Makna dan Derivasi Kata Santri

Sekarang tampak kegagalan dunia Barat dalam bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan Barat terlalu mendewakan kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan hatinya terasa kosong dan hampa. Kecenderungan tersebut menyebabkan terjadinya degradasi moral di kalangan masyarakat Barat.

Fakta ini mendorong dunia Barat sana lambat laun harus dilengkapi dengan kecenderungan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).

Ketiga kecerdasan ini sudah ketinggalan zaman jika dibandingkan dengan apa yang sudah dijalankan di dunia pesantren. Pesantren sudah berhasil menggabungkan ketiga kecerdasan itu sejak lama dan kehebatannya masih bisa dirasakan hingga sekarang.

Saya mau berbagi ilmu tentang makna dari kata SANTRI yang pernah saya terima ketika masih nyantri dulu, sengaja saya share di hari Santri Nasional untuk menambah makna.

Hari ini adalah Hari Santri. Hari yang secara sejarah penuh gairah, perjuangan dengan ribuan tantangan, dan revolusi lintas generasi. Hari kemenangan bagi rakyat yang di setiap selnya mengalir darah merah-putih dan di setiap hentakan nafasnya terhembus kalimat Laa Ilaaha Illa Allah.

Jika pada tahun 1453, kaum Muslimin merayakan kemenangan Sultan al-Fatih bersama para Jenissari-nya, dan pada tahun 1187, pada perang Hittin, Kaum Muslimin merayakan kemenangan Salahuddin al-Ayyubi Bersama para prajurit berzirahnya, maka pada hari ini, Indonesia merayakan kemenangannya bersama para kaum bersarungnya.

Santri dan pesantren adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mulai dari dakwah Wali Songo dalam Islamisasi Nusantara, lalu dakwah para pahlawan layaknya Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro yang mengajak umat untuk berjihad melawan kezaliman serdadu penjajah asing, hingga akhirnya mereka dapat ditumpaskan dalam perang hingga titik darah penghabisan, 75 tahun yang lalu.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang hari santri dan latar belakangnya, alangkah baiknya kita mengupas satu per satu mengenai pesantren dan santri penghuninya.

Pesantren

Pondok pesantren adalah sebuah sistem Pendidikan Islam yang sarat akan khazanah keilmuan Islam. Pesantren menjadi saksi perjuangan Wali Songo di era awal-awal proses Islamisasi dimulai. Perannya sangat besar karena di padepokan-padepokan kuno dahulu kala, nilai-nilai Islam mulai disemai kepada jiwa-jiwa masyarakat nusantara.  Kata pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang bermakna asrama.

Pondok pesantren saat ini dipandang menjadi solusi sentral bagi permasalahan modern di era maraknya degradasi moral. Karena pendidikan pesantren yang sangat diorientasikan pada akhlak yang diajarkan Islam.  Selain itu, dibatasinya penggunaan gawai dan sosial media akan membatasi masuknya hal-hal negatif dan dapat menajamkan naluri dan kepekaan sosial.

Pesantren tertua di Indonesia adalah pesantren Ampel Denta di bawah naungan langsung dari Sunan Ampel Ali Rahmatullah atau lebih dikenal dengan Raden Rahmat. Pesantren sudah berdiri sejak tahun 1421 M. dari pesantren inilah, banyak sekali dai dan muballigh yang turut menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Nusantara. Diantara santrinya yang menjadi tokoh besar adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Raden Patah, Sultan pertama Kesultanan Demak.

Pesantren zaman Wali Songo seperti Pesantren Ampel Denta dan pesantren Sunan Giri telah tiada. Tongkat estafet penyebaran Islam pun banyak dilanjutkan oleh pesantren-pesantren dari para santri beliau. Pesantren tertua di Indonesia yang hingga kini masih eksis adalah Pesantren Sidogiri di Pasuruan.

Baca juga:   ICD Journey di Camp Hulu Cai

Pesantren Sidogiri didirikan pada tahun 1718 oleh Sayyid Sulaiman. Beliau adalah putra dari Sayyid Abdurrahman, Keturunan Nabi dengan marga Basyaiban. Dari ibunya, nasab Sayyid Sulaiman bersambung dengan Sunan Gunung Jati. Pesantren lain didirikan pada tahun 1787 yaitu Pesantren Darul Ulum Banyuanyar yang terletak di Madura. Hingga kini, jutaan pesantren telah tersebar ke seluruh pelosok negeri dengan keberagaman yang berbeda, luas lingkungan yang beragam, jumlah santri yang berwarna, dan metode pengajaran yang bercorak.

Metode pembelajaran pesantren terbagi menjadi dua metode dasar, yaitu salafi dan modern. Pondok pesantren salafi sangat menekankan pada pemahaman kitab kuning dan tidak mempelajari ilmu dunia. Sedangkan pondok pesantren modern adalah pesantren yang telah mendapat sentuhan sistem pendidikan modern dimana telah memdalami ilmu dunia, menggunakan kurikulum tersendiri, dan biasanya penekanan pada bahasa asing.

Ada juga pesantren yang menganut metode keduanya, mendalami kitab kuning dan mempelajari ilmu science modern serta bahasa asing.

Para santri umumnya mempelajari ragam keilmuan, mulai dari tata bahasa arab, tafsir, qiraat, tauhid, fiqih empat mazhab, hingga tasawwuf.

Santri

Santri telah menjadi kata yang tidak asing lagi di khalayak umum. Kata santri banyak dikaitkan dengan penyebutan kaum yang mendalami agama (tafaqquh fi ad-diin) di pondok pesantren. Kata pesantren pun dipandang awal katanya adalah pesantrian yang berasal dari kata santri. Beberapa ahli banyak mendefinisikan kata “santri” dalam ta’rif yang berbeda-beda dengan penelurusan dari beragam bahasa pula.

Salah satu versi yang dapat menjadi rujukan adalah menurut versi KBBI. Kata “santri” memiliki dua makna, yaitu orang yang mendalami agama Islam dan pemaknaan kedua adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh.

Bahkan, beberapa ahli meyakini bahwa tradisi “nyantri” telah ada di Indonesia sejak sebelum ajaran Islam masuk ke Nusantara. Oleh karena itu, definisi lain dari santri berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu berarti melek huruf. Hal ini dikarenakan para santri sejak dahulu telah mendalami naskah-naskah kitab kuno. Santri juga dapat diartikan dalam bahasa Jawa, yaitu cantrik yang bermakna murid yang selalu mengikuti gurunya.

Derivasi Kata Santri

Menurut ilmu linguistik, derivasi adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru. Meskipun dalam membuat derivasi tidak bisa diramalkan, namun dalam kata Santri bisa diderivasikan untuk menambah makna kata santri tersebut.

Pengertian kata Santri diberikan dengan jelas oleh Nur Kholis Madjid bahwa santri berasal dari kata “Sastri” dari bahasa Sansekerta yang artinya ‘literasi’ atau ‘melek huruf’ yang dikonotasikan dengan sekelompok orang jawa yang belajar agama dari buku yang ditulis dalam bahasa Arab.

Banyak pengertian lain dari Santri, penulis sendiri mendapatkan pengertian santri yang secara singkat kata santri berasal dari beberapa suku kata jika ditulis dalam bahasa Arab yaitu syin, nun, ta’ dan ra’ dari 4 kata ini kita akan menjabarkan makna santri.

SANTRI = SYIN, NUN, TA’, RA

SYIN = Syaatiru ‘Aibul Ummah (Menutup Aib/ Kejelekan Umat)

Santri bukan hanya mempunyai tanggung jawab ilmiah untuk menelaah kita kitab ulama saja, tetapi juga harus peduli dengan masalah umat.

Baca juga:   Resolusi Ramadhan

Ibnu Mubarak pernah mengatakan:

لايفتي المفني حين يفتي حتى يكون عالما بالأثر بصيرا بالواقع

“Tidaklah seorang mufti memberikan fatwa sampai dia mengetahui tentang atsar dan paham realitas”.

NUN = Naaibul Ulamaa’ (Wakil para Ulama’)

Naaib artinya wakil atau orang yang bisa dipercaya. Santri selalu setia dan mengikuti tutur kata para kyai, sejarah membuktikan ketika para kyai mengumandangkan perang kepada penjajah, kalangan santri adalah yang pertama melaksanakan titah itu.

TA’ = Taabi’ul Hudaa (Mengikuti Petunjuk)

Seorang santri tidak pernah bersikap taqlid atau hanya mengikut ikut saja, tetapi dia mengikuti petunjuk dari Alquran dan Hadits yang telah dijelaskan olej kyai.

Maka seorang santri tidak pernah lepas dari menunti ilmu, dia selalu ingat dengan pesan Imam Syafi’i berikut:

ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺬُﻕْ ﻣُﺮَّ ﺍﻟﺘَّﻌَﻠُّﻢِ ﺳَﺎﻋَﺔً ﺗَﺠَﺮَّﻉَ ﺫُﻝُّ ﺍﻟْﺠَﻬْﻞِ ﻃُﻮْﻝَ ﺣَﻴَﺎﺗِﻪِ

ﻭَ ﻣَﻦْ ﻓَﺎﺗَﻪُ ﺍﻟﺘَّﻌْﻠِﻴْﻢُ ﻭَﻗْﺖَ ﺷَﺒَﺎﺑِﻪِ ﻓَﻜَﺒِّﺮْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺭْﺑَﻌًﺎ ﻟِﻮَﻓَﺎﺗِﻪِ

Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar,

Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya

Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa mudanya,

Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat

RA’ = Raahibun Billail (Rajin Beribadah Di Malam Hari)

Santri menjadikan wirid dan shalat malam sebagai amalan yang tidak pernah dia tinggalkan.

Wirid dan shalat malam itu menjadi waktu dia untuk mengadu keluh kesah dan bernikmat bersama Tuhannya.

Makna Santri

Pendidikan seperti apa yang didapatkan di Pesantren?

  • Yang pasti pelajaran agama meliputi bahasa, kitab, tafsir, Hadits dan juga pendidikan kesederhanaan, kemandirian dan pengendalian diri dari Hawa nafsu.
  • Wadah berinteraksi dengan teman dari berbagi suku dan daerah yang menjadi bekal jaringan setelah dari pesantren.
  • Laboratorium kehidupan, dimana santri belajar hidup dan bermansyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya.

Agar para santri bisa memberikan kebaikan, kemanfaatan dan keselarasan hajat hidup manusia maka peran yang harus dibawakan santri dalam modrenitas adalah sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh sifat-sifat yang sesuai dengan syariat Al-Qur’an dan hadits masa kini. Yakni, umat Islam terutama para santri harus memiliki sifat-sifat seperti berikut:

  1. Santri harus bisa lebih baik dari orang lain (yang bukan santri).
  2. Santri harus bisa hemat dalam menggunakan fasilitas dan membelanjakan harta, tidak memubazirkan dan membuang-buang fasilitas dan harta yang ada, serta lebih canggih pemikirannya.
  3. Santri harus mempunyai pemikiran jangka panjang, membuang jauh-jauh pemikiran jangka pendek.
  4. Santri harus bisa menghargai waktu, mampu menggunakannya dengan baik, dan mengatur rutinitasnya untuk hal-hak yang positif.
  5. Santri harus kreatif, mampu menghadapi bermacam-ragam masyarakat di sekitarnya.
  6. Santri harus bisa mandiri, tidak selalu bergantung dan selalu menunggu “jemputan bola” dari orang lain.

Santri Menurut Hasan Nawawi dari Sidogiri

Pengertian santri oleh K.H Hasan Nawawi

السنتري بِشَاهِدِ حَالِهِ هُوَ مَنْ يَعْتَصِمُ بِحَبْلِ اللهِ اْلمَتِيْنِ وَيَتَّبِعُ سَنَّةَ الرَّسُوْلِ اْلاَمِيْنِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ يَمِيْلُ يُمْنَةً وَلاَيُسْرَةً فِىْ كُلِّ وَقْتٍ َحِيْنٍ هَذَا مَعْنَاهُ بِالسِّيْرَةِ وَالْحَقِيْقَةِ لاَ يُبَدَّلُ وَلاَيُغَيَّرُ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا وَاللهُ اَعْلَمُ بِنَفْسِ اْلاَمْرِ وَحَقِيْقَةِ اْلحَالِ

Santri berdasarkan peninjauan tindak langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada Alqur’an dan mengikuti sunnah Rasul SAW dan teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan dirubah selama-lamanya. Allah yang maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya.

Kyai Hasan Nawawi

Makna santri oleh Kyai Hasan Nawawi di atas sangat relevan dengan kondisi saat ini. Nilai-nilai santri tidak boleh goyang, hilang dan luntur menghadapi zaman di era industri saat ini.

Baca juga:   Sosiologi dan Pendidikan Modern Menurut Dr. Recep Şentürk

Santri yang bertahun-tahun melewati pendidikan agama 24 Jam dengan sistem keteladanan (uswah Hasanah) secara kontinyu dari kyai dan para ustadz akan lebih baik akhlak dan perilakunya dari pada mereka yang belajar hanya sebatas teori akhlak tanpa ada keteladanan dan bimbingan secara kontinyu.

Santri dan Pesantren memiliki nilai plus di samping kemudahan dan jaminan yang terkandung dalam hadits berikut:

Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit RA, Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya.

Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya) [HR Abu Dawud]

Hari Santri Nasional

Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri.

Penetapan tanggal 22 Oktober merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik 10 Nopember 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Peringatan Hari Santri 2021 secara khusus mengusung tema “Santri Siaga Jiwa Raga”.

Peringatan Hari Santri 2021 mengusung tema Santri Siaga Jiwa Raga, sebagai bentuk pernyataan sikap santri Indonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa dan raga untuk membela tanah air, mempertahankan persatuan Indonesia, dan mewujudkan perdamaian dunia. Siaga Jiwa Raga juga merupakan komitmen seumur hidup santri yang lahir dari sifat santun, rendah hati, pengalaman, dan tempaan santri selama di pesantren.

Siaga Jiwa berarti santri tidak lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai, dan ajaran Islam rahmatan lil’alamin serta tradisi luhur bangsa Indonesia. Karenanya, santri tidak akan pernah memberikan celah masuknya ancaman ideologi yang dapat merusak pemikiran dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia. Siaga Raga berarti badan, tubuh, tenaga, dan buah karya santri didedikasikan untuk Indonesia. Karenanya, santri tidak pernah lelah berusaha dan terus berkarya untuk Indonesia.

Jadi, Siaga Jiwa Raga menjadi sangat penting di masa pandemi COVID-19 sekarang ini, di mana santri tetap disiplin dan tidak boleh lengah dalam menjaga protokol kesehatan 5M+1D (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan, Mengurangi Mobilitas dan Doa) demi kepentingan bersama.

Jumal Ahmad – ICD

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

One comment

  1. Menurut saya maulid nabi tidaklah bid’ah karena kata kata bid’ah adalah ibadah yg dilakukan tapi tdk ada contoh dari nabi. Nah kalau hanya merayakan maulid kan bukan suatu konteks ibadah. Sama aja kayak kita pakai hp ini kan bukan suatu bid’ah.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *