Sikap Hidup

Seorang bapak dan ibu di desa Adipuro

Data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-Indonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun se-Indonesia. Jadi tren perceraian di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Adapun faktor perceraian disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidak harmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. 

Faktor ekonomi merupakan penyebab terbanyak dan yang unik adalah 70 % yang mengajukan cerai adalah istri, dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. (sumber: kompasiana

Ternyata salah satu faktor utama penyebab perceraian di Indonesia adalah masalah ekonomi.

Apa yang terbayang saat mendengar istilah ‘masalah ekonomi?’ Sering kali yang tergambar adalah kekurangan uang atau kekurangan fasilitas hidup.

Benarkah demikian? Jika seperti itu gambaran tentang ‘masalah ekonomi’, maka pertanyaan berikutnya adalah : apakah hanya orang miskin saja yang bercerai? Adakah orang kaya yang bercerai?

Realitasnya banyak juga orang kaya raya yang bermasalah keluarganya hingga level bercerai. Jadi, apakah masalah ekonomi itu?

Hal ini lebih banyak soal sikap hidup. Bukan saja soal realitas berapa banyak atau berapa sedikit uang yang mereka miliki. Namun lebih kepada bagaimana mereka mensikapi.

Sebagai orang beriman, seharusnya sikap hidupnya selalu positif.  Rasulullah Saw bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin.

Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya”. (Hadits sahih diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan ra) 

Baca juga:   Sya'ban, Pemanasan Sebelum Ramadhan

Hal ini menandakan pentingnya sikap hidup positif dalam kehidupan. Jika memiliki sikap hidup positif, akan selalu bisa melihat segala sesuatu secara positif.

Jika mendapat kekayaan dan kecukupan ekonomi, mampu bersyukur. Jika mengalami kekurangan dan kemiskinan, mampu bersabar. Semua akan berakhir baik.

Namun jika sikap hidupnya negatif, kekayaan dan kemiskinan sama-sama bisa menjerumuskan ke dalam kehancuran.

Menghadapi hidup yang serba kekurangan namun tetap dalam kesabaran, saya ingin mengajak pembaca melihat kehidupan di desa, khususnya desa tempat saya dilahirkan.

Saya lahir di desa Prampelan, Adipuro, Kaliangkrik, Magelang Jawa Tengah, tempat yang jauh dari keriuhan dan kebisingan kota. 
Di tengah kehidupan desa yang asri saya menemukan kedamaian dan kehidupan yang harmonis, hubungan suami istripun langgeng tanpa ada masalah yang membuat mereka mudah mengeluarkan kata cerai. 

Setelah merenungi sejenak, ada beberapa hal yang membuat kehidupan pasutri di desa saya khususnya lebih awet. 

  • Di desa saya, seorang perempuan selalu mendapatkan nasehat dari orang tua untuk mentaati suami. Ada peribahasa dalam bahasa jawa, surga manut neraka katut
  • Gaya hidup orang desa menerima apa adanya, tidak menuntut, yang penting kebutuhan pokok terpenuhi. Terkadang kebutuhan yang menurut orang kota kurang, menurut orang desa sudah cukup. 
  • Syukur dan sabar dalam menghadapi hidup. 
  • Susah dan senang dirasakan bersama. 

Sedikit ingin menceritakan kisah pernikahan saya. Sudah cukup lama tinggal di Jakarta, maka orang banyak mengira bahwa jodoh saya nanti dari orang Jakarta atau Sunda, tetapi ternyata tidak, jodoh yang menjadi istri saya sekarang dari desa saya sendiri, Adipuro Kaliangkrik Magelang. 

Alhamdulillah, saya bahagia menikah dengan dia, karena dia memiliki akhlak yang baik dan karakter orang desa yang masih belum hilang. Selain itu, dia gigih dan mempunyai growth mindset yang bagus. 

Baca juga:   Rohingya Adalah Kita

Ketika awal menikah, saya selalu mengingat ingat kisah pernikahan Imam Ahmad bin Hanbal yang layak menjadi percontohan. Nah, berikut ini kisah bagaimana beliau menikah. 

 Ketika Imam Ahmad bin Hanbal menyelesaikan pendidikannya ia memutuskan untuk menjadi Imam atau Syeikh dari mesjid dan ia juga ingin menikah saat itu.

Maka Imam berkata kepada Bibinya “pergi ke keluarga Fulan bin fulan, aku mendengar kabar bahwa keluarga mereka shaleh, dan lihat bagaimana kedua putri mereka, lihat rupa dan agama mereka, lalu ceritakan kepadaku agar aku bisa menikahi mereka jika mereka baik.

Saat bibinya kembali dari keluarga fulan bin fulan  lalu bercerita kepada Imam Ahmad bin Hanbal, bibinyapun terlihat kagum pada kedua putri mereka. Bibinya bercerita “Allahuakbar adiknya mempunyai mata hitam yang indah, bulu  matanya masyaAllah, rambutnya panjang dan berombak, dan kulitnya pun putih bersih” bibinya terus-terusan memuji putri kedua keluarga fulan.

Ahmad bin Hanbal hanya mendengarkan, lalu berkata “bagaimana dengan kakaknya?” bibinya berkata “oh’ jangan yang itu,  rambutnya jelek dan keriting, kulitnya pun hitam” seolah bibinya menyarankan jangan memilih kakaknya. Lalu Ahmad bin Hanbal berkata lagi “bagaimana dengan agamanya dan ketaatannya?” bibinya bertkata “oh tentu kakanya lebih shaleh,  aku ingin menikahinya” sahut Imam Ahmad.

Imam Ahmad pun menikahi kakaknya, dan setelah 20 tahun menikah istrinya pun meninggal, Imam Ahmad menguburkannya, dan didekat kuburnya Imam Ahmad berkata “Semoga Allah merahmati Umm Salih, tidak sekalipun ia menentangku, dia tidak pernah sekalipun membuatku marah dan membuatku kesal.” Selesai. 

Demikian juga saya dengan istri sekarang, alhamdulillah dia seorang istri yang taat, mau menerima keadaan dengan hidup sederhana, tidak banyak menuntut, bahkan ketika saya sampaikan keinginan untuk melanjutkan kuliaj S2, dengan senang hati dia mendukung sepenuh jiwa. 

Baca juga:   Hutan Sumbing Menangis

Sekian. 

Share your love
Jumal Ahmad
Jumal Ahmad

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal menyelesaikan pendidikan sarjana pada jurusan Pendidikan Agama Islam dan Magister Pengkajian Islam di SPS UIN Jakarta. Aktif di lembaga Islamic Character Development dan Aksi Peduli Bangsa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *