Tafsir Surat Ali Imran Ayat 18-20: Allah SWT Maha Perkasa dan Maha Bijaksana

Ulumul Quran

Surat Ali Imran termasuk dalam surat Madaniyyah atau surat yang turun ketika Rasulullah saw. di Madinah, adapun Makkiyyah adalah surat yang turun ketika Rasulullah saw di Makkah.

Ulama berbeda-beda dalam menafsirkan maksud Makki dan Madani. Ada yang mengatakan bahwa Makki adalah ayat yang turun sebelum hijrah dan Madani setelah hijrah, pendapat ini dipegang mayoritas ahli ilmu, ada yang mengatakan Makki itu ayat yang turun di Makkah sekalipun setelah hijrah dan Madani ayat yang turun di Madinah, dan pendapat ketiga mengatakan bahwa Makki adalah ayat yang ditujukan kepada orang Makkah dan Madani ayat yang ditujukan kepada orang Madinah. (Al Itqan fi Ulumil Quran: 101)

 Intisari Tafsir

Al Hakim berarti Dzat yang tidak pernah melakukan keburukan yang setiap perbuatan-Nya mengandung hikmah dan kebenaran. Al Aziz artinya dzat yang selalu menang dan tidak pernah kalah.

Al Hakim merupakan salah satu nama Allah yang paling agung. Kata Al Hakim sering disandingkan dengan asma Allah lainnya seperti Al Aliim dan Al Aziz yang menunjukkan bahwa hikmah Allah itu muncul dari ilmu dan kemuliaan-Nya.

Hikmah Allah swt ada dua macam. Pertama, Hikmah dalam ciptaan-Nya, Dia menciptakan makhluknya dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada cacat, cela dan kekurangan yang sekiranya seluruh manusia dari yang awal sampai akhir berkumpul untuk membuat semisal ciptaan-Nya tidak akan sanggup dan tidak akan bisa. Kedua, Hikmah dalam syariat dan aturan-aturan-Nya, Allah swt menurunkan kitab dan mengutus para rasul untuk mengajarkan manusia beribadah dan mengenal tuhan-Nya, alangkah agung dan mulianya hikmah ini, hikmah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan dan ketenangan hati di dunia dan di akhirat kelak.

Baca juga:   Mengenal Mufasir Masa Sahabat dan Tabi’in

Di antara sifat Al Hakim itu juga Al Hakam yaitu dzat yang membuat hukum. Allah adalah Al Hakam bagi hamba-Nya di dunia dan akhirat dan pembuat syariat dan hukum Allah buat untuk hamba-Nya. Hukum Allah ada dua macam, yaitu: hukum syar’i dan hukum kauni. Hukum syar’i adalah hukum-hukum yang telah Allah syariatkan untuk seluruh manusia seperti halal dan haram, yang tidak ada salah dan catat sedikitpun dan ketika Allah memerintah atau melarang sesuatu pasti terdapat hikmah besar di dalamnya. Adapun hukum kauni adalah hukum alam yang terjadi di alam ini yang telah Allah atur dengan kata “Kun”.

Manusia bukanlah pembuat hukum, karena hukum hanya milik Allah, karena itu manusia tidak boleh diberi julukan Abul Hakam, sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadits ketika Nabi saw datang kepada suatu kaum lantas ada pemimpin dari kaum itu yang dipanggil dengan julukan Abul Hakam lantaran ia sering memecahkan masalah di antara keluarga dan masyarakat sekitarnya. Lalu Nabi menanyakan jumlah anaknya dan menyebutkan anak terakhirnya bernama Syuraih, maka Nabi mengganti kuniahnya dengan nama Abu Syuraih. (Maqam Al Asna fi Tafsir Asmaullahul Husan: 34, Tafsir Asmaullahul Husna: Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di: 3: 35, Dur Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur oleh Jalaluddin As Suyuthi: 3:484)

Hadits

Dari ‘Amru bin’Ash bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Jika seorang hakim berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, dan ternyata hukumnya benar, maka hakim tersebut akan mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, namun dia salah, maka dia akan mendapatkan satu pahala.” (HR Muttafaqun Alaih. Bukhari no. 6805, Muslim no. 3240)

Baca juga:   Marijn van Putten: Titik dalam Al-Qur'an sudah ada sebelum masa Usman

Panduan Amal

Cara meneladani sifat Allah yang Maha Bijaksana

  1. Berusaha menunjukkan bukti kebenaran tanda-tanda kebesaran melalui sifat Allah yang Maha Bijaksana.
  2. Setelah mengetahui bahwa Allah maha bijaksana dalam membuat hukum, hendaknya menerima syariat itu dengan lapang dada.
  3. Tidak menolak setiap hukum syariat yang telah Allah tetapkan
  4. Meyakini dalam hati bahwa semua hikmah yang ada adalah penguat bagi sifat kesempurnaan Allah
  5. Mentadabburi semua ciptaan Allah yang ada di langit maupun di bumi untuk lebih mengenal ke-Maha bijaksanaan Allah
  6. Selalu berbuat bijak dalam setiap tindakan dan tidak sembrono yang sering beruujung pada penyesalan akibat kurang perhitungan.

Khazanah Pengetahuan

Makna Laa ilaha Ilallah

Maknanya adalah tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan benar kecuali Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah dengan batil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan benar hanyalah Allah. Sebagaimana Allah isyaratkan dalam firman-Nya: “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. Al Hajj: 62)

Kalimat Laa ilaha Ilallah bukan berarti “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang difahami oleh sebagian orang, karena orang kafir Quraisy sendiri mengakui bahwa pengatur dan pencipta alam ini adalah Allah, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan seluruhnya semata pada Allah dan tanpa menyekutukan-Nya.

Laa Ilaha illallah mempunyai rukun dan syarat. Rukunnya adalah an Nafyi dan al Itsbat. Sedangkan syaratnya ada tujuh yang tidak bermanfaat bagi yang mengucapkannya kecuali terpenuhi semuanya:

  1. Al ‘Ilmu (mengetahui) yang meniadakan Al Jahlu (kebodohan).
  2. Yaqiin yang meniadakan Asy Syak (keraguan).
  3. Menerima yang meniadakan Ar Radd (penolakan).
  4. Al Inqiyad tunduk yang meniadakan At Tarku (meninggalkan).
  5. Ikhlas yang meniadakan kesyirikan.
  6. As Sidqu (jujur) yang meniadakan kebohongan.
  7. Cinta yang meniadakan benci.
Baca juga:   Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 255, Rahasia Ayat Kursi

Syahadat ialah persaksian dengan hati dan lisan, dengan mengerti maknanya dan mengamalkan apa yang menjadi tuntutannya, baik lahir maupun batin. (Fathul Majid,, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, hlm. 86, Kitab Tauhid Syaikh Shalih Fauzan: 34)

Doa Ma’tsur

Doa agar terhindar dari syirik

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لاَ أَعْلَمُ.

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, agar tidak menyekutukan kepadaMu, sedang aku mengetahuinya dan minta ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.” (HR Ahmad no 4/403)

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *