Harmoni Alam dalam Tarian dari Bumi Sikerei

Alat musik dari kendang bergema di udara malam itu. Empat orang Sikerei dari suku Mentawai berdiri di atas panggung di Aula Pertemuan Dusun Buttui, mereka bersiap melakukan maturuk atau menari sebagai rasa hormat menyambut para tamu dari APB dan BUMN.

Malam ini menjadi malam bersejarah bagi warga dusun Buttui, dimana mereka bisa mengeluarkan keluh kesah kepada perwakilan BUMN khususnya PLN yang terdiri dari 7 orang perwakilan PLN Pusat dan PLN Sumbar. Salah satu warga Buttui bernama Fernando yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik, menjelaskan kepada para tamu BUMN keinginan masyarakat agar segera diberikan listrik bagaimanapun caranya.

Setelah ada perwakilan dari warga Buttui tersebut, APB juga memperesentasikan dihadapan warga Buttui proyek yang akan dibangun di Buttui, yaitu membangun Play Ground di Dusun Buttui.

Saat ini sudah dibangun tempat bermain voli dan bola futsal di Buttui yang mampu menarik anak-anak muda berkumpul, namun untuk anak kecil antara 5-7 tahun belum ada tempat bermain, mereka hanya bisa melihat kakak-kakak mereka asyik bermain bola. Proyek ini akan dilaksanakan dengan bantuan seluruh warga, khususnya untuk mengumpulkan batu-batu sebagai landasan paling bawah tanah play ground.

Turuk Manyang

Turuk Manyang merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari Siberut Selatan yang biasanya dilakukann oleh Sikerei dalam ritual dan upacara adat masyarakat Mentawai.

Empat orang Sikerei menarikan tarian yang terinspirasi dari alam, menceritakan hubungan intens antara manusia dan hutan di Mentawai yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat mereka, selain itu sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan manusia dengan hewan dan hutan di Mentawai.

Hentakan kaki seirama, sesekali mereka mengembangkan lengan menyerupai burung. Di ujung jari mereka, tepatnya di antara telunjuk dan jari manis terselip sehelai daun yang tumbuh di Mentawai.

Baca juga:   Mengenal Rumah Adat Mentawai di Dusun Buttui

Selain di sela-sela jari, dedaunan juga dipasangkan pada beberapa bagian lain di tubuh, seperti pada lengan, dan di bagian belakang tubuh, dedaunan tersebut disematkan pada cawat atau kabit yang merupakan pakaian tradisional masyarakat Mentawai.

Selain mengenakan cawat atau kabit, pada bagian pinggang penari juga dikenakan sabok, serupa kain penutup dari pinggang hingga lutut dengan motif garis-garis yang memadukan warna merah, putih dan hitam. Sementara pada bagian lengan atas terdapat lekkau yang juga berguna untuk menyelipkan dedaunan.

Tarian Mentawai yang Dipelajari dari Alam

Sejak zaman dahulu, masyarakat Mentawai hidup dan menggantungkan kehidupan mereka dari hutan, sehingga interaksi antara manusia dan hutan menjadi begitu intens dam ikut mempengaruhi kebudayaan masyarakat.

Terdapat beberapa gerakan dimana penari terlihat menyerupai burung ketika mengibaskan tangan seperti burung yang mengepakkan sayapnya, gerakan lain seperti seekor burung sedang bercengkerama ketika mencari makan.

Saya sendiri sempat menanyakan gerakan-gerakan dari tarian itu ketika kami sedang mengobrol santai, dengan jelas salah satu sikerei memperagakan bagaimana gerakan monyet, burung, harimau dan hewan lainnya.

Saya memvideokan irama yang biasa digunakan ketika melakukan tari Sikerei.

Di video ini ada Aman Tarik, salah satu Sikerei di Buttui.

Jumal Ahmad/APB

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *