Problematika Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Kurikulum 2013 dan Revisi 2013

Islam adalah agama yang memiliki ruang lingkup yang luas. Agama Islam mengajarkan 3 nilai- nilai aqidah atau keimanan, akhlaq atau perilaku, ibadah kepada Allah, dan mu’amalah sesama manusia. Kelengkapan dari ajaran islam ini akan bertahan sampai akhir zaman nanti.

Indonesia adalah negara dengan pemeluk agama islam terbesar di dunia, lebih dari 80 % penduduknya beragama Islam. Idealnya, setiap orang yang memeluk agama Islam pasti memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Ini berarti idealnya lebih dari 80% warga negara Indonesia telah memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik.

Namun dalam realita kehidupan di Indonesia justru berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya. Sebagian masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam justru kurang memahami dengan baik ajaran Islam.

Penyempitan Pendidikan Agama Islam di Kurikulum 2013

Dalam kurikulum baru 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, Pendidikan Agam Islam di sekolah dasar dan sekolah menengah digabung dengan Pendidikan Budi Pekerti, sehingga namanya menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti ini diajarkan selama 4 jam pelajaran per minggu di jenjang sekolah dasar dan 3 jam pelajaran per minggu di jenjang sekolah menengah.

Dari perubahan nama Pendidikan Agama Islam menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tersebut dapat kita lihat bahwa ada semacam penyempitam makna agama islam dalam kurikulum baru 2013. Jika dikaji lebih dalam tentang ruang lingkup yang sebenarnya dari agama islam, maka akan semakin nampak penyempitan makna agama islam tersebut.

Agama islam memiliki ruang lingkup aqidah, akhlaq, ibadah, dan mu’amalah, atau dapat juga dikatakan bahwa agama islam mengatur hunbungan antara menusia dengan Allah (akhlaq bil khaaliq), dan manusia dengan sesama manusia (Akhlaq bil Mujtama’), bahkan mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya (Akhlaq bil Kaun). Akhlaq yang merupakan salah satu dari ruang lingkup agama Islam, mengajarkan cara berperilaku yang baik dan benar kepada siapapun menurut kitab suci Al Qur’an, baik itu kepada Allah, kepada sesama manusia dan kepada alam sekitar.

Sedangkan Pendidikan Budi Pekerti memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral, pendidikan karakter, pendidikan akhlak dan pendidikan nilai. Secara umum ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti adalah penanaman dan pengembangan nilai, dan perilaku peserta didik sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Diantara nilai-nilai yang perlu ditanamkan adalah sopan santun, disiplin, beriman dan bertaqwa, bertanggung jawab, jujur, dan lain-lain.

Baca juga:   Doa Memohon Rasa Takut kepada Allah

Dari sini dapat dipahami bahwa budi pekerti hampir sama artinya dengan akhlaq, dan akhlak masuk pada ajaran agama islam. Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa Pendidikan Budi Pekerti itu masuk dalam ruang lingkup Pendidikan Agama Islam, karena ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti lebih sempit daripada Pendidikan Agama Islam.

Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa keputusan Kemendikbud dalam kurikulum baru 2013 untuk menggabungkan dan merubah nama Pendidikan Agama Islam menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bisa dikatakan kurang tepat. Kemendikbud secara tidak langsung telah mempersempit makna dari Pendidikan Agama Islam dengan mengeluarkan materi akhlak menjadi budi pekerti dari ruang lingkup Pendidikan Agama Islam.

Secara tidak langsung pula keputusan Kemendikbud ini seolah-olah mengatakan bahwa “orang yang mempelajari agama islam belum tentu memiliki budi pekerti yang baik, sehingga orang tersebut harus mempelajari budi pekerti”, atau “agama islam belum mencakup budi pekerti di dalamnya, sehingga agama islam harus ditambah budi pekerti agar menjadi sempurna”. Jelaslah bahwa pandangan seperti ini keliru jika dilihat dari sudut pandang ajaran islam.

Namun, ada alternatif penyelesaian untuk masalah Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti ini. Jika melihat kurikulum di sekolah-sekolah islam seperti di madrsah, sekolah islam terpadu, dan sekolah Muhammadiyah, Pendidikan Agama Islam itu terbagi menjadi beberapa mata pelajaran, seperti Aqidah, Akhlak, Fiqih, Al Que’an & Hadits, Tarikh atau Sejarah Kebudayaan Islam, dan lain-lain, maka boleh jadi maksud dari Kemendikbud adalah memisahkan antara pelajaran Aqidah dan Fiqih dengan pelajaran Akhlak, karena secara umum pandangan tentang agama islam di Indonesia ini hampir selalu berkaitan dengan masalah aqidah dan fiqih, sedangkan akhlak diganti dengan bahasa lain, seperti karakter atau budi pekerti atau semacamnya.

Jadi, jika ingin tetap memakai nama Pendidikan Agama Islam, maka Kemendikbud harus menghapus Pendidikan Budi Pekerti karena budi pekerti masuk dalam ruang lingkup agama islam. Namun jika tetap ingin memakai nama Pendidikan Budi Pekerti, maka Pendidikan Agama Islam bisa diubah dengan nama Pendidikan Aqidah dan Fiqih. Dengan demikian tidak akan terjadi penyempitan makna terhadap Pendidikan Agama Islam.

Baca juga:   Sanlat Gratis di Masjid Pondok Indah Membludak

Penyempitan Pendidikan Agama Islam di Revisi Kurikulum 2013

Kata Pendidikan Karakter atau Budi Pekerti adalah ciri khas kurikulum 2013, maka dalam revisi Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa unsur Spiritual (KL 1) dan sosial (KL2) hanya ada di mata pelajaran Agama dan PKN, pada mata pelajaran lain tidak dimasukkan unsur-unsur di atas.

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang  Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan.

Pada jenjang SMP/MTs, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Begitu banyak proses penilaian yang harus dilakukan oleh guru di dalam pelaksanaan kurikulum 2013, tidak jarang banyak yang mengeluh karena sulit melakukan proses penilaian. Namun untuk menjadikan Indonesia yang lebih maju dan berkarakter, harus mau berubah dari keadaan sebelumnya agar lebih baik, jika tidak maka akan mengalami stagnasi pendidikan.

Berikut poin-poin penting revisi Kurikulum 2013.

1.Penyederhanaan aspek penilaian siswa oleh guru.  

Pada K13 versi lama seluruh guru wajib menilai aspek sosial dan spiritual (keagamaan) siswa. Dalam skema yang baru, penilaian sosial dan keagamaan siswa cukup dilakukan oleh guru PPKn dan guru pendidikan agama-budi pekerti. Sementara guru fisika dan mata pelajaran lainnya hanya menilai aspek akademik sesuai bidang yang diajarkan saja.

2.Proses berpikir siswa tidak dibatasi.

Pada kurikulum yang lama, berlaku sistem pembatasan. Yaitu, anak SD sampai memahami, SMP menganalisis, dan SMA mencipta. Pada kurikulum hasil revisi ini, anak SD boleh berpikir sampai tahap penciptaan. Tentunya dengan kadar penciptaan yang sesuai dengan usia.

Baca juga:   Tutup Aib Orang Lain, Allah Menutup Aib Kita di Dunia dan Akhirat

3. Teori 5M (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mencipta)

Tidak sebatas menjadi teori saja. Tetapi, guru dituntut untuk benar-benar menerapkan dalam pembelajaran.

4. Struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah.

Penulis juga tidak setuju dengan pernyataan dari Anggota Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema:yang mengatakan:

“Mungkin karena mereka menganggap bangsa ini korup karena masalah agama sehingga pendidikan harus melibatkan peranan agama,” katanya.

Doni menganggap persoalan bangsa yang korup bukan persoalan agama, tetapi penegakan hukum. “Ketika penegakan hukum tidak ada, pendidikan kena imbasnya. Ketika ada korupsi, orang miskin tidak akan mendapat pendidikan,” katanya. “Anak bodoh itu bukan hanya diajari salat, retret, rekoleksi, tetapi diajari caranya belajar yang baik,” katanya lagi. (sumber: Tempo)

Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas: haram dan melarang. Dalam al-Qur’an, misalnya, dinyatakan: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa padahal kamu mengetahui.” Dalam ayat yang lain disebutkan: “Hai orangorang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…”

Sedangkan dalam al-Hadits lebih konkret lagi, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum.” Dalam redaksi lain, dinyatakan: “Rasulullah SAW melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya.” Kemudian dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah SAW bersabda: “penyuap dan penerima suap itu masuk ke neraka.”

Islam memiliki konsep Pendidikan Islam yang agung dalam membentuk karakter dan kreatifitas anak, sehingga Kurtilas dengan revisi terbaru adalah neraka bagi kreativitas guru dan SMK. Sangat menyedihkan.

Sumber:

Guru: Hapus Kompetensi Spiritual-Sosial di Kurikulum 2013, Link: https://nasional.tempo.co/read/712963/guru-hapus-kompetensi-spiritual-sosial-di-kurikulum-2013 ( diakses 25 Oktober 2017)

Diberlakukan Mulai Juli 2016, Ini Revisi Kurikulum 2013, Link: http://sekolah-daring.blogspot.com/2016/03/diberlakukan-mulai-juli-2016-ini-revisi.html  ( diakses 25 Oktober 2017)

Revisi Kurikulum 2013, Guru Lebih Dimudahkan  https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/06/revisi-kurikulum-2013-guru-lebih-dimudahkan ( diakses 31 Oktober 2017)

Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

2 Comments

  1. Sebagai Tambahan.

    PENDIDIKAN YANG MENUMBUHKAN –

    Berikut ini adalah catatan ringkas dari sambutan Bapak Anies Rasyid Baswedan, mantan menteri pendidikan yang sekarang menjabat sebagai gubernur Jakarta ketika membuka acara Education Expo ASESI (Asosiasi Sekolah Sunnah Indonesia) di TMII tanggal 29 Oktober 2017. Catatan ini dinukil dari grup ASESI dengan sedikit penyesuaian.

    ———————————–

    Pendidikan adalah tentang masa depan. Pendidikan adalah tentang menyiapkan generasi baru. Pendidikan bukanlah membentuk, tapi pendidikan adalah menumbuhkan. Karena ia menumbuhkan, maka hal yang fundamental yang dibutuhkan adalah tanah yang subur dan juga iklim yang baik.

    Kalau kita membayangkan anak- anak itu sebagai bibit (biji), maka biji itu tidak kelihatan batangnya, tidak kelihatan akarnya, dan tidak kelihatan daunnya karena ia masih biji. Sehebat apapun sebuah biji, maka tidak akan kelihatan semua komponennya. Namun nanti ketika biji tanaman itu sudah tumbuh berkembang, maka akan terlihat batangnya, akan terlihat daunnya, akan terlihat buahnya, akan terlihat bunganya. Tapi saat itu masih berupa biji belum terlihat.

    Kadang-kadang kita melihat biji seperti melihat tanaman yang lengkap. Lalu kita ingin biji ini punya semuanya. Punya bunga dan lainnya. Tentu tidak bisa.

    Untuk menjadi tumbuhan yang lengkap, biji itu memerlukan waktu, memerlukan proses penumbuhan. Biji yang baik juga membutuhkan lahan yang subur. Di mana lahan yg subur itu?

    Di antaranya:

    1. Di rumah. Rumahnya harus menjadi lahan yang subur.

    2. Di sekolah.

    3. Di antara rumah dan sekolah, yaitu di lingkungannya.

    Karena itu, ketika berbicara tentang pendidikan maka bayangkan seperti kita menumbuhkan biji itu. Karena itu saya sering mengatakan jangan gunakan kata membentuk, apalagi kalau akhlaq. Akhlaq itu ditumbuhkan,karakter itu ditumbuhkan tidak bisa dibentuk.

    Dulu saat kita sekolah pasti pernah praktek biologi tentang dua tanaman yang satu dipasang dekat matahari, yang satu jauh dari matahari. Beloknya beda bukan? Bibitnya sama, tanahnya sama, potnya sama, arah tumbuhnya sama tidak? Maka jawabannya tidak sama. Jadi kita mau belok kanan- belok kiri itu bukan daunnya yang dibelokkan, tapi rangsangannya yang berbeda. Cuacanya diatur, lokasinya diatur. Karena itu mengelola sebuah sekolah, mengelola sebuah intitusi pendidikan itu adalah mengelola rekayasa.

    Sebagai contoh, di rumah kita bisa menjadikan anak kita menjadi anak yang individualis atau anak yang dekat dengan saudara-saudaranya.

    Misalnya sebuah keluarga dengan empat anak. Kita buat setiap kamar ada kamar mandinya agar semuanya rapi bersih semua. Kamar mandi di dalam kamar. Sementara keluarga yang lain, dengan empat anak juga memiliki rumah dengan kamar mandi satu, di luar kamar. Maka apa yang terjadi? Keluarga yang pertama anak-anaknya tumbuh individualis. Semuanya diselesaikan sendiri. Keluar kamar semua sudah bersih.

    Sedangkan keluarga kedua, anak-anak tiap hari rebutan kamar mandi: Ada yang sikatannya lama, ada yg kalau mandi harus diketok-ketok, ada yang sering samponya ketinggalan. Mereka akan tumbuh berbeda dengan anak-anak di keluarga pertama.

    Oleh karena itu jangan bayangkan pendidikan itu sesuatu yang tertulis, dibaca, dihafalkan, lalu diuji. Karena pendidikan itu adalah proses pembiasaan.

    Jadi kita bisa merancang anak kita sesuai skenario yang kita buat. Karena itu kemewahan keluarga dan kemewahan institusi pendididkan adalah bagaimana membuat aturan main yang membentuk perilaku.

    Saya berharap kita yang bergerak dalam bidang pendididkan memikirkan rekayasa itu. Sekolah kita hari ini: anaknya abad 21, gurunya abad 20, ruang kelasnya abad 19.

    Kalau mau memikirkan sekolah dan pendidikan, maka pikirkanlah masa depan. Rekayasalah untuk masa depan. Umat islam gagal atau berhasil bukan masalah mampu dan tidak mampu, tapi bagaimana cara mengantisipasi perubahan. Ini PR -nya.

    Karena itu kalau mengukur keberhasilan anak-anak kita sekarang kita jangan lihat hari ini. Bijinya di nilai nanti kalau sudah tumbuh baru akan nampak dan bisa dinilai, biji, daunnya, dan batangnya.

    Jangan terlalu puas dengan penilaian hari ini. Penilaiannya besok, karena inilah proses penumbuhan. Sehingga kami berharap Anda yang mengelola bidang pendidikan jangan puas dengan ukuran hari ini dan siapkan masa depan.

    Dalam proyeksi pendididkan abad 21 ada 3 komponen yang mendasar:

    1. Karakter/akhlaq

    a. karakter moral (iman, taqwa, jujur, rendah hati)

    b. karakter kinerja (ulet, kerjakeras, tangguh, tidak mudah menyerah, tuntas)

    2. Kompetensi (berpikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif / kerjasama)

    3. Literasi/Keterbukaan wawasan (baca, budaya, teknologi, keuangan)

    Di masa sekarang, dalam ujian anak-anak disuruh menjawab pertanyaan di sebuah kertas. Di masa depan mungkin ujian hanya dengan kertas kosong tanpa pertanyaan.

    Tukang pos bersaing dengan teknologi: WA, email. Profesi hari ini belum tentu di masa depan masih ada, sehingga tanyakan kepada anak-anak besok mau membuat apa. Jangan bertanya mau jadi apa.

    Pengelola pendidikan jangan terpukau dengan cerita masa lalu, tapi gelisahlah dengan masa depan. Kemenangan itu disiapkan di ruang keluarga dan di ruang kelas.

  2. Fenomena umum bagi siswa jaman kini minat baca, tulis, berhitung sangatlah minim, karena sudah disuguhkan dengan segala sarana/media yang memberikan kemudahan bagi mereka, sehingga proses pembelajaran saintific dalam k 13 bagi daerah daerah tidak dapat berjalan maksimal sesuai tuntutan k 13, apabila diterapkan sungguh-sungguh maka justru banyak waktu yang terbuang percuma dalam proses pembelajaran, karena kemampuan anak menanya, berdiskusi, berpendapat, membuat kesimpulan sangatlah lemah/kurang, sementara nilai akhir bagi siswa pada aspek pengetahuan dituntut dalam penilaian akhir. saya percaya dengan k 13 ini penilaian yang kita lakukan terutama pada aspek sikap sangatlah sulit karena usia anak di saat itu lagi giat giat berekspresi sesuai dengan zamannya, tetapi sebagai guru berkewajiban menjalankan kurikulum pemerintah tuk kemajuan pendidikan, semoga kurikulum kini benar benar membawa perubahan bagi generasi anak indonesia. ya sampai kapan k13 ini diberlakukan,

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *