dan dukungan pada lawan politik gerakan Syiah di Libanon.
Tahun lalu pengadilan Mesir memvonis anggota Hizbullah, Sami Chehab 15 tahun penjara untuk tindakan perencanaan penyerangan di Negara tersebut.
Hizbullah mengatakan Chehab kabur dari penjara minggu lalu selama terjadi kerusuhan di Mesir.
Dalam pidatonya, Nasrallah juga memuji sesuatu yang ia sebut penghargaan bagi pengunjuk rasa di Mesir, dengan mengatakan jika yang mereka lakukan sama pentingnya dengan perang di tahun 2006 antara Hizbullah dan Israel di Libanon.
Ia berharap dapat bergabung dengan para pengunjuk rasa di Tharir Square Kairo yang menjadi pusat unjuk rasa. Ia mengatakan:
“Apa yang telah kamu lakukan tidaklah kurang penting dari pada kejadian bersejarah perlawanan Islam di tahun 2006 dan perlawanan di Gaza tahun 2008,” ujarnya, menunjuk penyerangan militer Israel di Gaza.
Nasrallah juga mengecam AS atas tindakan yang ia sebut “mendukung kediktatoran terburuk” di Timur Tengah.
“Amerika Serikat sedang mencoba untuk mengisi revolusi ini dan mengembangkan image buruknya di Timur Tengah dan dunia Islam…setelah bertahun-tahun mendukung kediktatoran terburuk di Negara kita yang pernah kita lihat,” ujar Nasrallah.
“Tetapi yakinlah bahwa suatu rezim yang bersekutu dengan Amerika Serikat dan Israel tidak akan bertahan lama dan akan mendapat perlawanan dari rakyat.”
Pada hari Jumat, tokoh Syiah Iran, Ali Khamenei, menyebut kerusuhan di Mesir dan Tunisia sebagai “gerakan liberal Islam”, dalam pernyataannya yang juga mengkritisi pemerintahan Mesir dan banyaknya pengunjuk rasa di Negara tersebut.
Sementara itu, Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel menyatakan jika tanggal 31 Januari negaranya mengikuti kejadian di Mesir dengan “kewaspadaan dan kekhawatiran”.
Dalam keterangannya hari Senin, dia mengingatkan jika perjanjian perdamaian negaranya dengan Negara lain tidaklah permanen, dan dapat dibatalkan, hal ini mengisyaratkan jika pergantian pemerintahan di kairo dapat mempengaruhi kelanjutan perjanjian Israel dan Mesir.