Dalam jiwa setiap insan ada yang mengajak untuk kebenaran yaitu Jiwa takwa, jiwa yang suci dan ada unsur kotornya namanya Jiwa fujur. Inilah penyebab adanya maksiat karena mengikuti keinginan sendiri yang bertentangan dengan akal.
Pelajaran terbesar dari Nabi Ibrahiim dan keluarganya adalah : kepasrahan dan sikap berserah diri yang total kepada Allah swt, ini digerakkan dengan rasa kecintaan kepada Allah yang melebihi cinta kepada ciptaanNya.
Nabi Ibrahim suritauladan kita, mampu menaklukan nafsunya dengan mentaati perintah Allah swt. Mampu mencintai Allah diatas segalanya, sehingga pasrah , tunduk dan berserah diri total kepada Allah.
Sudahkah kita menjadikan Nabi Ibrahim dan keluarganya sebagai figur kita dalam perilaku sehari hari ?. Inilah rahasia dalam keseharian kita, tidak pernah lepas menyebut nama Nabi Muhammad sallallahu ’alaihi wasalam dan Nabi Ibrahim dalam sholat kita pada posisi duduk tasyahud akhir yaitu agar kita mengikuti jejak beliau. Menundukkan nafsu kita kepada Allah. Bukan kita tunduk kepada nafsu ini.
Rasullah sallallahu ’alaihi wasalam bersabda ;
“Tidaklah sempurna keimanan seseorang , sampai ia jadikan hawa nafsunya tunduk dan taat kepada semua yang aku bawa ( ajaran Islam )”
Diagnosalah diri kita, apakah sudah sempurna iman kita dengan cara menaklukkan nafsu kita, dan mengikuti apa yang dijelaskan dalam AlQuran dan Hadist. Atau sebaliknya (naudzubillah min dzalik) mengikuti keinginan diri kita dengan mengabaikan aturan Allah swt.
***
Paragraf di atas adalah nukilan dari khutbah Idul Adha oleh Ust Arifin Jayadiningrat, Direktur Islamic Character Development Jakarta, kajian beliau selalu mengajak pendengar untuk deep thinking dan memberikan paradigma baru dalam pembangunan karakter dari Al-Quran dan Hadits.
Maka senang sekali kami bisa men-share khutbah beliau yang sudah diformat dalam bentuk pdf agar bisa dibaca lebih banyak orang. Silahkan unduh di link inidan tuliskan komentarnya di bawah.