Tarbiya as Soul Making bersama Dr. Samir Mahmoud

Home » Tarbiya as Soul Making bersama Dr. Samir Mahmoud

Catatan dari webinar yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu bersama CITE (Centre for Islamic Thought and Education) dari UNISA, Universitas South of Australia. 

Saya sempat mengikuti beberapa serial webinarnya tentang Renewal in Islamic Education.

Di webinar ini, saya mencatat materi Dr. Samir Mahmoud dari Usul Academy yang menjawab dua pertanyaan penting. 

Pertama, apa yang dimaksud dengan pendidikan (tarbiyah)? 

Kedua, apakah yang dimaksud dengan manusia (al-insan)?

Banyak dari kita yang beranggapan, mengetahui apa itu manusia, namun sistem pendidikan kita tampaknya tidak diarahkan untuk mendidik manusia secara keseluruhan, setidaknya sebagaimana kita memahami manusia dalam tradisi Islam. 

Makna Tarbiyah

Apa itu Tarbiyah dan apa yang kami maksudkan ketika mengatakan Tarbiyah adalah sebuah proses jiwa (soul making)?

Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris (education) dan Arab (Tarbiyah) merujuk pada dua proses yang saling melengkapi. 

Aspek Pertama adalah mengembangkan proses ‘menarik’ dunia luar ke dalam diri kita (dari luar ke dalam). 

Jadi pendidikan adalah dua momen, dua langkah, dua proses yang saling melengkapi. yang pertama adalah bagaimana kita memandu proses menarik dunia. 

Sebagai manusia, kita bernafas di dunia, kita menarik pengaruh-pengaruh, baik itu sosial, budaya, lingkungan, spiritual, dan lain-lain. 

Kita adalah individu yang terbuka terhadap pengaruh dari dunia luar. Dunia luar kita tidak hanya mengacu pada wilayah fisik (alamul mulk), tetapi juga mengacu pada dunia perantara (alam malakut) dan juga di luar itu.  

Jadi, pendidikan kita adalah sebagian dari membimbing atau menumbuhkan proses menarik dunia luar ke dalam diri kita. 

Aspek kedua adalah mengembangkan proses ‘menarik keluar’ kemungkinan-kemungkinan yang terpendam di dalam diri kita (dari dalam ke luar)

Kita tidak hanya menarik napas tapi juga ada proses menarik napas keluar. Menarik napas dalam arti pendidikan merupakan proses bagaimana kita mengeluarkan atau mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan terpendam di dalam diri kita dan bagaimana kita mengeluarkannya ke dunia dan mengaktualisasikannya.

Kita dapat mendefinisikan pendidikan atau tarbiyah sebagai proses ganda yaitu menarik ke dalam dunia baik dunia yang terlihat maupun dunia yang tidak terlihat dan semua pengaruh dan faktor yang terlibat.

Menarik keluar ke dunia apa yang ada di dalam diri kita terutama bagaimana kita mengembangkan jenis-jenis praktik, ide, watak, bentuk-bentuk kebajikan, pengetahuan yang memungkinkan kita untuk mengaktualisasikan benih tersebut sehingga dapat matang dan tumbuh menjadi buah. Mengaktualisasikan ahsanu taqwim (sebaik-baik makhluk) dan khalifah Allah fil Ardh (khalifah Allah di muka bumi).

Apa yang diajarkan oleh pandangan dunia (worldview) Islam kepada kita, bahwa dunia dalam dan dunia luar jauh lebih kaya dan jauh lebih multidimensi daripada apa yang biasanya dirujuk oleh pendidikan sekuler. 

Ketika kita berbicara tentang interioritas dan membawanya keluar, kita tidak hanya berbicara tentang ide dan pemikiran internal kita, tetapi juga seluruh dunia interior yang menghubungkan kita sampai ke luar dan ke dalam (alam malakut dan alam lahut). 

Ada dunia batin yang sangat luas yang sedang kita bicarakan dan ada juga dunia luar yang sangat luas. Jadi pendidikan mestinya membimbing proses pengembangan gerakan ke dalam dan gerakan ke luar – pendidikan mencakup kedua proses ini. 

Ada Ungkapan “Biji pohon ek ingin menjadi pohon ek” (acorn wants to become an oak) yang menggambarkan keinginan atau potensi bawaan untuk menjadi sesuatu yang spesifik, sesuai dengan nature atau kodratnya.

Kita semua datang ke dunia ini dengan seperangkat potensi yang ingin diaktualisasikan di dunia ini. 

Dalam dunia penciptaan, seluruh proses menarik ke dalam dan menarik keluar paling jelas terlihat dalam perjalanan benih yang menarik ke dalam dunia untuk mendapatkan nutrisi, sinar matahari, dan berbagai faktor lingkungan, setelah itu ia menarik keluar dan membuka esensinya sehingga ia dapat menghasilkan buah setelah proses pertumbuhannya selesai. Jadi buahnya sudah terkandung di dalam benih secara potensi.

Baca juga:   Metode Rasulullah SAW Dalam Menyikapi Anak Usia Puber

Seperti benih, Al-Quran memberi kita banyak analogi tentang pohon, tanaman, dan kebun sebagai analogi alamiah karena ada korespondensi antara simbol-simbol atau tanda-tanda alamiah ini dengan diri kita sendiri. 

Dengan cara yang sama, tanaman tumbuh secara vertikal ke atas dan ke bawah dalam kegelapan tanah, ia menarik nutrisi. Melalui daun dan cabang-cabangnya, ia menarik karbon dan segala macam elemen lain yang berbeda dari udara dan air, dan sebagainya. 

Dalam kegelapan tanah semacam itu, ia secara bertahap keluar dari permukaan dan mulai berdiferensiasi menjadi pohon yang berbeda, yang berada di bawah pengaruh berbagai faktor lingkungan.

Demikian juga, manusia tumbuh dari kegelapan rahim dan muncul ke dunia ini dan secara bertahap melalui serangkaian diferensiasi selama masa hidup dan berbagai tonggak sejarah, ego kita, identitas kita mulai dibedakan dari jenis primordial, katakanlah kondisi yang tidak terdiferensiasi pada masa kanak-kanak kita dan secara bertahap sampai pada usia 18 tahun, atau umur 20, 21 tahun kita menjadi individu yang sangat berbeda dengan pandangan atau identitas yang berbeda.

Dua momen menarik ke dalam dari luar dan menarik ke luar dari dalam merupakan proses yang mendefinisikan pertumbuhan, pendewasaan, dan aktualisasi semua hal alami termasuk manusia. Inilah proses pendidikan. 

Apa itu Manusia

Mari kita merenungkan apa itu manusia (al-insan)?

Apa implikasinya dalam hal menarik ke dalam (drawing in) dan menarik ke luar (drawing out)?. 

Ada beberapa cara dalam tradisi Islam ketika berbicara dan membahas tentang manusia, dan penting untuk kita perhatikan pada saat ini. 

Ketika mengatakan ada banyak cara, maksud secara harfiah ada banyak cara yang berbeda dalam memandang manusia. Kita adalah makhluk yang sangat kaya, makhluk yang sangat kompleks yang diciptakan Allah.

Jika kita memanfaatkan kekayaan dan keragaman tradisi Islam yang sangat luas, kita dapat mengambil banyak perspektif yang memiliki relevansi langsung dengan pendidikan di masa kini.

Apa yang dimaksud dengan makhluk manusia ini? 

Dr. Samir Mahmoud memberikan definisi manusia sebagai berikut:

Manusia terdiri dari roh (ruh) yang dihembuskan (nafaha), yang ditiupkan ke dalam jasad (jasad) oleh Allah dan dianugerahi dengan potensi-potensi alamiah dan bawaan (fitrah), yang mencari pemenuhan dan aktualisasi (tahqiq) sepanjang masa kehidupannya (mawasim al-umur). 

Ini adalah definisi sangat komprehensif tentang apa sebenarnya manusia itu.

Pada hakikatnya, ar-ruh dihembuskan ke dalam tubuh fisik dan mewujud di dunia fisik dalam tubuh bagian dalam yang ada saat ini. Ar-Ruh yang mengatur tubuh. 

Semua dianugerahkan kepada kita oleh Allah Swt. Ketika ruh datang ke dunia dan dihembuskan ke dalam tubuh, ruh membawa seperangkat atau sekumpulan potensi, kemungkinan, watak alamiah, bawaan, sehingga kita datang ke dunia ini bukan dalam keadaan kosong. Kita datang ke dunia ini dengan membawa berbagai kemungkinan bawaan yang ingin diaktualisasikan (tahqiq).

Berbagai kemungkinan dari sifat bawaan atau fitrah ini mencari aktualisasi pada saat-saat yang berbeda dan momen-momen yang berbeda atau tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam rentang kehidupan kita. Dalam tradisi Islam klasik, menyebutnya sebagai masa kehidupan individu (mawasim al-umur) di dunia ini. 

Sebuah gambaran yang sangat indah karena menunjukkan bahwa sejak awal ruh bekerja melalui keberadaan kita. Ruh memandu perkembangan janin di dalam rahim. Ruh adalah esensi kita dan ia membawa berbagai kemungkinan yang berbeda.

Baca juga:   Rethinking Islamic Pedagogy by Dr. Abdullah Sahin

Termasuk menurut banyak ulama, perjanjian antara Allah dengan semua manusia di alam arwah sebelum mereka diciptakan di dunia.

“Alastu birabbikum, qalu bala syahidna”

Allah bertanya kepada semua ruh manusia, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan mereka semua menjawab, “Betul, Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.”. (Surah al-A’raf: 72)

Kita datang ke dunia ini dengan sebuah memori, sebuah ingatan, sebuah kenangan yang berbeda, atau bekas-bekas perjumpaan dengan Allah, yang menjadi saksi dari sebuah momen syuhudi, namun kita juga datang ke dunia ini sebagai perwujudan dari berbagai nama-nama Ilahi yang berbeda.

Kita datang ke dunia sudah dimuliakan dan sudah dengan begitu banyak hal yang kaya, manusia memanifestasikan semua nama-nama Ilahi dan merupakan puncak penciptaan Khalifah Allah di muka bumi. Kita memiliki ruh memanifestasikan semua totalitas nama-nama Ilahi dengan cara yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang ada.

Mikrokosmos dan Makrokosmos

Manusia juga memberikan gambaran lain yang menarik implikasinya dalam pendidikan. Manusia adalah makhluk mikrokosmos (jurmun shaghirun) dari makrokosmos (al-alam al-akbar). Dalam diri kita terdapat totalitas dari tatanan dunia yang diciptakan. 

Sekarang sangat sulit bagi kita untuk memahami hal ini karena kita berada dalam pandangan dunia yang sangat materialis, positivis, reduksionis, dan sebagainya. Kecuali jika kita menemukan kembali kekayaan dari pandangan multi-tingkat tentang eksistensi yang berlapis-lapis dari manusia.

Tripartit Manusia

Kita dapat melihat manusia sebagai sesuatu yang terdiri dari tiga komponen. Namun, sebenarnya ketiga komponen tersebut bukanlah tiga komponen yang berbeda. Manusia adalah realitas tunggal yang menyatu. 

Manusia memiliki ruh yang merupakan esensi. Manusia memiliki tubuh yang merupakan dunia fisik. Tetapi ketika yang terwujud dalam tubuh dan berbaur dengan dengan tubuh, kita menyebutnya jiwa.

Pandangan tripartit tentang manusia ini berarti bahwa kita hidup berdampingan secara bersamaan dalam berbagai tingkatan. Hidup berdampingan secara bersamaan dalam berbagai tingkat realitas. Kita tidak hanya ada di dunia fisik, dunia fisik melalui panca indera memberi kita akses ke dunia fisik di sekitar kita. Tapi kita tidak hanya mendiami dunia fisik. 

Apa maksud dari pendidikan ketika kita mengatakan bahwa kita tidak hanya mendiami dunia fisik saja? 

Itu berarti ada kemampuan lain dalam diri kita di alam jiwa, di alam ruh yang membutuhkan perhatian kita yang cermat dalam proses pendidikan apa pun. Kemampuan-kemampuan yang sulit atau mode persepsi yang berbeda atau kapasitas yang berbeda untuk memahami dan mengetahui adalah fungsi dari berbagai aspek keberadaan kita. 

Qalb adalah realitas spiritual. Meskipun kalbu fisik, jantung fisik kita adalah bagian dari tubuh, ketika mengacu pada kalbu,  dalam tradisi Islam, kita mengacu pada realitas terdalam yang bersifat spiritual dan merupakan bagian dari kapasitas spiritual kita. 

Ketika berbicara tentang perasaan, meskipun ia bermanifestasi dalam tubuh, perasaan itu ada di dalam alam kehidupan jiwa kita.

Kita juga memiliki imajinasi. Dalam imajinasi ada dua jenis imajinasi yang berbeda. Ada imajinasi yang termasuk ke dalam dan yang lebih rendah di sana. Imajinasi yang termasuk dalam tingkatan yang lebih tinggi, yang mana kita menyentuh dunia yang kita punya ingatan, kita punya intelek, kita punya intuisi spiritual, dan sebagainya. Jadi kita memiliki berbagai modalitas. 

Pertanyaan untuk para Ahli Pendidikan

Pertanyaan bagi para ahli pendidikan adalah aspek apa dari fakultas-fakultas ini?

Berapa banyak dari fakultas-fakultas ini yang benar-benar kita didik di sekolah-sekolah kita? 

Berapa banyak yang benar-benar kita perhitungkan? 

Ini adalah pertanyaan sangat penting karena kita tidak bisa mengeluh ketika anak muda kita yang berusia remaja akhir dan mahasiswa awal ternyata hati (qalb) mereka tidak berfungsi. Mereka tidak dapat melihat di luar dunia fisik.

Baca juga:   Evaluasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)

Apakah kita pernah mendidik mereka untuk mengembangkan hati sebagai modus persepsi? 

Apakah kita pernah mendidik, membudayakan praktik tazkiyah. 

Apakah kita pernah membantu mereka dan mengajari mereka dalam memoles hati agar mampu melampaui fisik dan dst?

Fakultas dalam Jiwa Manusia

Manusia terdiri dari tubuh, jiwa, dan ruh, tetapi manusia juga terdiri dari berbagai tingkatan. 

Di dalam jiwa, menurut beberapa aliran klasik, kita memiliki jiwa mineral (mahdaniyah), ini berhubungan dengan fisik mineral tubuh kita. Tubuh kita terdiri dari mineral, benar dan kita berbagi dengan dunia fisik lainnya. 

Jiwa manusia juga bersifat meditatif. Jiwa meditatif dalam pemikiran klasik mengacu pada kekuatan-kekuatan kehidupan di dalam diri kita yang mengatur proses nutrisi, pertumbuhan dan penyembuhan. 

Dari janin seperti dan ketika anak lahir dan ketika seorang anak naik ke usia 21 dan 22 tahun dan seterusnya. Ada kekuatan-kekuatan hidup yang Anda tahu tumbuh memandu proses nutrisi, pertumbuhan dan penyembuhan tubuh, metabolisme, dll.

Semua ini adalah proses yang sangat menarik dan penting untuk memahami apa yang terjadi di dalam diri anak saat ia tumbuh dewasa, karena dengan memahami apa yang terjadi dan kapan terjadinya, akan membantu kita untuk memahami apa yang harus diajarkan dan kapan mengajarkannya. 

Manusia juga memiliki nafs hayawaniyah yang biasanya berhubungan dengan naluri dan kekuatan dasar seperti rasa lapar, haus, dorongan seksual, rasa takut, dan lain-lain. Terkait juga dengan sistem saraf kita, perasaan batin yang belum sempurna yang terutama mendorong naluri dan dorongan. 

Ketika para ulama mengatakan bahwa kita harus mendisiplinkan nafs hayawaniyah, yang mereka maksudkan bukan menghilangkannya, melainkan membawanya di bawah pengaruh jiwa manusia, nafs insaniyyah, karena semua aspek ini, baik itu jiwa mineral, jiwa vegetatif, maupun jiwa hewani, semuanya merupakan proses-proses fundamental yang terjadi di dalam diri kita. 

Masing-masing memiliki tonggak perkembangan yang berbeda sepanjang kehidupan seorang anak. 

Misalnya, pada nafs hayawaniyah, hasrat dan dorongan seksual tidak benar-benar muncul pada seorang anak sampai awal masa remaja, 

Penting juga untuk memahami misalnya ketika kita berbicara tentang jiwa manusia (nafs insaniyyah), pada tahap mana seorang anak berkembang ketika kita melatih kehendak, karena kehendak adalah rasa identitas yang unik, rasa menjadi makhluk yang rasional dan sadar diri. Inilah fungsi-fungsi ini mendefinisikan kita sebagai manusia, berbeda dengan makhluk-makhluk lain di alam ini.

Kapan kita melatih, kita tidak bisa berbicara secara rasional kepada anak yang belum mengembangkan kapasitas kognitifnya, misalnya. 

Pada usia berapa kita melatih kemauan? kapan kemauan itu benar-benar muncul? Kapan kita bisa benar-benar secara langsung berbicara pada anak? 

Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat penting yang harus kita pertimbangkan dan tradisi klasik memberikan beberapa panduan dan indikasi dalam hal ini. Masih banyak lagi cara-cara lain untuk melihat manusia yang dapat memperkaya pemahaman pendidikan kita tentang anak dan proses yang terjadi di dalam diri anak.

Mengapa seorang anak pada usia tertentu cenderung banyak menggambar dan melukis. Mengapa mereka menumbuhkan rasa imajinasi lebih banyak dibandingkan dengan usia lainnya? Mengapa pada usia tertentu misalnya seorang anak menuntut penjelasan melalui logika dan nalar dan mereka tidak menuntutnya pada usia yang lain misalnya. 

Mengetahui semua ini sangat penting dan menjabarkan fungsi-fungsi jiwa yang berbeda atau aspek-aspek jiwa yang berbeda dalam cara yang memungkinkan kita untuk melihat, bahwa apa yang berkembang di tingkat tubuh, apa yang berkembang di tingkat keterampilan motorik, sensorik, apa yang berkembang di tingkat emosi kapan berkembang apa apa yang berkembang di tingkat kapasitas moral fungsi kognitif dll. 

Sumber:

CITE Webinar

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *