Takhrij Hadits Hadis Nabi tentang Pohon Gharqad

Takhrij Hadits Hadis Nabi tentang Pohon Gharqad

Hadits pertama:

حدثنا إسحاق بن محمد الفروي : حدثنا مالك ، عن نافع ، عن عبد الله بن عمر  رضي الله عنهما : أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال : « تقاتلون اليهود حتى يختبئ أحدهم وراء الحجر فيقول يا عبد الله ، هذا يهودي ورائي فاقتله ». وفي رواية : « تقاتلكم اليهود فتسلطون عليهم ، حتى يقول الحجر : يا مسلم هذا يهودي ورائي فاقتله » .

Diriwayatkan dari Ishaq bin Muhammad al-Farawi: Telah menceritakan pada kami Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam telah bersabda:

“Kalian akan memerangi Yahudi, sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon berkata: hai Muslim! Hai hamba Allah! Ini Yahudi di belakangku, bunuhlah dia!.” Dan pada riwayat yang lain: “Kalian akan memerangi Yahudi lalu kalian akan menguasai mereka, sehingga batu akan berkata: hai Muslim ini Yahudi di belakangku, bunuhlah ia.”.

Hadits kedua:

حدثنا إسحاق بن إبراهيم : أخبرنا جرير ، عن عمارة بن القعقاع ، عن أبي زرعة عن أبي هريرة. – رضي الله عنه – عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال : « لا تقوم الساعة حتى تقاتلوا اليهود ، حتى يقول الحجر وراءه اليهودي : يا مسلم ، هذا يهودي ورائي فاقتله » .

Diriwayatkan dari Ishaq bin Ibrahim, telah menceritakan pada kami Jarir dari ‘Amarah bin al-Qa’qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam, beliau telah bersabda:

“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian memerangi orang Yahudi, sehingga akan berkata batu yang di belakangnya ada orang Yahudi: hai Muslim! Ini Yahudi di belakangku, bunuhlah dia.”

Takhrij Hadits

Hadits yang pertama dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya pada kitab al-Manaqib bab Alamat an-Nubuwah fi al-Islam 4/211 no: 3593, Imam Muslim dalam shahihnya dalam kitab al-Fitan wa Asrat as-Sa’ah bab “la taqumu as-sa’ah hatta yamuru ar-rajulu biqabri ar-rajuli fa yatamanna an yakuna makaana al-bait min al-bala’” 4/2238 no: 2921, Tirmidzi dalam bab ma ja’a fi alamat ad-dajjal 8: 138 dan Imam al-Baihaqi dalam kitab as-sunan al-kubra.

Abu Hatim mengatakan tentang Ishaq bin Muhammad al-Farawi, ia adalah orang yang terpercaya, hanya saja ia mengalami kebutaan ketika masa tuanya, namun demikian tulisannya tetap benar, ad-Daruquthni mengatakan bahwa haditsnya tidak ditinggal. Malik bin Anas termasuk senior Tabi’ at-Tabi’in, banyak meriwayatkan hadits dari Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa’I, Nafi’ al-Madani termasuk pertengahan Tabi’in dan termasuk imamnya Tabi’in.[1]

Hadits kedua dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya no: 2926, Imam Ahmad dalam musnadnya 21: 481, Imam Baghawi dalam Sarh Sunnah bab qital at-turk wa qital al-yahud 7: 352.

Tentang Jarir bin Abdul Humaid, al-Baihaqi dalam kitab as-Sunan mengatakan bahwa pada akhir hidupnya ia mengalami kejelekan hafalan, sedangkan al-Khalili dalam kitab al-Irsyad mengatakan bahwa ia termasuk orang yang terpercaya. Amarah bin Qa’qa’ termasuk shighar Tabi’in, Ibnu Hajar memasukkannya sebagai oramg yang tsiqah.[2]

Biografi Rawi ‘Ala: Abu Hurairah

Namanya pada masa jahiliyah adalah ‘Abdu Syams, dan setelah masuk Islam, namanya  diubah oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau Saw memberinya nama ‘Abdurrahman. ‘Abu  Hurairah adalah orang Dausi, berasal dari Bani Daus bin ‘Adtsan. Kabilah Daus ini berasal dari Bani al-Azd. Sedangkan al-Azd sendiri merupakan kabilah Yamaniyah Qathaniyyah. Abu Hurairah terkenal dengan kuniyyah.

Tentang julukan beliau, maka Imam al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, ”Mereka memberikan gelar dan julukan kepadaku Abu Hurairah, penyebabnya tidak lain karena aku pernah menggembalakan kambing untuk keluargaku. Dan saat itu kudapati anak kucing liar, lalu aku masukkan ke kantong lenganku. Ketika aku pulang kembali ke rumah, mereka mendengar suara kucing di kamarku, kemudian bertanya, ’Suara apakah itu, wahai ‘Abdu Syams?’ Akupun menjawab, ’Anak kucing yang kutemukan (saat menggembala kambing)’. Mereka berkata, ’Kalau begitu, engkau adalah Abu Hurairah.’ Semenjak itu, julukan dan gelar itu terus melekat padaku.”

Lebih lengkap tentang Abu Hurairah, lihat tautan ini: Abu Hurairah: Gudang Perbendaharaan Pada Masa Wahyu

Kandungan Hadits

Pertarungan antara Islam dengan Yahudi adalah pertarungan eksitensi, bukan persengketaan perbatasan. Musuh-musuh Islam berupaya membentuk opini bahwa hakikat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah dan perbatasan. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama, semenjak berdirinya negara Islam di Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad Shallallahu Alaihiwasallam sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

۞ لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al-Maidah: 82).

Sejak awal orang Yahudi telah berusaha melancarkan permusuhan kepada umat Islam dan Nabi Muhamamd Shallallahu Alaihiwasallam, terbukti mereka pernah melakukan percobaan pembunuhan kepada Nabi Shallallahu Alaihiwasallam sebanyak tiga kali;

  • Pertama, ketika mereka mau menjatuhkan batu di kepala Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam,
  • Kedua, ketika mereka meletakkan racun dalam daging kambing untuk Nabi Shallallahu Alaihiwasallam dan yang
  • Ketiga, ketika Labid bin A’sham al-Yahudi menyihir Nabi Shallallahu Alaihiwasallam.
Baca juga:   Berapa Harga Tubuh Anda?

Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi menjelaskan bahwa pada hadits di atas terdapat berbagai pelajaran, yang paling menonjol di antaranya adalah dua hal :

Pertama. Berkaitan dengan awalnya, yaitu perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam kepada para sahabat “Kalian akan memerangi orang Yahudi.”. Sabda ini memberi petunjuk yang tegas bahwa masa depan hanya untuk Islam saja, akan tetapi tentu Islam yang sesuai dengan Manhaj Salaf.

Kedua. Berkaitan dengan akhirnya, yaitu sabda Nabi Shallallahu Alaihiwasallam ketika menceritakan perkataan pohon atau batu : “Wahai Muslim, wahai hamba Allah!”. Kisah ini menunjukkan bahwa manhaj Tarbawi Ishlahi (pola pendidikan yang bertujuan perbaikan) yang tegak berdasarkan realisasi tauhid dan peribadatan adalah betul-betul memiliki kesiapan untuk menegakkan syari’at Allah di muka bumi dan untuk memulai kehidupan baru dengan kehidupan Islami yang sesuai dengan pola kenabian.[3]

Selain itu terdapat pelajran lain yang bisa kita ambil dari hadits di atas, yaitu bahwa termasuk dari kekhususan agama Islam bahwa ia akan tetap kekal sampai hari kiamat dan salah satu mukjizat nabi Muhammad saw adalah berita tentang hal-hal yang ghaib.

Termasuk dari Kekhususan agama Islam bahwa ia akan tetap kekal sampai hari kiamat

Hadits di atas menunjukkan bahwa Islam akan kekal  hingga hari kiamat, karena orang Yahudi adalah pengikut Dajjal. Dajjal adalah seorang lelaki yang pendek dan berwarna merah di antara kedua matanya tertulis huruf ka,fa dan ra [4]. Pengikutnya adalah orang Yahudi, ‘Ajm [5], orang Turki dan mayoritas manusia yang kebanyakan mereka dari kalangan wanita [6] dan orang Arab [7]. Sebab kenapa kebanyakan pengikut Dajjal adalah orang ‘Ajm, wanita dan orang Arab adalah karena mayoritas mereka bodoh dan mudah terpengaruh. Dalam sebuah hadits, Nabi saw bersabda: “Akan mengikuti Dajjal dari Yahudi Asbahan sebanyak 70.000.”

Dajjal akan mati di tangan Isa Alaihissalam sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits yang shahih. Ketika itu ia akan memasuki seluruh penjuru bumi  kecuali dua kota yang mendapatkan penjagaan dari Allah, Makkah dan Madinah. Sampai ketika pengikutnya banyak dan fitnah pun menyeruak sehingga sedikit dari orang beriman yang selamat, turunlah Isa as dari daerah Damsyiq yang disertai orang-orang yang beriman, Isa as memukul Dajjal hingga binasa lalu orang yang beriman akan mengejar pengikut Dajjal sehingga pohon dan batu akan berkata: hai Muslim! Hai hamba Allah! Ini Yahudi di belakangku, bunuhlah ia, kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi. [8]

pohon gharqad

Sekilas tentang pohon Gharqad

Ghargad dikenal dengan nama latin Lycium shawii yang tergabung dalam genus tumbuhan Lycium pada anggota famili Solanaceae.

Pohon Gharqad mirip dengan jenis Nitraria retusa, tinggi semaknya jauh lebih pendek daripada pohon gharqad, yakni satu meter saja. Spesies L. Shawii umumnya berkembang biak hingga 3 meter. Sebagian batangnya tertutupi oleh duri dan daun-daun tipis, serta mempunyai jumlah percabangan yang banyak.

Jika diperhatikan, daun pohon tersebut tampak menyempit pada bagian dasarnya. Terlihat bunga-bunga kecil berwarna ungi, tumbuh antara bulan September hingga April.

Gharqad menjadi satu-satunya tempat yang bersedia untuk menjadi tempat persembunyian kaum Yahudi ketika mereka dikejar-kejar umat Islam.

Badruddin al-Aini berkata, ”Al-Gharqaddengan difathahkan ghain-nya, disukunkan ra‟-nya, difathahkan qaf-nya dan di akhirnya huruf dal adalah pohon yang berduri yang tumbuh disitu (pemakaman Baqi‟), kemudian pohon tersebut sudah sirna namun namanya tetap ada untuk tempat (pemakaman) tersebut.”

Al-Ashma‟i menyatakan bahwa pohon-pohon gharqadtersebut ditebang pada saat Utsman bin Mazh‟un Radhiyallahu „anhudikuburkan di tempattersebut.”

Sedangkan dalam al Mu‟jamul Wasithditerangkan, gharqadadalah pohon yang tingginya antara satu sampai tiga meter. Tergolong spesies terung-terungan, batang dan dahannya berwarna putih, mirip pohon ausajdari segi daunnya yang lunak dan dahannya yang berduri [Menurut sebagian ikhwah yang pernah melihatnya, dari segi bentuk daun, batang dan rantingnya, mirip pohon cemara tetapi tidak tinggi, yakni lebih pendek. Wallahu a‟lam].

Adapun bunganya yang berleher panjang lagi berbau harum, berwarna putih kehijauan [Kira-kira bentuknya mirip bunga turi]. Buahnya berbentuk kerucut dapat dimakan, dikenal juga dengan nama ghardaq.

Abu Zaid al Anshari mengatakan,”Pohon gharqaddapat tumbuh di segala tempat, kecuali di pasir yang panas.”

Adapun disandarkannya pohon gharqadsebagai pohon Yahudi yang akan menjadi tempat persembunyian mereka, ini menunjukkan bahwa, di antara makhluk Allah, meski itu benda-benda mati tak bernyawa, ada yang tidak taat kepada perintah Allah dan melakukan hal yang tidak disukai Allah. Sebagai contoh, yaitu perbuatan sebuah batu yang membawa lari pakaian Nabi Musa Alaihissallam saat beliau mandi, sehingga Musa Alaihissallam memukulnya

Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu pernah beberapa kali menanam pohon ini pada tahun 1992 yang kemudian menjadi ramai diberitakan media.

Juga penanaman dan pembelian pohon Gharqad yang disponsori oleh Jewish National Funs (JNF), pohon ini sekarang sudah mulai ditanam di daerah Palestina sebagaimana disebutkan dalam websita jewish national fund (www.jnf.org) di bagian JNF store.

Mereka dengan serius mengiklankan di dalam situs tersebut bahwa siapa saja bisa membeli pohon Gharqad secara online dan kemudian menyumbangkannya ke Israel untuk ditanami di Tanah Palestina. Harga sebatang pohon tersebut sebesar US$ 18, dan barangsiapa yang membeli tiga batang seharga US$36 akan mendapat satu batang gratis.

Baca juga:   Hasil Penelitian tentang Pohon Gharqad di Israel

Bukan itu saja, pengepakkannya pun pembeli bisa memilih dengan memakai plastik (dikenai tambahan biaya US$10 perbatang) atau dengan peti kayu (US$50 perbatang). Dan untuk waktu pengirimannya, pembeli bisa memilih antara yang super cepat (US$30 perbatang, dijamin sampai di Tanah Palestina hanya dalam waktu 2 hari), cepat (US$15 perbatang dengan waktu 3 hari), dan reguler (tidak disebutkan). Untuk keterangan lebih lanjut, mereka juga menyediakan sebuah nomor hubungan internasional (888) JNF-0099 dan 1-800-542-TREE. Hanya mata uang dollar AS yang diterima sebagai pembayaran yang sah.

JNF didirikan pada kongres Zionis kelima pada tahun 1901, sejak berdiri sudah gencar membeli tanah-tanah di Palestina yang masih berada di bawah wilayah Turki Usmani. Tahun 1935, JNF mengklaim menanam 1,7 juta pohon gharqad di kawasan seluas 7KM persegi di Palestina.

Pohon Gharqad, Memiliki Duri Beracun dan Jadi Tempat Bersembunyi Yahudi

Salah satu mukjizat nabi Muhammad Shallallahu Alaihiwasallam adalah berita tentang hal-hal yang ghaib

Nabi Shallallahu Alaihiwasallam telah memberikan kabar tentang perisriwa-peristiwa yang akan terjadi pada hari mendatang seperti tanda-tanda terjadinya hari kiamat, tentang hal ini Sahabat Huzaifah Ibnul Yaman mengatakan:

“Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam telah memberi kabar padaku tentang apa saja yang akan terjadi sampai hari kiamat, tidak ada satu hal pun kecuali aku tanyakan, hanya saja aku belum bertanya pada beliau tentang satu hal, apakah yang akan mengeluarkan orang Madinah dari Madinah.”[9]

Dan berita itu tidak hanya dihususkan untuk Sahabat Huzaifah saja, karena Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam pernah memberi khutbah sehari tentang apa saja yang akan terjadi semenjak zaman beliau sampai hari kiamat.

Contoh berita ghaib dari Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam, sabda beliau bahwa tidak ada seorang pun yang masuk surga lalu ingin dikembalikan ke dunia kecuali orang yang mati syahid, ia ingin mati syahid sebanyak sepuluh kali lagi karena melihat karamah dari syahid tersebut [10]. Kabar gembira dari Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam bahwa kerajaan Persia dan Romawi akan hancur dan harta mereka akan diinfakkan di jalan Allah.[11]

Bekal Dakwah Dari Hadits di atas

Da’i

Pada hadits di atas dapat kita ambil satu sikap yang mesti dilazimi bagi seorang da’i, yaitu sikap untuk selalu yakin akan janji-janji Allah dan Rasul-Nya, dan sebaliknya tidak bersifat putus asa.

Sebagian da’i, apabila orang yang didakwahi tidak menerima seruannya, ia lantas putus asa dan putus harapan sehingga meninggalkan dakwah. Padahal yang mesti diketahui bagi seorang da’i bahwa ia hanya sebagai mubaligh (penyampai) saja dan sebagai tabligh al- hujjah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana firman Allah tentang suatu kaum yang mengingkari yaum sabt (harinya Bani Israil), Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras? mereka menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.(QS al-A’raaf : 164)

Sikap lainnya yang mesti ditumbuh kembangkan bagi pengemban dakwah adalah sabar, sabar dalam berdakwah berarti sabar sebelum, ketika dan setelah berdakwah, seorang da’i amat membutuhkan terhadap sifat sabar ini. Dan Allah Subhanahu Wata’ala telah memerintahkan Nabi-Nya agar berhias dengan sikap sabar ini, Ia berfirman: “Bersabarlah kamu sebagaimana bersabarnya ulul azmi dari para rasul.”

Pada hadits di atas juga terdapat anjuran untuk selalu bersifat optimis dan menjauhi sifat pesimis sehingga menimbulkan kemalasan dan pengabaian terhadap kewajiban, salah satu sebab munculnya sikap pesimis adalah tidak memahami karakteristik pertarungan antara yang haq dan yang batil dan mencermati realitas umat sekarang tanpa memperhatikan masa lalu.

Dr Sayid Muhammad Nuh memberikan beberapa obat dari penyakit pesimis ini, di antaranya adalah memahami diri dengan pemahaman yang bisa menumbuhkan kepercayaan terhadap diri sendiri, mercermati realitas bahwa kita mempunyai musuh dan senantiasa menelaah kisah orang terdahulu baik yang membenarkan atau mendustakan Allah Subhanahu Wata’ala. [12]

Materi

Seorang da’i wajib menjelaskan kepada mad’unya sebagaimana Nabi saw menjelaskannya. Hal utama yang harus didakwahkan adalah aqidah shahihah (aqidah yang benar), beriman kepada Allah dan sifat-sifat-Nya dan mengimani Nabi, Malaikat dan Hari Akhir.

Menjelaskan tentang jihad dan amar ma’ruf nahi mungkar, serta penerimaan (istislam) terhadap syariat Allah serta menyeru untuk berakhlak mulia dan menjalin ukhuwah imaniyah [13] serta menjelaskan tentang materi al-Wala’ wa al-Bara’ yang menjadi salah satu inti dari keimanan.

Uslub dan Wasilah

Uslub dakwah dan wasilahnya telah banyak dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam al-Quran dan Nabi Shallallahu Alaihiwasallam dalam haditsnya, dan ayat yang paling gamblang menjelaskan adalah firman Allah Subhanahu Wata’ala:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125)

Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan tentang uslub yang sepatutnya dimiliki seorang da’i adalah Hikmah, hikmah berarti penjelasan serta dalil yang terang yang bisa menyingkap kebatilan[14]. Metode lainnya adalah dengan jalan memberi kabar gembira kepada mad’u, memberi kabar gembira akan membuka hati manusia untuk mau menerima kebaikan dan dengban peringatan akan mencegah manusia dari berbuat kejelekan

Rasulullas Shallallahu Alaihiwasallam diutus sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam QS. Al-Furqan: 56: “Dan tidaklah kami mengutusmu selain sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan.”.Ibnu Jarir at-Thabari menjelaskan makna Mubasyir pada ayat ini sebagai pemberi kabar gembira tentang surga dan pahala yang disegerakan.

Baca juga:   Biografi Ibnu Shalah dan Perkembangan Ilmu Hadis dari Sebelum sampai Setelah Masa Ibnu Shalah

Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihiwasallam telah besabda:

Permisalan antaraku dan apa yang Allah utuskan kepadaku adalah seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata: “Sungguh aku telah melihat tentara datang dengan mata kepalaku. Dan aku hanya memberi peringatan saja, maka selamatkanlah diri kalian.” Ada sekelompok dari kaum itu yang mentaatinya lalu pergi dari temnpat tersebut sehingga mereka selamat, dan kelompok lainnya tetapi di tempat itu, sehingga mereka dihancurkan oleh tentara tersebut. Maka otiulah permisalan antara orang yang mentaatuiku dan mengiukuti apa yang aku bawa dengan orang yang menentang dan mendustai kebenaran yang aku bawa.” (HR. Bukhari Muslim)

Selain itu hendaknya seorang dai juga bersikap seimbang ketika menerangkan kepada mad’u tentang Tarhib berupa balasan di dunia, dan azab di akhirat dengan Targhib yang didapat seperti pahala dan kebaikan [15] Hikmah dari seimbang dalam Targhib dan Tarhib adalah sebagai obat untuk jiwa, misalnya orang yang shalih hendaknya mendapat peringatan dari perbuatan maksiat, tetapi ia juga harus mendapatkan Tarhib tentang ketaatan dan kenikmatan surga, dengan cara inilah jiwa seseorang akan menjadi seimbang dan jika tidak ada keseimbangan akan mengakibatkan seseorang berputus asa atau terlalu berlebih-lebihan dalam beibadah. [16]

Dakwah di jalan Allah berada pada pertengahan (tawasuth) yaitu antara orang ang bersikap ifrath (berlebih-lebihan) yang memaksa mad’u untuk menjalalankan perintah agama tanpa memberikan sikap toleransi, contohnya seperti seseorang yang menganggap bahwa duduk istirahat dalam shalat hukumnya sunnah, sehingga jika ada yang tidak melakukannya, ia akan bertanya: “kenapa kamu tidak melakukannya?” sedangkan ulama sendiri masih berselisih tentang hukumnya.

Kebalikan dari ifrath itu adalah sikap tafrith (terlalu meremehkan) dalam berdakwah seperti seseorang yang menganggap bahwa mad’unya sulit untuk didakwahi. Dan jalan yang telah diberikan Nabi r adalah jalan at-Taisir atau memudahkan sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihiwasallam: ketika mengutus Abu Musa al-As’ari ke Yaman “Mudahkanlah dan jangan mempersulit, berilah berita gembira dan jangan membuat putus asa.”. (HR. Bukhari: 1/38)

Dan sabda Nabi Shallallahu Alaihiwasallam ketika ada orang Yahudi yang mengucapkan salam kepadanya dengan mengatakan “as-saamu ‘alaikum” yang artinya: mati kena racunlah kamu, lalu Nabi r memerintahkan Aisyah untuk tidak membalasnya kemudian Nabi Shallallahu Alaihiwasallam memberikan satu berita gembira bahwa doa yang benar akan dikabulkan dan doa orang yang dhalim tidak akan dikabulkan karena ia adalah doa yang batil. [17]

Maka hendaknya seorang da’i menggunakan cara Targhib dan Tarhib dengan seimbang dalam menjalankan dakwahnya dan menjauhi sifat keras dan bengi sebagaimana perkataan Imam Ahmad; “Manusia membutuhkan cara yang lembut bukan kekerasan, kecuali orang yang telah jelas-jelas kefasikan dan keburukannya, maka ia wajib untuk dilarang.” [18]

Akhirnya, semoga penjelasan singkat ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi bekal bagi para pengemban dakwah dalam mengarungi jalan dakwah yang terjal dan penuh cobaan.

Referensi:

  1. Yusuf al-Wabil, Asratu as-Sa’ah,Dar Ibn al-Jauzi, cet XXI
  2. Syaikh Wahf al-Qahthani, Fiqh ad-Da’wah fi Shahih Bukhari Muslim, (Riyadh, ar-Riasah  al-Ammah li al-Idarat al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta’ wa ad-Da’wah  wa al-irsyad, 1421 H), cet I
  3. Dr. Muhammad Ismail al-Muqaddam, Ahdaf ad-Dakwah wa al-Munthalaqatuha,Maktabah Syamilah
  4. Adnan bin Muhammad Ali, Manhaj ad-Dakwah di Dhaui al-Waqi’ al-Muashir, Maktabah Syamilah
  5. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, al-I’tidal di ad-Da’wah, Maktabah Syamilah
  6. Syaikh Abdul Aziz ibnu Baz, Dakwah Ad-Da’watu ilallâh wa Akhlâqud Du’ât, Maktabah Syamilah
  7. Dr. Sayid Muhammad Nuh, Penyebab gagalnya Dakwah, (Jakarta, Gema Insani Press, 1998), cet I
  8. Majalah As-Sunnah edisi 08/Tahun V/1422H/2001M
  9. www.hidayatullah.com kamis 8 marert 08.15

[1] Ibnu Hajar al-Atsqalani, Tahzib at-Tahzib, juz I, hal. 248

[2] Ibnu Hajar al-Atsqalani, Tahzib at-Tahzib, juz VII, hal. 424

[3] Majalah As-Sunnah edisi 08/Tahun V/1422H/2001M hal. 21-22.]

[4] Yusuf al-Wabil, Asratu as-Sa’ah, ,(Riyadh, Dar ibn al-Jauzi), cet XXI, hal 333

[5] HR. Bukhari dalam kitab al-Manaqib bab ‘Alamat an-Nubuwah

[6] HR. Ahmad 7/190 no 5353 dan sanadnya shahih

[7] HR. Ibnu Majah dalam kitab al-Fitan bab Fitnah ad-Dajjal wa Khuruj Isa bin Maryam wa Khuruj Ya’juj wa Ma’juj, 2/1359-1363

[8] Yusuf al-Wabil, Asratu as-Sa’ah,(Riyadh, Dar ibn al-Jauzi), cet XXI, hal 333

[9] HR. Muslim dalam kitab al-Fitan wa Asratu as-Sa’ah

[10] HR Bukhari no: 2795 dan Muslim no: 1877

[11] HR. Bukhari no 3121 dalam kitab al-Manaqib bab Alamat an-Nubuwah fi al-islam

[12] Dr. Sayid Muhammad Nuh, Penyebab gagalnya Dakwah, (Jakarta, Gema Insani Press, 1998), cet I, hal. 159

[13] Syaikh Abdul Aziz ibnu Baz, Dakwah Ad-Da’watu ilallâh wa Akhlâqud Du’ât, hal. 5

[14] Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Dakwah Ad-Da’watu ilallâh wa Akhlâqud Du’ât, hal. 5

[15] Dr. Muhammad Ismail al-Muqaddam, Ahdaf ad-Dakwah wa al-Munthalaqatuha, hal. 7

[16] Adnan bin Muhammad Ali, Manhaj ad-Dakwah di Dhaui al-Waqi’ al-Muashir, juz 1 hal. 133

[17] Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, al-I’tidal di ad-Da’wah, hal. 14

[18] Syaikh Shalih Alu Syaikh, Qism al-Ilmi wa ad-Da’wah, hal. 17

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *